Bayu dan Mus, Wartawan Menulis Bersih itu Pergi Begitu Cepat

×

Bayu dan Mus, Wartawan Menulis Bersih itu Pergi Begitu Cepat

Bagikan berita
Ratusan karib kerabat menghadiri prosesi pemakaman Muhammad Bayu Tullah Vesky (ist)
Ratusan karib kerabat menghadiri prosesi pemakaman Muhammad Bayu Tullah Vesky (ist)

Lalu, setelah sekian hari dirawat, ia pulang ke Payakumbuh, saya hadir sebelum ia meninggalkan RS Unand. Dalam jadwal, tiga hari kemudian kontrol lagi. Kenyataannya, sakit Bayu kian parah, itulah sebabnya, ketika ayahnya meninggal dunia 8 Maret 2025, ia hadir sebentar lalu pulang ke rumahnya ditemani sang istri.

Ayahnya pergi, ketika Bayu sakit, tinggallah Fajar sendirian, mangamehi semua hal. Ibunya demam pula. Ayahnya, mantan walingari, namanya Don Vesky Dt Tan Marajo (63). Banyak karangan bunga, tak terbilang terpajang di rumah duka. Belum semua diambil kembali karangan bunga itu, kabar duka datang lagi. Kini, Bayu yang pergi, berdatangan pula, ratusan karangan bunga. Dua adik perempuan Bayu, saya lihat tak kuasa menahan sedih, juga istrinya yang memangku anak mereka.

Di masjid, sekitar 500 orang melaksanakan shalat jenazah untuk Bayu, lebih banyak untuk ayahnya 15 hari lalu. Empat hari lalu, neneknya dimakamkan di tempat yang sama. Duka beruntun menimpa keluarga ini.

“Pak tarumuak bana awak Pak,” kata Fajar, dua adiknya menangis sembari menyalami saya.

Jenazah diselenggarakan di rumah istrinya, di Suliki, lantas dibawa ke rumah orang tuanya di Tungkar. Di sini dishalatkan, setelah sambutan dari Bupati Limapuluh Kota H. Syafni dan saya sebagai Pemred Harian Singgalang. Selamat jalan Bayu, kami mengenangmu selamanya.

Musriadi Musanif

“Pak, Uda ka dirujuk ke M Djamil, tolongan ciek,” kata istri Musriadi Musanif, ketika saya sedang takziah di rumah duka, papa Bayu di Tungkar, Situjuah. RSUP M Djamil memang selalu penuh sesak pasien. Namun, akhirnya bisa dirujuk. Namun, tak lama di sana, saya dikabari oleh Datuk Akmal Musfata, dari Batusangkar, “Si Mus sudah pergi.”

Musriadi Musanif, adalah redaktur senior Harian Singgalang, lama memegang edisi Minggu, akhirnya dipindahkan sebagai koordinator liputan Tanah Datar. Sejak itu, ia yang sakit-sakitan, berangsur sehat. Bahkan sangat sehat. Ketika gempa 2009, malam-malam, ia tiba di rumah saya sendirian, maracak motornya. Kami saat itu sedang bekerja membuat berita. Kedatangannya mengejutkan kami. Ia terlihat senang berkumpul bersama awak redaksi.

Mus, demikian kami menyapanya, adalah wartawan yang tulisannya lebih jernih lagi, tak ada salah, bahasanya elok dan ringan, indah dibaca. Jika ia menulis, bagus dan dalam. Pengurus inti Muhammmadiyah di Padang Panjang dan Tanah Datar itu, sejak era digital dan interner serba cepat ini, memang jarang kontak dengan saya, sebab kewajibannya sebagai wartawan, sudah selesai, tanpa harus berkomunikasi dengan Pemred.

Pria ini dirawat di RS Yarsi Padang Panjang, dokter yang merawatnya mengontak saya dan kemudian saya mengontak Dirut M Djamil, Padang. Saat itulah komunikasi terakhir saya dengan dia dan istrinya. Setelahnya, Musriadi telah pergi untuk selamanya. Innalilahi wainna ilahirajiun. Duo wartawan penulis bersih koran ini, pergi dalam waktu bersamaan. Keluarga besar Singgalang berduka, juga kawan-kawannya, apalagi keluarga.

Editor : Rahmat
Bagikan

Berita Terkait
Terkini