Untuk cerdas, membaca dan itulah literasi. Literasi Al Qur’an dan literasi bermanfaat lainnya. Tilawah terhadap ayat-ayat Allah dapat diperluas maknanya, tidak saja ayat-ayat qauliyah dalam Al Quran, tetapi juga ayat-ayat kauniyah di alam semesta. Alam Takambang Jadi Guru, kata orang Minang sebagaimana judul buku AA Navis.
“Umat Islam sejatinya membaca dan menelaah alam semesta sehingga ilmu pengetahuan yang dikembangkan berbasis tauhid,” kata dia.
Yang celaka, kata Kosim, kian berilmu malah semakin arogan. Yang bakal terjadi tak lain bencana kemanusiaan. Premanisme, memeras orang mempersulit perkara, asal uang masuk saja yang tampak. Memeras orang, marak dimana-mana.
“Hal ini terjadi karena basis ilmu hanyalah rasionalitas semata dan rentan dikendalikan oleh keinginan nafsu syahwat.” Itulah sebabnya sebut Kosim, betapa pentingnya membaca ayat-ayat Allah di alam semesta (kauniyah) berbasis tauhid sehingga ilmu mendatangkan kemaslahatan bagi kehidupan manusia.
Berikut, tazkiyah, Rasulullah SAW menyucikan jiwa manusia dari kemusyrikan sehingga mereka bertauhid yang murni, hanya beribadah kepada Allah SWT. “Tazkiyah juga bermakna menyucikan ruhani dari penyakit-penyakit kalbu, seperti hasad, sombong, tamak, riya, dan dendam.” Sejelas itu disebut ustad Kosim, tak juga akan berubah engkau lagi? Tak dapat akal saya.
Dengan tazkiyah, manusia dididik mengenal Allah SWT, mengosongkan dirinya dari maksiat lalu mengisinya dengan ketaatan, menyuburkan kalbunya dengan zikir, hingga senang menolong dan berbagi pada sesama. Tentu maksudnya bukan memberi THR atau mengejar-ngejar THR.
Pendidikan yang mengabaikan jiwa, hanya melahirkan manusia pintar tanpa nurani sehingga mendatangkan banyak mudarat. Mendidik akhlak umat sangat dipengaruhi oleh kondisi ruhani para pendidik, baik guru di sekolah/madrasah, terutama orang tua sebagai guru pertama dan utama dalam keluarga.Kita tak hendak membebankan semua ini pada sekolah, bisa pecah sekolah itu dibuatnya. Ada tugas orang banyak dan tugas rumah tangga sebagaimana teori pendidikan klasik.
Lalu apa kata Yosviandri? Sebagai berikut:
“Yang perlu dibenahi sikap mental manusia pendidik dan manusia yang dididik. Bukan pengetahuan teknis akademisnya. Budi pekerti, cara berkomunikasi, semangat belajar, tujuan belajar, ilmu mengajar dan sebagainya yang menyangkut interaksi sosial masyarakat perlu dididikkan ke para pelajar dan mahasiswa termasuk kepada tenaga pengajar/dosen,” katanya.
Editor : Bambang Sulistyo