Membaca Peta Pendidikan Sumbar (8) DR Kosim dan Yosviandri : Semestinya Adab di Atas Ilmu

×

Membaca Peta Pendidikan Sumbar (8) DR Kosim dan Yosviandri : Semestinya Adab di Atas Ilmu

Bagikan berita
Dr. Muhammad Kosim (kiri) - Yosviandri (kanan)
Dr. Muhammad Kosim (kiri) - Yosviandri (kanan)

Menurut dia, pengetahuan teknis sudah cukup, yang kurang sosial kemasyarakatan, hubungan/interaksi seperti apa seharusnya yang berlaku antara guru vs guru, guru vs murid, guru vs orangtua, orangtua vs anak, guru dengan masyarakat, murid vs masyarakat, orang tua vs masyarakat (guru di sini termasuk juga dosen). Ia sampai pada kesimpulan, memang sangat penting, “adab di atas ilmu.”

“Itu bana nan lah manipis, kalau pun ado lah kalua dari koridor,” kata Yos pada Singgalang, Senin (24/3/2025)

Ia menduga, kondisi hari ini banyak dipengaruhi Tiktok, apalagi sekarang, keberhasilan dinilai dari angka-angka saja. Konsep berpikir itu menjadi "najis" baru yang perlu disucikan kembali.

“Kegagalan di generasi awak, karena indak maniru gaek jo gurunyo,” kata dia pula.

Ia menyebut, generasi sekaranglah yang menjadi pemimpin, menjadi guru, menjadi warga masyarakatkan? “Generasi kini adalah generasi yang (mungkin) gagal menciptakan kehidupan bermasyarakat yang seharusnya.”

Ia memberi contoh, dulu ia mengalami dan melihat sendiri betapa bersihnya Kota Padang pada era walikota Syahrul Ujud, tapi kenapa sekarang tidak bisa ditularkan pada warga masyarakat sehingga bisa diteruskan tradisi baik tersebut.

“Sudah tidak ada lagi bekasnya. Sarok sansai sajo dima-dima,” katanya.

Doeloe, kata dia pula, tiap anak diajari agar hormat pada guru, sekarang kita gagal mendidik seperti itu. Yang ada anak dimarahi guru, oleh orangtua guru itu pula yang disalahkan, bahkan dikadukan ke polisi.

“ Di sisi lain, guru pun gagal mendidik karena yang ada kurang pendidikan humaniora, juga (mungkin) kurang pendidikan budi perkerti atau bisa pula beban tugas sangat berat sehingga diabaikan hal-hal yang tak ada dalam kurikulum.”

“ Yang jelas banyak pemimpin gagal jadi pemimpin karena ukuran keberhasilan mereka adalah angka-angka semu.” Sementara itu, sendi-sendi bermasyarakat sudah rapuh bahkan hilang.

Editor : Bambang Sulistyo
Bagikan

Berita Terkait
Terkini