Membaca Peta Pendidikan Sumbar (9) Akan Dibiarkan Remaja Tak Bisa Kuliah Karena Miskin?

×

Membaca Peta Pendidikan Sumbar (9) Akan Dibiarkan Remaja Tak Bisa Kuliah Karena Miskin?

Bagikan berita
DR Gamawan Fauzi
DR Gamawan Fauzi

Begini: Intinya semua ingin Sumbar nomor satu dalam pendidikan. Kita mulai dari pendapat Dr. Gamawan Fauzi, saya dapat dari komunikasi WA dengannya. Tak banyak, sebab sudah sama-sama capek diskusi soal Minangkabau, ujung-ujungnya tak ada yang mau ambil inisiatif, padahal awal-awal menggebu-gebu. Pendapat Gamawan juga ada di minangglobal.com, saya ambil mana yang perlu saja. Namanya kutip, olah, hehe.

“Waktu saya jadi gubernur, ada sejumlah kegiatan untuk pendidikan Sumbar yang dibuat,” kata Gamawan pada Singgalang, pekan lalu.

Pertama membangun tiga SMA unggul yang di boarding, yaitu di Padang Panjang, Pasaman dan Solok. Berikut, ada program 1.000 doktor. Lalu membeli asrama 5 lantai di Kairo, Mesir , agar anak Minang tenang di negeri orang. Ia melengkapi dengan meluncurkan beasiswa untuk 50 orang yang belajar ke sana. Program beasiswa ke Kairo ini menghasilkan banyak alumni, tidak hanya bekerja di Indonesia tapi juga di luar negeri, misalnya jadi imam besar di Camberra.

Yang spektaluker tentu usaha Gamawan untuk mendapatkan ‘Dana Rajawali,’ 5 juta USD. “Kini sudah jadi Rp 100 miliar lebih,” kata dia. Dana Rajawali adalah dana cuma-cuma dari PT Rajawali yang membeli saham Semen Indonesia dari Cemex, kemudian dijualnya. Setelah dijual, Sumbar dapat jatah 5 juta USD. Oleh Gamawan dijadikan dana abadi. Gunanya untuk beasiswa, setelah ia tak jadi gubernur, dana itu mengendap di Bank Nagari, lebih 10 tahun, karena persoalan yang masyarakat umum, tidak perlu tahu. Kini, sudah cair, untuk yang membutuhkannya. Setidaknya, dana itu nambah Rp 5 miliar setiap tahunnya. Jika serius, maka bisa membiayai 100 orang anak per tahun. “Apa tidak bisa melahirkan Sjahrir, Tan Malaka, Rasuna Said baru?” Pertanyaan Gamawan mesti dijawab oleh pengelola beasiswa tersebut.

Tak sampai di sana, anak Alahan Panjang, suka main gitar yang pernah hilang di rimba ini, menyebut, ia juga merehab berat asrama mahasiswa Minang di Yogya dan sejumlah program lainnya.

Doeloe, kemajuan pendidikan Sumbar, karena banyaknya sekolah, juga bacaan, terutama koran dan berkala yang terbit di tiap madrasah. Kini diharapkan, karena keinginan yang kuat dari masyarakat komunal, untuk kembali berjaya.

“Pada 1925 itu laporan utama majalah Tempo, 6 Juni 1995 sekolah di Minang kala itu sama banyaknya dengan jumlah sekolah Jawa dan Bali. Jadi, belum kemerdekaan, itu jumlah sekolah sudah dua kali dari sama banyaknya dengan jumlah sekolah seluruh Jawa dan Bali,” kata dia seperti dilansir minangglobal. Catatan Singgalang, 1925 saja di Padang Panjang sudah berdiri Menjesal School yaitu sekolah pemberantas buta huruf, pertama di Hindia Belanda. Ini, oleh Rahmay el Yunusiyyah. Sekolah Raja Bukittinggi, atau Kweekschool, tak banyak sekolah serupa di tanah jajahan, telah menghasilkan banyak sekali kaum terdidik.

Jika dirujuk populasi, kata dia, etnik Minang itu hanya sekitar 2,7 persen dari total penduduk Indonesia, tapi punya menteri 10 kali lipat.

“Saya pernah menguji IQ anak kelas 3 SMP Sumatera Barat, seluruh kabupaten saya tes, bekerjasama dengan lembaga independen yang dipilih melalui lelang terbuka. Di 50 sekolah kabupaten dan kota. Rata-rata SMP-nya, sama dengan kecerdasan rakyat Jepang, 105 IQ-nya. Saya tes seluruh kabupaten, untuk mengambil kebijakan yang benar berapa yang dimasukkan ke SMA dan berapa yang ke kejuruan. Untuk kebijakan saya dulu 70 -30, 70 persen keterampilan, yang 30 persen melanjutkan ke perguruan tinggi. Yang 30 persen itu kita harapkan memang berkualitas. SMAN I Bukittinggi bisa satu kelas masuk ITB setiap tahun karena setiap hari makanannya rendang, ikan. Makanan itu sesuatu yang istimewa bagi orang Minang. Artinya, tingkat kecerdasannya cukup tinggi,” kata Gamawan sebagaimana dikutip minangglobal.com. Sebuah laporan menyebut, orang Minang paling lahap makan di seluruh Sumatera.

Sama seperti segenerasinya dan generasi berikut, menyebut, murid punya rasa hormat yang tinggi pada guru. Kini? Antahlah, sering tak dianggap. Bisa jadi karena adab yang menurun derajatnya atau kualitas guru itu sendiri yang juga turun. Bisa jadi dua -dua atau oleh adab yang tak diasah lagi. Lazimnya, kata Gamawan pula, orang pintar, akhlaknya baik. Penampilannya enak dilihat.

Editor : Bambang Sulistyo
Bagikan

Berita Terkait
Terkini