[caption id="attachment_6829" align="alignnone" width="650"] Rusli Habibie (net)[/caption]GORONTALO - Pakar Hukum Tata Negara Arie Duke Widagdo mengatakan rencana Menteri Dalam Negeri Tjaho Kumolo menonaktifkan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, terkait kasus dengan Komjen Budi Waseso, tidak memiliki dasar hukum.
"Kalau gubernur dinonaktifkan dasarnya apa dulu? Karena dalam Undang-undang Pemerintah Daerah itu kepala daerah bisa diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD, jika didakwa dengan pasal yang ancaman hukumannya minimal lima tahun," jelasnya di Gorontalo, Sabtu (30/5).Namun dalam kasus tersebut dugaan pencemaran nama baik mantan Kapolda Gorontalo Komjen Pol Budi Waseso, Gubernur didakwa pasal 317 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan dakwaan subsider pasal 311 KHUP dengan ancama hukuman maksimal empat tahun penjara.
"Intinya ada di ancaman hukuman dalam pasal yang dikenakan kepada terdakwa. Selama itu tidak terpenuhi, maka penonaktifan kepala daerah tidak bisa dilakukan oleh Mendagri," tambahnya.Hal senada juga diungkapkan pengacara Gubernur Gorontalo, Herson Abas yang membantah kliennya akan dinonaktifkan, karena kasus tersebut belum berkekuatan hukum tetap dan mengikat.
"Kasusnya kan masih berjalan, belum inkrah. Juga tidak ada rapat paripurna DPRD yang mengusulkan penonaktifan gubernur kepada Mendagri," ujarnya.Ia menduga pernyataan Mendagri tersebut hanya untuk menanggapi pertanyaan wartawan mengenai kasus yang membelit Ketua DPD I Golkar Provinsi Gorontalo itu.Menurutnya alasan Mendagri untuk menonaktifkan gubernur karena sering mangkir sidang, juga tidak bisa dibenarkan karena Rusli menghadiri setiap sidang di Pengadilan Negeri Gorontalo.Gubernur yang dihubungi melalui telepon genggamnya sampai saat ini belum memberikan tanggapan mengenai pernyataan Mendagri tersebut.
Sebelumnya, kasus yang mencuat pada tahun 2013 itu dipicu oleh laporan gubernur kepada Menkopolhukan terkait kinerja Budi Waseso saat menjadi Kapolda Gorontalo.Hingga saat ini, sejumlah saksi termasuk Budi Waseso telah memberikan keterangan di pengadilan. Sidang kasus itu dilakukan dua kali dalam seminggu, dengan meminta keterangan 27 saksi. (*/aci)
sumber:antara
Editor : Eriandi