Berjumat: Lurus dan Jarakkan Shaf

×

Berjumat: Lurus dan Jarakkan Shaf

Bagikan berita
Foto Berjumat: Lurus dan Jarakkan Shaf
Foto Berjumat: Lurus dan Jarakkan Shaf

Khairul JasmiWaktu masuk: terdengar bunyi bedug, tabuh. Seusai itu, langsung azan. Lama sekali saya tak mendengar bunyi alat panggil ini. Waktu kecil di desa, saya berebut sama kawan, memukul tabuh pertanda waktu shalat sudah masuk.

Saya berjumat (17/07/2029) di Masjid Jami' Attaqwa Sriwijaya, kawasan Jalan Sriwijaya dekat SCBD, Jakarta. Sehabis jumatan saya janji di sana untuk urusan bola, SPFC.Begitu bunyi bedug, lalu azan, sebuah suara orang tua yang mendayu. Selesai, semua jemaah shalat sunat. Selesai pula, kini khatib naik mimbar. Azan lagi.

Tadi pengurus masjid berkata: jemaah Jumat yang berbahagia, jagalah kesehatan. Jaga jarak, pakai masker dan cuci tangan. Isi shaf yang diberi tanda saja. Lalu katanya lagi: kita perlu sehat, sebab jika umat Islam sehat maka sehatlah bangsa ini.Anda ingin tahu pekan lalu, apa kata khatib, saat saya shalat Jumat di salah satu masjid Padang?

Ini: "Selama corona masjid yg saya kunjungi tetap buka dan tak ada yang kena corona. Tak ada itu corona-corona.Presiden China minta doa ke masjid untuk hentikan wabah corona. Shalat ndak ado jarang-jarang, ko prentah Tuhan. Awak jarang-jarang juga. Masjid dikunci-kunci pula. Inilah yang diingini Nasrani. Kita dikuasai. Apalagi lafaz azan ditukar-tukar, tak ada itu.

"Betapa, oh betapa. Oh betapa, saya yang dapat kaji kulit arinya saja, tahu, salah satu kalimat azan pernah diganti, agar jemaah shalat di rumah saja. Menghindari wabah adalah ikhtiar yang dianjurkan agama.Soal shalat jarang-jarang?" Induk semang" kita saja di Masjidil Haram nun di Makkah, shalat justru jarang-jarang. Sudahlah. Ini khatib sudah mulai berkutbah. Materinya wabah corona. "Kita disuruh memahami Alquran," kata khatib.

Sangkaan khatib, kita telah banyak berbuat salah, makanya diuji. Jangan mengeluh soal banyak aturan, masalah ada dalam diri sendiri.  Karantina mandiri katanya, sudah biasa dalam Islam. Itulah puasa. Lalu kenapa sekarang, melawan pada aturan. Ramadhan itu adalah "masker" sebab kita dilarang "membuka mulut" baik berkata-kata maupun karena aroma. "Tutup mulut, sekarang namanya masker."Khutbah tuntas. Khatib langsung jadi imam. "Lurus dan jarakkan shaf," katanya. Suaranya fasih, iramanya bagus. Ustad dari Batubara, Sumut ini, mengingatkan saya pada masjid-masjid di Jakarta doeloe. Imam dan khatibnya banyak dari Minangkabau, sekarang saya tak tahu. Wabah corona ini, melangkahi segala ilmu kita. Di beberapa daerah kian gawat. Kesadaran individu sangat diperlukan.  Jadi sudahlah, jangan banyak cakap juga, jaga diri dan keluarga. Yang yakin takkan kena sebaiknha waspada sebab sudah ada contohnya. Corona, adalah lawan.

Lawan terberat diri sendiri. Diri sendiri itu yang lalai, nanti tersungkur baru tahu rasa.Maka, mari libur dekat-dekat rumah saja. Kalau mau jauh, apa boleh buat. Jangan lupa masker, baju lengan panjang, cuci tangan. Bawa hand sanitizer. Acap-acap semprot. Jangan ke mata, lain lagi urusannya. *

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini