Budaya Pasif

×

Budaya Pasif

Bagikan berita
Foto Budaya Pasif
Foto Budaya Pasif

Inilah budaya pasif itu: duduk ke duduk saja, dari lapau ke lapau dari kafe ke kafe. Main hape berkepanjangan, salah salah tulis, viral, lalu minta maaf. Tak beranjak lenggang dari ketiak.Yang alim-alim begitu pula, geser ke geser kotak infak, satu dua, sampai lima. Kas di masjid jutaan, disimpan dulu pembeli karpet dan servis mik.

Kata orang pandai, lagu dan dendang saluang mendayu-dayu, juga ratok, banyak berisi kata pasif, sehingga tidak membangkitkan motivasi kerja.Mestinya dalam lagu dan saluang, kata aktif mendominasi, sehingga lahir gairah untuk masa depan.

Pengajian di surau juga begutu, lebih banyak tentang dosa dan pahala belaka, dalam urusan dengan Sang Pencipta, itu sebabnya, antara lain, kas masjid banyak tapi gaji garin kecil juga honor penceramah. Hubungan anrar manusia nyaris tak terurus.Untuk lagu berkata pasif contoh saja: talambek, uda alah bapunyo, oi uda di rantau, lah harok denai mananti, kampuang alah langang, tagih nan indak ta antok-an, lah di palaminan basandiang jo urang lain.

Carilah sendiri kalau mau, akan bertemu kata-kata pasif didukung oleh music yang mendayu. Kata orang nilah yang melahirkan banyak sastrawan. Kata saya bukan, sastrawan lahir karena dongeng masa kecil.Sementara itu, kutbah berapi-api, kata aktif saja semua, meledak isi kepala, tapi keluar dari masjid lupa. Jumat depan diulang lagi, jika umur masih panjang. Sejak doeloe seperti itu, baik jemaah maupun khatib.

Ini bagian dari budaya pasif. Tapi, kalau tagisiah puncak kadanya, lonjaknya setinggi betang kerambil. Mengamuk dia. Dilawan benar, dia menunduk, “maksud saya tadi bukan begitu,” katanya. Namanya karengkang gadang.Minangkabau memang mesti memberi kekuatan pada peradabannya, dengan memikirkan ulang cara pergaulan dan bertindak. Kita suka berdiplomasi karena lemah di sisi lain.

Kita mahir akan hal itu, mahir berpidato, mahir menulis, namun lemah untuk aspek-aspek ekonomi. Tunggu dulu Mak, jangan alam pula disalah-salahkan. Daerah kita di pantai barat lah, tanah kita banyak gunung dan bukit serta lembah-lah. Macam-macam saja. Hahaha, jangan naik darah dulu.Saya dan mungkin juga Anda, terlena dengan “kita hebat.”

Kita menolak hal-hal buruk seperti LGBT, pendukung ateis, pancilok. Anggap enteng pengangguran. Daerah ini suka sekali, “kita akan ini, kita akan itu, maka kita akan begini, sekian tahun lagi.” Kenyataannya? Periksa saja sendiri. Angka pengangguran baru selalu muncul tatkala wisuda selesai.Wisuda memacetkan kota, setelah itu adik-adik tersebut dibiarkan lepas begitu saja. Pemerintah tidak menyiapkan lapangan kerja. Bagaimana bisa, pertumbuhan ekonomi saja rendah dari periode ke periode pemerintahan.

Ini kata orang pandai, karena masyarakat pasif, tak mau mencoba.Namun, kalau ada yang baru, bergeduru pula mereka lakukan. Tak mau ketinggalan. Yang satu membunuh yang lain. Kalau dibuat orang yang akan segeh, yang rancak, dia bagaduru dan mendudu ke sana. Selain itu banyak tukang palak.Pasif membuat malas, “maleh den mah, bekolah.” Tapi, apa benar, lagu dengan kata-kata pasif bisa berpengaruh pada cara bertindak? Tak tahulah saya. Yang saya tahu, lidah kita ini, yang punya 10 ribu titik pengecap ini, adalah alat untuk berkata-kata. Kata-kata melahirkan kebudayaan.

Dimanapun di dunia yang luas ini. Lidah bro. Tanpa lidah taka da kebudayaan. Jadi? Lagu itu indah nadanya, disukai, bahkan diharamkan oleh sebagian kalangan. Karena itu, besok-besok putar lagu yang riang dan banyak kata aktifnya.“Handeh banyak karajo nan lain mah, pokok-e ado lagu ancak, alah tu.”

Walau mantun, yang malas maka malas juga yang rajin tentulah rajin. Yang duduk-duduk saja dapat rezeki halal yang banyak, yang bekerja tunggang langgang, dapat sedikit, selalu ada. Maka, itulah sebabnya Tuhan memberi kita otak dan cara berpikir.Demikianlah kutbah hahaha. Demikianlah tulisan bergerah-gerah ini.Mana tahu Anda sedang tidak malas, ada isinya nih tulisan semacam ini. Perintang-rintang hari liburmu. Eee masih adakah orang baca Koran? Kembali ke Koran? Kata sebuah kampanye. Koran adalah pelabuhan yang damai bagi kapal yang kembali berlayar dari laut yang resah.(*)

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini