Corona: Kisah Perantau Ditikam Parasaian

×

Corona: Kisah Perantau Ditikam Parasaian

Bagikan berita
Foto Corona: Kisah Perantau Ditikam Parasaian
Foto Corona: Kisah Perantau Ditikam Parasaian

Khairul JasmiSeorang ibu dari Ranah Minang yang hidup di rantau orang, ditikam oleh parasaian. Musim corona yang kian hebat ini, ia terpaksa membuka lapaknya. Pilihannya mati tak makan atau mati karena corona.

Dan aparat datang, meminta agar si ibu menutup dagangannya. Ia berjualan pakaian."Kalau bisa Pak, kalau boleh ya Pak ya, kami butuh makan Pak, anak kami masih kecil-kecil," katanya tangannya bergerak ke bawah memberi penekanan dengan telapak tangan menghadap ke tanah, untuk meyakinkan petugas, anaknya masih kecil.

"Di luar mati karena corona Pak, di rumah mati tak makan, kan sama mati-mati juga Pak, apa Bapak tak kasihan sama kami," kata ibu berjibab ini melanjutkan ucapannya sembari membawa tangan kirinya ke dada, sementara tangan kanan memegang gulungan dagangannya, pakaian anak dan dalaman. Kepada aparat Polsek dan Koramil yang datang ia menjelaskan, cicilan boleh ditunda bayar, nyatanya tidak ada.Bisa ditunda tapi kena denda. Sdang, meminjam pada tetangga lama-lama kalau tak dibayar, juga tak bisa.Orang Minang ini mengatakan, ia juga mengerti soal corona, cuma pilihannya di rumah saja atau bekerja. Ia mengaku sudah 10 hari di rumah saja dan ketika itulah, ketiadaan menderanya. Lalu pada sepotong siang yang belum sempurna ia membuka lapaknya dengan harapan ada pembeli. Yang datang justru aparat. Dunianya terhenyak, untung aparat memakai pendekatan kemanusiaan. Menyimak keluhan si ibu.

Seperti orang kecil lainnya, ibu ini tak hendak membangkang pada pemerintah."Kalau ada solusi dari pemerintah, tolong kami, bantu kami sembako buat makan," katanya sembari merendahkan tubuhnya. Gerakan tubuh itu, seiraman dengan nada suaranya yang memohon, memberi isyarat bantuan sembako itu amatlah pentingnya.

Ia mengulag lagi, ' di luar mati karena corona, di rumah mati tidak makan.' Lalu, ia mengutip ujaran anaknya, "Bu minta makan Bu," kata itu meluncur begitu saja. "Kalau ndak racun saja kami semua," katanya.Aparat berjanji meyampaikan keluhan ibu bernama Yernis berasal dari Solok, yang tinggal di Kirana. Sepertinya sebuah kompleks perumahan di Cikarang.

Ibu beranak empat memakai jilbab syar'i warna hitam ini, terus memegang sisa dagangannya, sementara yang lain sudah ditata di lapak. Aparat berjanji menyampaikan keluhannya pada atasan. Mereka menyebut, hanya menjalankan tugas. Video berdurasi 02. 04 ini, selesai. Lalu beredar luas, seluas kengerian orang-orang miskin.PHK dimana-mana

Data terakhir menyebut ada PHK 1, 4 juta orang di berbagai perusahaan besar, seperti Ramayana, Indosat, Garuda dan lainnya.Sekali pukul, semua terjelentang, terkapar. Lalu mereka membawa tangis ke rumah. Ketika air mata masih berderai-derai, rupiah pun terkapar.

Warta ekonomi online, menulis: Perdagangan spot Kamis (9/4) baru saja dimulai, namun tanpa basa-basi mata uang global langsung membuat rupiah ambruk menjadi mata uang terlemah nomor satu di dunia. Pada menit-menit awal, rupiah masih stagnan di level Rp16.175 per dolar AS.Kurs rupiah memang "ngeri", tapi tak bisa dibanding dengan 1988, karena pemicunya berbeda dan gerakan rupiah juga tak sama. Apapun, hidup sulit karena sesuatu yang tak terpikirkan, di luar dugaan. Jangankan rakyat, pemerintah saja gagal, meski terus bekerja keras untuk mengatasinya. Syukurlah.

Sementara itu, PHK tak terhindarkan. Ada yang lebih baik, 'dirumahkan,' tak ada kerja, tak ada gaji. Jika suasana membaik kembali, masuk kerja lagi. Kapan? Itu masalahnya.Akan halnya video PKL 2 menit di atas, bisa mewakili suara perantau kecil, pedagang kecil, di hampir semua pasar di Indonesia.

Mereka berperang dengan diri sendiri. Pilihan amat sulit, tapi harus diambil. "Kami tahu Pak, tapi bagaimana lagi."'Bagaimana lagi' itulah yang masalah negara sekarang. Semua bermuara pada tindak-tanduk ekonomi, pada "Sumatera Tengah" pada kondisi ekonomi rakyat kecil. Pada kesigapan pemerintah membatu rakyatnya sendiri.

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini