Demi Kau dan si Buah Hati: Laut Jaya Tanjung Pinang

×

Demi Kau dan si Buah Hati: Laut Jaya Tanjung Pinang

Bagikan berita
Demi Kau dan si Buah Hati: Laut Jaya Tanjung Pinang
Demi Kau dan si Buah Hati: Laut Jaya Tanjung Pinang

Seorang anak buah kapal sedang mencuci piring, mungkin sehabis makan. Kapal kayu itu sandar di Laut Jaya, sebuah pelabuhan tua di Tanjung Pinang, Selasa (15/11).Di kapal itu, beberapa buruh sedang membongkar beras ke atas truk warna kuning.

Di kaca depan truk tersebut ditulis, "Demi Kau dan si Buah Hati." Ini lagu hebat Pance Pondaang yang dirilis 1989 dalam tungkus album, "Katakanlah".Bisa jadi sopir truk terpesona pada lagu itu. Atau, sesuai benar dengan jalan hidupnya.

Apapun itu, pelabuhan ini kecil saja, tapi saya saksikan toko-toko tua di jalan sempit pelabuhan itu, berjejer. Jualannya barang harian. Ada ikan teri kering yang menggoda. Sepertinya elok dibawa pulang.Mobil yang kami naiki bergerak memasuki kota. Tanjung Pinang adalah tapak kota bisnis. Saya mendengar nama ini, lebih 30 tahun silam, tapi baru ke sini sekarang.

Tanjung Pinang terletak di Pulau Bintan dekat sekali ke Pulau Penyengat, salah satu rumah bagi sejarah dan budaya Melayu itu. Di sinilah dulu sekali pusat Kerajaan Riau-Lingga. Pernah jadi ibukota Provinsi Riau, sebelum pindah ke Pekanbaru. Kini, Tanjung Pinang adalah ibukota Provinsi Kepulauan Riau.Kota Gurindam ini, luasnya 240 Km2 dengan jumlah penduduk 227 ribu lebih, dengan 4 kecamatan. Tanjung Pinang adalah kota yang pada suatu masa belum terlalu jauh ke belakang, punya barang-barang kualitas terbaik yang datang resmi atau diselundupkan dari Singapura. Barang itu disebut smokel. Itulah antara lain, kisah yang sampai ke daerah lain di luar Pulau Bintan.

Hidup di Tanjung Pinang nyaman, seperti juga hampir di semua pulau di gugusan Kepri. Berbagai kebutuhan tersedia, meski ada yang didatangkan dari luar.Kota ini pernah hendak ditinggalkan, ketika turis Singapura hampir-hampir tak datang lagi. Kejayaannya, kemudian seolah dirampas oleh Batam. Namun, tidak, Tanjung Pinang adalah kota yang terkenal.

Bandaranya Raja Haji Fisabilillah, sangat baik dan ramai pesawat mendarat di sana. Nama ini diambilkan dari pahlawan nasional yang gigih melawan Belanda.Tentu saja di sini pelabuhannya sangat penting seperti Pelabuhan Internasional Sri Bintan Pura, tapi kami berlabuh di Laut Jaya.

Penat melihat-lihat packingplant di sini, kami mampir ke rumah kakak Prof Werry Darta Taifur untuk melepas lelah dan silaturahmi. Tadi kami menikmati secangkir kopi di sebuah kafe. Nikmatnya tak terbada.Dan, ketika laut terbentang sudah bercumbu dengan langit kemilau kemuning saja, kapal cepat yang tadi membawa kami ke sini, segera pula bergerak ke Batam. Jika waktu pergi terasa nyaman, ketika balik, sepanjang perjalanan "ma-angguak-angguak" keras.

Malam telah mengantarkan angin kencang membuat laut berombak terus-menerus. Waktu tempuh sama, 45 menit.Sepanjang perjalanan, samar saya melihat nelayan satu dua di atas sampan, mungkin melaut. Bisa juga kembali pulang membawa lelah.

Tadi di Laut Jaya saya melihat kapal motor berpenumpang bergerak serong mendahului kapal kami, entah kemana. Mungkin pulau kecil lainnya. Terlihat seorang ibu dan seorang anak, serta dua laki-laki. Mereka mungkin pulang ke rumah, setelah menyelesaikan urusan di Tanjung Pinang.Saya sampai di Batam, melompat turun melewati kapal cepat Kepri-1, milik gubernur. Tadi di Tanjung Pinang, ketika masuk kapal, sejumlah pemuda dan wanita duduk di pelabuhan melihat laut mereka yang terbentang.

Di sini, di Batam, tak ada sesiapapun kecuali petugas pelabuhan dan kami bergegas naik mobil menuju pusat kota.Malam sempurna jatuh di sini. Suhu 29 derajat di layar HP saya. (*)

Editor : Eriandi
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini