Diperlukan Keteladanan Antisipasi Krisis Karakter di kala Pandemi

×

Diperlukan Keteladanan Antisipasi Krisis Karakter di kala Pandemi

Bagikan berita
Foto Diperlukan Keteladanan Antisipasi Krisis Karakter di kala Pandemi
Foto Diperlukan Keteladanan Antisipasi Krisis Karakter di kala Pandemi

PADANG - Hari masih menunjukkan pukul 08.00 WIB saat gawai Abdul Hamid berdenting tanda ada satu pesan masuk di aplikasi WhatsApp.Satu bulan sejak pandemi Covid-19 melanda Sumatera Barat pada pertengahan Maret 2020, pesan itu selalu masuk di jadwal yang sama hingga ia sudah sangat hafal. Pesan berisi tugas untuk anak semata wayangnya yang masih duduk di kelas 3 SD.

Tugas itu tidak hanya tentang materi pelajaran, tetapi juga berisi kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran serta indikatornya.Pandemi Covid-19 memang telah mengubah banyak hal termasuk di bidang pendidikan. Proses-belajar mengajar yang semula tatap muka di dalam kelas tiba-tiba harus dilakukan secara daring. Siswa bersekolah dari rumah. Materi pelajaran dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp oleh guru.

Sebagai orang tua, Abdul Hamid tentu tidak ingin pendidikan anaknya terhenti oleh Covid-19. Ia berharap anaknya tetap bisa belajar meski dengan cara yang tidak sama lagi dengan suasana sebelum pandemi melanda. Ia tidak mau anaknya "kehilangan" satu tahun waktu belajar. Ia tidak ingin anaknya terhambat menjadi "orang", lalu terpaksa mengikuti nasibnya sebagai tukang bangunan.Namun, keinginan itu seringkali tidak seiring dengan keadaan. Abdul Hamid menjadi pusing sendiri saat harus memilih pendidikan anaknya secara daring atau pergi bekerja tepat waktu. Keduanya sama-sama penting. Kalau ia memilih pendidikan anak, ia harus rela dimarahi mandor karena terlambat kerja. Bisa-bisa malah dikeluarkan dari pekerjaan. Tapi kalau memilih bekerja, pendidikan anaknya jadi terbengkalai.

Guru anaknya di sekolah memang telah memberikan waktu agak longgar untuk jadwal pengumpulan tugas hingga pukul 21.00 WIB. Saat ia pulang kerja, anaknya masih bisa mengerjakan tugas. Namun, pada jam-jam itu, lelah sudah sangat menggerogoti tubuhnya. Ia sulit untuk membantu anaknya belajar.Pengamat Komunikasi Universitas Andalas (Unand), Najmuddin M Rasul menilai kasus-kasus yang membuat orang tua tidak bisa aktif membantu pendidikan anak saat pandemi sangat banyak ditemukan. Sebagian besar alasannya adalah karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Alasan yang memang sangat logis.

Persoalan lain yang kadang ditemukan adalah latar belakang pendidikan orang tua yang rendah sehingga tidak bisa membantu membimbing anak belajar di rumah. "Langkah awal untuk pendidikan baik transfer ilmu maupun penguatan karakter saat sekolah daring dari rumah adalah komunikasi yang baik antara guru dan orang tua. Pelibatan orang tua menjadi wajib," katanya.Guru perlu menginformasikan Rencana Pembelajaran Siswa dan kurikulum pada siswa dan orang tua agar sama-sama bisa memahami target yang ingin dicapai. Guru juga harus inovatif dalam memberikan materi. Tidak monoton sehingga siswa tidak bosan. Juga perlu diperhatikan disiplin dalam menjalankan pembelajaran.

Namun, kondisi di lapangan, banyak orang tua yang terkendala, tidak bisa mendampingi anaknya saat bersekolah daring dari rumah. Tetapi kendala itu menurutnya bisa menjadi momentum mendorong masyarakat terlibat aktif dalam pendidikan dan penguatan karakter siswa untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila di masa pandemi."Selama ini memang ada wacana masyarakat dilibatkan dalam pendidikan, namun faktanya masih sangat minim. Keterlibatan itu baru terlihat dalam hal komite sekolah. Ini momentum mewujudkan wacana itu," katanya.

Peran masyarakat sekitar bisa diperluas sehingga bisa ikut mengawasi siswa di lingkungannya. Siswa yang "tergelincir" pada kesalahan-kesalahan yang mulai umum terlihat seperti merokok, main game saat jam sekolah hingga tawuran, yang bertolak belakang dengan nilai-nilai Pancasila, bisa dicegah dan diminimalkan.Masyarakat yang dimaksud seperti ketua RT/RW, pengurus masjid, tokoh agama hingga pegawai di tingkat kelurahan yang kemungkinan bisa berintegrasi dengan siswa dan orang tua siswa, walaupun tetap mengedepankan protokol kesehatan.

Namun, perluasan peran masyarakat itu tidak bisa serta merta terjadi. Hal itu bergantung pada kemampuan guru, kepala sekolah dan dinas pendidikan setempat untuk membangun jejaring dengan masyarakat terutama pada masa pandemi."Jadi di masa pandemi, guru dan kepala sekolah bukannya harus mengisolasi proses pendidikan hanya melalui daring (online) saja. Tetapi malah harus berfikir untuk meningkatkan jejaring dengan orang tua dan masyarakat tempat tinggal siswa agar proses belajar mengajar serta mendidik bisa lebih maksimal," katanya.

Ubah cara mendidikSekolah memiliki data base tentang siswa diantaranya rumah tempat tinggal. Guru membangun jejaring dengan mengenal ketua RT/RW dan pengurus masjid atau tokoh agama di dekat lokasi siswa tinggal. Memiliki nomor telpon atau whats app mereka agar komunikasi bisa terjalin dengan tetap menjaga jarak.

"Kalau nanti misalnya orang tua siswa tidak bisa berperan maksimal dalam membantu pendidikan karakter siswa saat sekolah dari rumah, peran masyarakat inilah yang bisa diandalkan," katanya.Masyarakat bisa diharapkan menanyakan atau meninjau pendidikan siswa tersebut dan berkomunikasi dengan guru untuk mencari solusi jika terdapat kendala.

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini