Oleh: Hengki Andora
(Dosen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas)
Akhirnya, yang ditunggu-tunggu datang juga. Per 17 April 2020, Kementerian Kesehatan mengizinkan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah Sumatera Barat. PSBB dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran Covid-19.
Keputusan Menteri Kesehatan tersebut mengindikasikan dua hal. Pertama, telah terjadi peningkatan signifikan jumlah kasus dan/atau kematian akibat Covid-19 dan penyebarannya yang cepat ke beberapa wilayah Sumatera Barat. Kedua, tiada lagi waktu berleha-leha karena ini sudah masuk ke area yang sangat darurat dan serius. Jumlah warga yang terpapar Covid-19 sudah mencapai 71 orang dan tersebar di 11 kabupaten/kota di Sumatera Barat.
Konsekuensi Penerapan PSBB
PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Meskipun sama-sama merupakan bagian dari bentuk penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah, PSBB berbeda dengan Karantina Wilayah. PSBB itu dilakukan dalam bentuk membatasi kegiatan tertentu penduduk dengan tujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit. Sementara itu,
Karantina wilayah merupakan pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi. Jika pemerintah menetapkan Karantina Wilayah, maka wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus menerus oleh pejabat karantina kesehatan dan kepolisian yang berada di luar wilayah karantina.
Dengan keluarnya persetujuan Menteri Kesehatan tentang penetapan PSBB, pemerintah provinsi berwenang melakukan pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk mencegah penyebaran Covid-19. Pembatasan yang dilakukan adalah terhadap pergerakan orang/barang, bukan pembatasan atau penutupan wilayah. Pelaksanaan PSBB meliputi: (1) peliburan sekolah dan tempat kerja; (2) pembatasan kegiatan keagamaan; (3) pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum; (4) pembatasan kegiatan sosial dan budaya; (5) pembatasan moda transportasi; dan (6) pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan. PSBB dilakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu selama 14 hari. Jika masih terdapat bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir.
Pemerintah orovinsi menargetkan pelaksanaan kebijakan PSBB mulai Rabu 22 April 2020. Sebagai konsekuensinya, segala instrumen kebijakan harus tuntas sebelum itu, baik berupa ketersediaan anggaran, teknis operasionalisasi jaring pengaman sosial untuk kabupaten/kota, pola koordinasi dan pendampingan kabupaten/kota, maupun peraturan gubernur dan petunjuk teknis lainnya. Di samping itu, lemerintah orovinsi harus secara konsisten mendorong dan mensosialisasikan pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat. Tak kalah penting, edukasi terhadap pola penularan Covid-19 dan kebijakan PSBB perlu senantiasa disampaikan secara sistematis dan masif dengan melibatkan segenap elemen masyarakat.
Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat
Keberhasilan penerapan PSBB amat ditentukan oleh kesadaran masyarakat. Sebagus apa pun program dari Pemerintah, namun tidak didukung oleh oleh kesadaran masyarakat, maka penerapan PSBB akan gagal. Covid-19 akan semakin merajalela dan semakin sukar dibendung laju penyebarannya.
Masyarakat yang tidak tahu masih bisa diedukasi dan diberi pengertian. Akan tetapi, masyarakat yang tidak mau tahu dan “mada” perlu diberi terapi kejut.
PSBB merupakan bentuk penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah selain dari Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, dan Karantina Wilayah. Ketentuannya diturunkan dari UU No. 6 Tahun 2008 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam UU tersebut diatur hak dan kewajiban masyarakat, beserta sanksi yang menyertainya.
Terkait dengan PSBB, setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Ada dua kewajiban yang harus dipatuhi.
Pertama, setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Kedua, setiap orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2008 menegaskan bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah. Ancaman pidana yang menanti tidak main-main, pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak seratus juta rupiah.
Penegakan hukum melalui hukum pidana tentu tidak diinginkan dalam kondisi yang serba sulit pada saat ini. Suatu situasi yang sama-sama tidak kita inginkan. Hati siapa yang tidak akan merasa iba jika selama ini rutin shalat lima waktu ke mesjid, tiba-tiba dilarang melaksanakan shalat di mesjid. Hati siapa yang tidak teriris-teriris jika selama ini bisa berkumpul dengan keluarga tercinta, namun kini dibatasi dan bahkan dilarang. Hati siapa yang tidak remuk redam, pundi-pundi keuangannya hancur dan tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kita harus bersabar dan menahan diri, setidak-tidaknya selama 14 hari yang menjadi masa inkubasi Covid-19. Kita tidak memiliki pilihan lain.
Rantai penularan Covid-19 hanya bisa diputus dengan cara membatasi pergerakan dan mamatuhi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Protokol kesehatan tersebut antara lain disiplin menggunakan masker, menjaga jarak fisik, tidak berkerumun, dan rajin mencuci tangan. Keberhasilan PSBB membutuhkan kesadaran warga masyarakat. Kita sebagai warga masyarakat harus bisa menahan diri tidak bepergian selama keperluannya tidak mendesak. Jika kita sama-sama mendiplinkan diri, Insya Allah kita akan merasakan syahdunya gema takbir dan pekik kemenangan di ujung ramadhan 1441 H.