Ekspektasi Masa Pandemic

×

Ekspektasi Masa Pandemic

Bagikan berita
Foto Ekspektasi Masa Pandemic
Foto Ekspektasi Masa Pandemic

ElfindriProfesor ekonomi SDM dan Dir SDGs Unand

Sekalipun banyak literatur yang mengungkap bagaimana resesi sewaktu tahun 1930-an, resesi ekonomi saat ini berbeda. Beda utamanya adalah faktor pemicu resesi. Utamanya karena Covid-19, yang penularannya antar negara.Setelah satu negara asal pandemic Wuhan China relatif menurun masalahnya, masalah di negara seperti di Eropa dan Amerika Serikat, sedang memuncak. Terus ada indikasi yang kuat, masalah yang sama baru saja menaik, di berbagai negara Afrika dan Asia Maghribi.

Padahal selama pandemic, katakan semenjak Januari 2020, belum adanya tanda-tanda yang jelas, kapan mulainya pemulihan ekonomi. Kalaupun pada masing-masing negara, upaya untuk mencari keseimbangan baru. Bahwa garis pilihan pada upaya pemulihan kesehatan tidak selalu bertahan, mengingat garis pilhan itu sedikit sudah mulai diarahkan pada kombinasi penanganan kesehatan dan persiapan recovery ekonomi.Ini yang dilakukan oleh Uni Eropa, dimana mulai mengalokasikan exit strategy bagaimana bussiness savety nets disiapkan. Demikian juga dengan alokasi penalangan akibat resesi di Amerika Serikat.

Ekspektasi KonsumenSambilmelihat dan menyiapkan seluruh upaya untuk pemulihan ekonomi, sebagaimana biasanya Bank Indonesia selalu melakukan survey. Tidak saja masa sekarang, tetapi pada masa masa ekonomi ‘normal’ pun data ekspektasi dan arah keinginan konsumen dipelajari.

Data yang paling menarik dilihat adalah semenjak, Februari sampai April 2020. Data bulan Mei masih belum ke luar. Tapi dari pergerakan tiga bulan terakhir, dapat ditarik trend, akan lebih menurun dibandingkan posisi data bulan April terakhir.Apa yang menarik, dari tiga indikator ekspektasi konsumen; ekspektasi penghasilan, ekpektasi lapangan kerja, dan ekspektasi kegiatan usaha, maka ketiga ekpektasi itu menunjukkan tanda yang semakin menurun lebih cepat pada April 2020.

Gambar 1: Ekpektasi KonsumenTanda-tanda penurunan itu justru sudah lebih dulu, pada bulan Maret 2020, dan kemudian semakin tajam mulai bulan April 2020. Ini menandakan begitu cepatnya tekanan pasar kerja, kemudian pengurangan penghasilan, dan seterusnya ekspektasi dunia usaha (Gambar 1). Mengingat ketiga aspek itu berkaitan dengan ‘dampak’ kebijakan, maka upaya untuk fokus pada penyelesaian masalah kesehatan nampaknya memerlukan upaya relaksasi untuk pemulihan ekonomi.

Fenomena yang sama juga bisa dilihat, bahwa trend dari perkembangan indeks ekonomi. Jika nilainya di atas 100, maka masih dainggap optimis, dan jika di bawah 100, masuk ke dalam kategori pesimis (Gambar 2).Ketersediaan lapangan kerja memang sudah lebih dulu pesimis, yang semakin memburuk. Namun pada dua indicator lainnya untuk penghasilan dan pembelian barang tahan lama, hingga bulan maret masih menunjukkan tanda optimis, namun pada bulan April 2020 sudah menunjukkan anjlok menjadi pesimis.

Pesimis, tentunya pada dunia usaha, mengingat semakin berjalannya regulasi untuk pembatasan aktifitas ekonomi. Semakin ketatnya pengendalian kerja di rumah, semakin ditutupnya aktifitas bisnis, telah pula berdampak ikutan terhadap sektor-sektor lainnya.Berkaca pada kejadian yang dialami oleh Amerika Serikat, Survey Deutsce Bank memperlihatkan pemulihan untuk bisnis restoran diperkirakan bisa mencapai paling cepat 12 minggu semenjak diberlakukan pelonggaran aktifitas ekonomi.

Survey McKenskey and Company juga memperlihatkan di Indonesia bahwa perubahan pola berbelanja konsumen, dari mayoritas selama ini di Pasar Tradisional, Toko Kelontong dan Toko Serba ada, hampir mengkover keperluan konsumen sebanyak 56%, pada masa Pandemi, konsumen hanya memanfaatkan tiga tempat berbelanja itu sebanyak 10% nya.Apalagi hypermarket/supermarket, jelas sudah sangat sedikit memberikan fungsi. Fungsi tempat berbelanja ada pada perantara virtual, serta bussines eceran kampas atau sepeda motor rumah ke rumah masih memerankan.

New (next) NormalBagaimanapun, upaya untuk membantu pemulihan ekonomi masih bertumpu pada aspek konsumsi. Upaya untuk mempercepat realisasi program pro-kemiskinan justru akhirnya bisa berkontribusi terhadap penumbuhan ekonomi.

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini