Fenomena Nurhayati Subakat

×

Fenomena Nurhayati Subakat

Bagikan berita
Foto Fenomena Nurhayati Subakat
Foto Fenomena Nurhayati Subakat

Oleh: Dirwan Ahmad DarwisHARI-hari belakangan ini jagat media sosial (khususnya Minangkabau) diharu-birukan oleh sosok Nurhayati Subakat, seorang pengusaha konglomerasi nasional asal Padang Panjang Sumatera Barat. Bagaimana tidak, pendiri PT Paragon Technology and Innovation (PTI) yang memproduksi alat kosmetik terkenal “Wardah” itu menyumbang Rp40 Miliar kepada beberapa rumah sakit di Jakarta untuk membantu penanganan wabah virus corona atau Covid19 yang kini sedang mengganas menyerang penduduk dunia.

Di tengah carut-marutnya dunia politik Tanah Air dampak dari pemilu yang lalu, hingga kini nampaknya masih menyisakan keresahan yang tak berkesudahan. Masyarakat terkotak-kotak akibat sistem multi partai, kita terpecah-pecah dalam politik kepentingan, inilah kondisi masyarakat yang tanpa disadari telah terjerumus ke dalam situasi “devide et impera” jilid dua. Kita benar-benar tidak sadar bahwa ada tangan-tangan tersembunyi (invisible hands) yang senantiasa bermain mengacaukan keadaan, agar bangsa ini tidak akan pernah maju secara bersama menjadi negara kuat. Ini akibat para pemimpin dan cendikiawan kita tidak benar-benar memahami politik luar negeri, sehingga tidak mengetahui siapa lawan maupun kawan. Dalam kekacauan yang diciptakan ini, tangan-tangan itu dengan tenang dan leluasa menjalankan agendanya, sementara kita sibuk bercakar-cakaran sesama sendiri, sebangsa dan setanah air.Saya tidak ingin mengkritik siapa-siapa, jangankan mengkritik memuji seseorang yang kebetulan berlawanan politik saja dengan salah satu dari kelompok mereka, maka tanpa tedeng aling-aling akan ada saja seseorang menghantam dan menuduh saya begana begini. Saya tercenung, benar-benar dahsyat kondisi masyarakat kita sekarang. Ranah Minangkabau yang dikatakan beradat, beradab dan Islami itu kini hanya tinggal kenangan, hanya sebagai pemanis kata mengenang kejayaan masa lalu, pada hal kita ini sudah keropos.

Dalam keadaan bangsa yang sedang menderita kekacauan mental dan spiritual ini, dalam kondisi suara ulama tidak lagi didengarkan, ketika masyarakat menghadapi ketiadaan tokoh pemimpin yang mengayomi, peduli dan cepat tanggap, dalam kondisi kita kegersangan tokoh-tokoh cendikiawan yang mampu menjadi pencerah dan penengah di tengah kegalauan, dalam keadaan ketakutan dan kegelisahan menghadapi isu virus corona, maka dalam keadaan beginilah seorang Nurhayati Subakat tiba-tiba muncul bagaikan memberi seteguk air dalam kehausan, menyiram di tengah kegersangan.Kebanggan saya sebagai orang Minangkabau tiba-tiba muncul, ternyata masih ada tokoh kita yang peduli, yang selama ini tidak menampilkan dirinya hanya karena keberhasilannya, hanya karena kekayaannya. Memang benar, emas atau berlian asli itu tidak akan pernah sengaja menampakkan dirinya, kecuali ia dicari.

Secara pribadi saya tidak mengenal sosok Nurhayati Subakat, adalah dulu-dulu, sekali dua kali sempat komunikasi dalam sebuah group WA, hanya itu! Tulisan ini saya buat bukan untuk memuja muji karena menginginkan sesuatu, bukan juga karena sumbangannya yang Rp40 miliar itu. Tapi ini adalah semacam rasa keterharuan sebagai orang Minangkabau, karena pengabdian seorang anak bangsa, seorang perempuan Minangkabau yang menyumbang kepada bangsanya, kepada masyarakatnya pada waktu dan tempat yang tepat. Tulisan ini bukan pula sekadar mengamati Nurhayati melalui medsos, tapi saya terlebih dahulu melakukan penelusuran dari berbagai sumber.Dari foto-foto yang beredar di media sosial, sekilas Nurhayati memang terkesan sederhana dan ikhlas, saya memakai jurus pribahasa Minangkabau “nan lahie manunjuakkan nan bathin”. Kemudian dalam satu wawancara eksklusif dengan salah satu media nasional, saya memperhatikan ekspresi bahasa tubuhnya, kata-kata, pakaian serta perhiasan yang dipakai, hingga saya berkesimpulan bahwa beliau memang sosok “Bundo Kanduang” Minangkabau dengan kepribadian yang sederhana, ikhlas dan mempunyai pegangan agama yang kuat.

Dalam wawancara tersebut Nurhayati menyampaikan bahwa keberhasilan itu dicapainya melalui konsep “mau & bisa” (ada kemauan dan punya kemampuan), lalu diiringi dengan bekerja keras, sabar, jangan ingin cepat besar dan kaya, serta tetap memelihara sifat rendah hati dan tidak sombong. Di akhir wawancara ia menjelaskan bahwa prilaku yang ikhlas, lebih sabar dan lebih peduli kepada orang lain merupakan wujud amalan kepercayaan kepada Allah SWT, dengan memelihara sifat kepedulian terhadap orang lain itu membuatnya lebih bersemangat. Sebuah pelajaran prinsip hidup yang berharga dari seorang Nurhayati Subakat.Lalu pikiran saya menerawang, Nurhayati bukanlah satu-satunya sosok orang kaya di Indonesia, lebih khusus dalam lingkungan orang-orang Minangkabau, pada kemana mereka ya? Begitu juga dengan para politisi yang kini sudah duduk nyaman sebagai wakil rakyat, yang dulu penuh dengan janji-janji kampanye ingin mensejahterakan rakyat, mengapa sunyi dalam sepi? Inilah waktunya menunjukkan simpati dan empati, jangan sampai sopir taksi dan ojol demo dulu baru bergerak, karena wabah virus corona kini tak pernah berhenti menyerang.

Pak gubernur, bupati dan walikota, cepatlah bertindak sebelum terlambat, peristiwa tragis di Itali dan Spanyol bukan tidak mungkin bisa terjadi kepada kita, dan kalau Allah berkehendak, cukupkah tempat tidur di seluruh rumah sakit kita? Cukupkah tenaga medis dan peralatan kita? Cukupkah petugas-petugas mendukung tenaga medis? Cukupkah uang kita? Mencegah adalah lebih baik daripada mengobati. Semoga Allah SWT melindungi kita semua. Terima kasih.

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini