Gubernur 7% dan Manajemen Fiskal Daerah

×

Gubernur 7% dan Manajemen Fiskal Daerah

Bagikan berita
Foto Gubernur 7% dan Manajemen Fiskal Daerah
Foto Gubernur 7% dan Manajemen Fiskal Daerah

Ilham Aldelano Azre(Dosen Administrasi Publik FISIP Unand, Peneliti Spektrum Politika)

Dalam beberapa waktu belakangan ini akademisi (Prof Elfindri), ekonom nasional (Ronny Sasmita) dan jurnalis senior/Pemred Singgalang (Khairul Jasmi) menulis tentang Gubernur 7%, sebuah angka yang tidak menunjukan popularitas, akseptabilitas ataupun elektabiltas dalam kontestasi politik. Ini angka pertumbuhan ekonomi yang “harus” dicapai oleh gubernur Sumbar terpilih nantinya. Kebetulan diskusi ini juga dibahas dalam WA Group TOP 100 yang penulis juga tergabung dengan tokoh-tokoh tersebut.Ronny Sasmita dalam tulisannya di Singgalang menjelaskan mengenai proyeksi pengeluaran masyarakat untuk mendapatkan angka kenaikan di tahun pertama sekira 1 persen, maka dibutuhkan dorongan pengeluaran sebesar rata-rata Rp6 triliunan pertahun dalam lima tahun masa pemerintahan gubernur baru. Detailnya Rl4-8 triliun selama lima tahun (PDRB Sumbar plus minus Rp62 triliun). Artinya jika di tahun 2021 angka PDRB sekitar Rp68 triliun (asumsi 2019 dan 2020 pertumbuhan 5 persen), maka dibutuhkan PDRB sekitar Rp72 triliun di 2021 untuk pertumbuhan 6 persen (6 % dari Rp68 triliun adalah Rp4,08 triliun).

Dan diperlukan pertumbuhan nominal sebesar Rp5 teiliun (PDRB menjadi Rp77 triliun) pada tahun 2022 untuk mendapat angka 7 persen. Jika angka 7 persen diasumsikan tetap sampai 2025, maka PDRB Sumbar jadi sekitar Rp94 triliun di akhir masa jabatan gubernur baru.Untuk mencapai hal ini seperti yang dikatakan Ronny Sasmita bukanlah sebuah hal yang mudah. Tentunya diperlukan aliran dana modal baik dalam bentuk investasi ataupun permodalam perbankan yang tentu saja menjadi katalisator dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Minggu lalu penulis juga berdiskusi dengan Kepala OJK Sumbar bersama Jaringan Pemred Sumbar mengenai struktur kredit yang diberikan perbankan kepada masyarakat/dunia usaha yang masih didominasi oleh sektor konsumtif. Di sisi lain PDRB Sumatera Barat dipengaruhi oleh sektor pertanian dan perdagangan. Hal ini tentu saja juga menimbulkan kegamangan tersendiri untuk mencapai angka tersebut. Lanjut halaman 2...

Manajemen Fiskal Daerah

Kemampuan gubernur dalam mencapai angka 7% tersebut tentu saja harus diiringi oleh Manajemen Fiskal dalam pengelolaan anggara belanja daerah, memang anggran belanja daerah/APBD Sumbar tidak memberikan kontribusi yang signifikan secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, akan tetapi anggaran belanja/fiskal daerah bisa menjadi alat pendorong yang signifikan dalam mendorong investasi, pembukaan lapangan pekerjaan serta mendorong tumbuhnya sector pertanian dan perdagangan sebagai roh ekonomi Sumatera Barat.Gubernur tidak hanya memiliki kewenangan dalam pengelolaan APBD provinsi yang nilainya kurang lebih Rp7 triliun, akan tetapi juga memiliki kewenangan untuk mengevaluasi APBD kabupaten dan kota.

Anggaran yang dimiliki daerah merupakan alat kebijakan fiskal pemerintah yang dipakai untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui APBD bisa kita ketahui arah kebijakan pemerintah daerah untuk mendorong, memfasilitasi dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah (Mardiamo ,2018).Oleh sebab itu gubernur Sumbar yang akan datang harus bisa menguasai manajemen fiskal daerah sehingga pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dapat terwujud. Kita kadang banyak melupakan hal ini, kemampuan penguasaan fiskal kepala daerah menjadi hal yang penting mengingat masih rendahnya kualitas aparatur negara yang notabene mesin penggerak anggaran daerah ini. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Prof Irwan Prayitno mengenai SDM aparatur negara di lingkungan Provinsi Sumatera Barat. ------> lanjut halaman 3 ...

APBD Value For Money ?Konsep Value For Money menurut Mardiasmo (2018) mengedepankan prinsip sebagai berikut:

  1. Ekonomis, sejauh mana organisasi publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
  2. Prinsip Efisiensi, pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu, menerapkan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja yang telah ditetapkan.
  3. Efektivitas, akurasi dalam tingkat pencapaian program apakah anggaran/program pemerintah dapat memberikan impact/dampak sesuai dengan apa yang diharpkan untuk mendorong ekonomi masyarakat.
  4.  Keadilan, adanya kesempatan sosial yang sama dalam mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas dan kesejahteraan ekonomi.
  5. Pemerataan, penggunaan uang publik haruslah mampu menjangkau semua kelompok masyarakat.
  6. Editor : Eriandi, S.Sos
    Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini