Gugatan Altrax, Jawaban Pasura Bina Tambang Dinilai Tak Berdasar

×

Gugatan Altrax, Jawaban Pasura Bina Tambang Dinilai Tak Berdasar

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (ist)

PADANG – Kuasa hukum PT Altrax 1978 meminta majelis hakim menolak seluruh jawaban PT Pasura Bina Tambang, karena dalil tergugat keliru dan tidak berdasarkan hukum.

“Gagalnya kegiatan penambangan tergugat di lahan milik PT. Karbindo Abesyapradhi, tetap tidak menghilangkan kewajiban pembayaran tergugat kepada penggugat. Sebab, curah hujan tersebut tidak membawa perubahan yang radikal pada tergugat, dan tidak mengubah luas lingkup kewajiban yang harus dilakukan tergugat,” ujar Rahmi Jasim dan Erlina Ekawati, kuasa hukum penggugat dalam repliknya di Pengadilan Negeri Padang, Senin (26/8).

Dijelaskan, gagalnya kerjasama produksi batubara atau kegiatan penambangan antara PT Pasura Bina Tambang dengan PT. Karbindo Abesyapradhi bukanlah tanggung jawab penggugat, karena PT Altrax 1978 tidak ada hubungan dengan PT. Karbindo Abesyapradhi. “Kerja sama produksi batu bara antara tergugat dengan PT. Karbindo Abesyapradhi adalah hubungan hukum yang berdiri sendiri. Sementara jual beli spare part dan jasa servis antara penggugat dan tergugat adalah hubungan hukum yang tersendiri pula. Hal ini dibuktikan dengan adanya 23 purchase order (PO) dan invoice (tagihan) pembelian spare part dan jasa service dari penggugat kepada tergugat,” tutur Rahmi Jasim.

Apalagi penggugat sebagai penjual telah menyerahkan hak kebendaan dan jasa kepada tergugat, maka tergugat diwajibkan untuk membayar harga yang telah dijanjikan. “Setelah barang (spare part) diterima oleh tergugat, mengenai gagalnya kegiatan penambangan karena curah hujan bukanlah resiko yang harus penggugat tanggung, karena untuk itu adalah perjanjian dan hubungan hukum tersendiri antara tergugat dengan PT. Karbindo Abesyapradhi,” tegasnya.

Baca Juga:  APBD Sumbar 2016 Sebesar Rp4,19 Triliun  

Erlina Ekawati menambahkan, hubungan antara PT Pasurana Bina Tambang dan PT. Karbindo adalah kerja sama peningkatan hasil produksi batubara. Oleh sebab itu, segala resiko yang ditimbulkan atau diterima oleh tergugat dalam kaitan kerjasama tersebut, bukanlah urusan dan tanggung jawab penggugat, melainkan adalah ranah manajemen dan pengendalian resiko kerjasama antara tergugat dan PT. Karbindo.

Sehingga gagalnya kegiatan penambangan tergugat sebagaimana dinyatakan dalam jawabannya point 6,7,8 dalam pokok perkara tidaklah merupakan suatu keadaan memaksa yang dapat membebaskan dari kewajiban pembayaran hutang kepada penggugat. “Keadaan memaksa diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata tidak dapat digunakan dalam kontrak atau perjanjian jual beli antara penggugat dengan tergugat,” katanya.

Hal tersebut menunjukkan alasan tergugat untuk mengaburkan tanggung jawabnya dengan force majeure tidak relevan dalam konteks perkara ini. Terlebih, tergugat telah menerima barang tersebut secara utuh sesuai PO dan invoice yang diterbitkan.

“Curah hujan yang tinggi bukanlah alasan bagi tergugat untuk menghilangkan kewajiban kepada penggugat. Ditambah lagi resiko curah hujan tinggi berada dalam kaitan kerjasama tergugat dengan PT. Karbindo, dan keadaan alam tentang hujan telah menjadi hal yang biasa dalam kegiatan penambangan. Intinya adalah, sebagai penjual, penggugat telah memberikan barang dan jasa servie kepada tergugat,” jelas Eka.

Apalagi keadaan memaksa berupa curah hujan dalam jawaban tergugat bukanlah suatu keadaan yang bersifat absolute (mutlak), melainkan temporer (sementara waktu). Artinya, jika pun tergugat memaksakan hal tersebut berada dalam kategori kedaan memaksa, maka setelah peristiwa tersebut berhenti, tergugat wajib kembali untuk memenuhi prestasi.