Hari Bela Negara, Banang Sahalai Bernama PDRI

×

Hari Bela Negara, Banang Sahalai Bernama PDRI

Bagikan berita
Foto Hari Bela Negara, Banang Sahalai Bernama PDRI
Foto Hari Bela Negara, Banang Sahalai Bernama PDRI

[caption id="attachment_61745" align="alignnone" width="650"] Ratusan pasukan resimen mahasiswa (Menwa) tiba di Lurah Kincia, Situjuah Batua, Situjuah Limo Nagari, Limapuluh Kota, jelang ikut dalam upacara Hari Bela Negara yang berlangsung di GOR Singa Harau, Selasa (19/12) hari ini. Rombongan disambut langsung Bupati Irfendi Arbi. (Muhammad Bayu Vesky)[/caption]SARILAMAK - Nyaris ambruk, lalu lenyap dari peta yang baru saja dibuat. Peta basah dan belum selesai itu bernama Indonesia. Masa-masa genting itu terjadi ketika tokoh kita yang aling hebat ditawan Belanda: Soekarno dan Hatta. Hari ini, Bela Negara diperingati.

Di suatu tempat di tengah rimba raya di Sumatera , sender radio Auri menyiarkan lahirnya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Serangan balik yang tak terduga.Dada anak bangsa bergemuruh. Ibu-ibu Minangkabau mengantarkan tak tebilang banyaknya nasi bungkus. Memberikan pada tokoh-tokoh hebat, Pak Syafruddin Prawiranegara dan rombongan.

Pada sepotong malam yang belum matang, 19 Desember 1948, Syafrudin Prawiranegara, Mr Muhammad Rasyid dan kawan-kawan pejuangnya, meninggalkan Bukittinggi. Tujuannya Halaban, sebuah desa di kaki Gunung Sago, Limapuluh Kota.Di desa dingin kebun teh dan tebu itu, diproklamirkanlah PDRI, pergerakan nan fenomenal. Jika saja tak ada PDRI, maka Jogjakarta yang jatuh ke tangan Belanda adalah halaman terakhir sejarah Indonesia.

Sedangkan yang baru ditulis, PDRI: Sehelai benang (banang sahalai) dari sejarah bangsa ini, punya arti amat kuat. Sementara di sana, di Pulau Jawa, proklamator tercinta sudah ditawan Belanda. Jendral Soedirman yang tak pernah putus wudu' itu, terus berjuang dan bergerak di dalam hutan. Memberikan dukungan pada PDRI.Pada 22 Desember 1948 di Halaban, Mr. Syafruddin Prawiranegara menggelar rapat bersama rombongan. Diputuskan, membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pak Syafrudin jadi Ketuanya. Merangkap Menteri Pertahanan, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri ad interim.

Sedangkan Mr. T. M. Hassan, Wakil Ketua PDRI yang merangkap Menteri Dalam Negeri/Menteri PPK/Menteri Agama. Kemudian, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Menteri Keamanan/Menteri Sosial, Pembangunan, Pemuda.Ada lagi diputuskan, nama Mr. Lukman Hakim, sebagai Menteri Keuangan/Menteri Kehakiman, Ir. Mananti Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum/Menteri Kesehatan dan Ir. Indracaya, Menteri Perhubungan/Menteri Kemakmuran.

"Kepada seluruh Angkatan Perang Negara RI kami serukan: Bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak kalau belum ada perintah dari pemerintah yang kami pimpin. Camkanlah hal ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh," begitu sepotong pidato Syafrudin Prawiranegara, pada 23 Desember.Bergerak dari hutan ke hutan, PDRI sempat disindir penjajah Belanda sebagai singkatan dari Pemeirntah Dalam Rimba Indonesia. Ini terjadi, lantaran rombongan pejuang PDRI, harus menggotong radio dari semak ke semak, belukar ke belukar dan rimba belantara.

"Tapi, Belanda waktu negerinya diduduki Jerman, pemerintahnya mengungsi ke Inggris. Padahal menurut UUD-nya sendiri menyatakan bahwa kedudukan pemerintah haruslah di wilayah kekuasaannya. Apakah Inggris jadi wilayah kekuasaan Belanda? Yang jelas pemerintah Belanda tidak sah," balas Syafrudin.Beberapa lama di Halaban, rombongan PDRI sendiri, dalam buku Peristiwa Situjuah dan Mata Rantai PDRI karya Fajar Rillah Vesky disebutkan, Syafrudin Prawiranegara dan MR Muhammad Rasyid, membagi dua rombongan.

Pertama, Mr Muhammad Rasyid ke Koto Tinggi, Gunuang Omeh (kini di lokasi tersebut tengah dibangun Monumen Nasional PDRI,-red) dan kedua, rombongan dipimpin Syafrudin Prawiranegra.Nah, rombongan Syafrudin, melakukan perjalanan ke Bangkinang, Kampar dan terus ke Lipat Kain. Dari Lipat Kain ini, melawan arus sungai, rombongan melanjutkan perjalanan ke Pulau Punjuang.

Berikutnya, perjalanan PDRI dilanjutkan ke Sangir dan Bidar Alam, Solok Selatan. Kondisi ini berlangusng berbulan-bulan. Kedua rombongan, baru bertemu kemudian hari di Silantai, Sumpur Kudus sebelum mandat PDRI diserahkan dan dibacakan kembali di Koto Kociak, Limapuluh Kota, yang diawali dengan perundingan.Avro Anson

Dalam tulisannya, tokoh pers Khairul Jasmi menyebut, demonstrasi nasi bungkus pernah terjadi Bukittinggi setelah perjuangan fisik 1948. Kala itu ibu-ibu Minangkabau kecewa sebab para petinggi lupa, bahwa mereka bisa bejuang berkat nasi bungkus.

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini