Oleh. Dr. H. Mafri Amir
Pagi Sabtu sekitar pukul 06 lebih dedikit, saya mendapat kiriman WA dari teman, Dr. H. Syafruddin bahwa H. Boy telah berpulang ke rahmatullah. Saya terkejut. Spontan saya ucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun”.
Waktu saya telpon balik, saya mendapat penjelasan bahwa dia sudah dirawat beberapa hari di Rs. Semen Padang dan RSUP M. Djamil Padang. Bahkan ketika isterinya meninggal seminggu lalu, H. Boy lagi tidak sadar sudah empat hari di rumah sakit. Selamat jalan kawan. Semoga menjadi syahid karena pergi disebabkan wabah Covid-19.
Saya mempunyai hubungan emosional khusus dengan almarhum disebabkan beberapa hal.
Pertama, sulaturrahim saya dengan almarhum mengalami pasang naik turun. Tahun 90an saya punya hubungan baik dengan mantan model busana adat Minang ini. Dia menjadi humas PT. Hanbo Dept.Store. Ketika kehadiran Deptstote itu ditantang pedagang Pasar Raya Padang, saya setiap hari menyiarkan beritanya di Harian Umum Semangat, bahkan mengerahkan beberapa wartawan, termaauk Khairul Jasmi.
Walikota Padang. Syahrul Udjud akhirnya membatalkan izin Deptstore Hanbo. Ketika merk Hambo diturunkan, saya memotretnya. Tiba-tiba Boy Lestari datang dan melarang saya memotret dan berkata semua bisa diatur. Langsung saya semprot “jangan kamu atur. Tidak semua wartawan yang bisa kamu atur”. Dia langsung ngacir. Semenjak itu saya tidak berhubungan lagi dengan almarhum.
Kedua, tahun 1997, saya bertemu dengan alm di Makkah karena sama memunaikan ibadah haji. Dia bercerita mendapat rahmat luar biasa bahwa isterinya diketahui hamil di tanah suci. Semenjak peristiwa itu silaturrahim saya kembali pulih. Saya selalu mendapat kabar bahwa alm selalu shalat berjamaah di masjid Muhsinin Padang Baru. Saya juga melihat perubahan drastis segi pakaiannya dari awalnya modis menjadi busana ulama.
Ketiga, tahun 2000an saya kesulitan mencari pengganti jabatan Ketua Pemuda Tarbiyah Sumbar. Sampai H-1 saya belum menemukan sosok yang pas. Habis subuh sebelum berangkat dari Jakarta ke Padang, saya mendapatkan ilham, yang cocok.memggantikan saya adalah H. Boy Lestari karena sekarang dia sudah menjadi “urang siak”.
Sore hari itu, dalam musyawarah Pemuda Tarbiyah Sumbar di Asrama Haji Parupuk Padang, saya melobby H. Boy via telepon untuk bersedia mengemban amanah ini menggantikan saya. Dia tidak mau sama sekali karena merasa bukan keahliannya. Saya katakam, “jangan menolak dulu. Tanya sama Allah. Haji shalat dulu dua rakaat minta pentunjuk. Habis itu telpon saya”.
Akhirnya setengah jam kemudian saya telpon. Dia tetap keberatan tapi mengandung sedikit kemauan. Saya katakan supaya datang dulu ke lokasi Musda. Dia bertanya akan berpakaian seperti apa. Saya katakan seperti pakaian hari biasa saja. Benar dia datang ke lokasi. Dalam waktu jeda, saya panggil beberapa Ketua Pemuda dari kabupaten kota dan saya perkenalkan kepada H. Boy. Spontan setelah perkenalan itu beberapa Ketua itu mengusulkan bagaimana kalau H. Boy saja yang dicalonkan sebagai Ketua Pemuda Tarbiyah Sumbar.
Saya merespon, kalau saudara sepakat, silakan dikondisikan dengan daerah lain. Pendek cerita, akhirnya H. Boy mendapat suara terbanyak mengalahkan rivalnya Sdr Mudarpen, Ketua Pamuda Tarbiyah Padang.
Setelah terpilih H. Boy bingung mau melakukan apa. Saya yang hendak kembali ke Jakarta esok hari dilarangnya sampai tiga hari kemudian. Setiap hari saya membimbing alm dalam hal bagaimana melola organisasi dengan baik termasuk tahap-tahap yang harus dilakukan. Sebelum take of ke Jakarta, dia bertanya apa lagi tugas saya? Saya jawab, tanggapi semua informasi yang tersiar di media, terutama yang merusak agama Islam. “Siap Guru”, jawabnya.
Keempat, semenjak dia menjadi Ketua Pemuda Tarbiyah Sumbar, selalu konsultasi dengan saya apabila ada hal yang sulit diselesaikan. Saya membantunya dari jarak jauh. Hebatnya apa saja kegiatannya selalu dilaporkann pada saya. Padahal saya tidak atasannya. Kepada setiap orang, selalu meperkenalkan saya sebagai gurunya. Saya tentu cengar cengir saja karena.pernah saya bantah, H. Boy tak terima. Katanya itu kenyaan. Terserah saja saya bilang.
Setiap saya pulang ke Padang hampir selalu disuruh mampir. Saya tidak selalu mampir ke kantornya di Ulak Karang karena keterbatasan waktu. Almarhum selalu mengomel kalau dia tahu saya pulang ke Padang tapi tidak singgah kepadanya. Antara saya dengan almarhum itu sudah menyatu dalam banyak hal. Terus terang, saya pribadi kehilangan teman baik yang pemberani. Selamat jalan kawan. Semoga Allah masukkan ke syurgaNya. Amin.
Ciputat. 9 Januari 2021
Komentar