Lupakan Puan, Ayo Kita Unjuk Gigi

×

Lupakan Puan, Ayo Kita Unjuk Gigi

Bagikan berita
Foto Lupakan Puan, Ayo Kita Unjuk Gigi
Foto Lupakan Puan, Ayo Kita Unjuk Gigi

Khairul JasmiKecerdasan orang Minangkabau tidur dalam budayanya, dalam pepatah-petitihnya dan dalam kucikaknya (humor). Indonesia kemudian menolong menyimpannya dalam sejarah dan buku-bukunya, juga dalam kamus. Dialektika logika orang Minang, tumbuh mulai dari nagari, dari usia masih kecil sampai seseorang menjadi orang tua. Kecerdasan itu dikundangnya ke sana kemari.

Contohnya, bisa dilihat dalam pidato adat saat pesta pernikahan atau upacara kematian. Kata-katanya luar biasa hebatnya, bersayap, tajam dan indah. Juga bisa dilihat di lapau, kemudian dalam karya-karya sastra mereka, dulu atau pun kini. Dalam buku-buku ajarnya dan pada surau-surau (rumah ibadah) mereka.Orang Minang tak ingin mengenang-ngenang kehebatan masa lampau itu sebagai sebuah kebangaan, namun tiba-tiba ada kasus Mbak Puan. Kejengkelan pada Puan Maharani itu, sudah mencapai puncaknya dalam dua tiga hari. Setelah itu melandai.

Saat melandai itulah saya membuat tulisan ini. Saya justru ingin menjadikan kasus ini sebagai terminal berikutnya untuk melompat jauh ke depan, turning point. Tak usah memandang kehebatan sebelum dan sesudah kemerdekaan, tapi bangun saja babak kedua Minangkabau, yang disebut mambangkik batang tarandam itu.Manfaatkan kehangatan hati Indonesia sekarang ini sebagai tempat melompat.

Lalu apa lagi? Sekarang caranya mungkin lebih gampang dibanding zaman lampau. Keluarlah dari sarang, sedemikian banyaknya orang Minang di berbagai universitas, di berbagai kantor di berbagai provinsi di berbagai negara, menjadi ikon penting. Ekonom, politikus, teknokrat, wartawan, bintang film, apa saja, ayo keluar.Keluar dan mulailah membangun kembali kehebatan kolektif Minangkabau itu, sebab selalu ada hari pertama. Sementara itu, sangat bisa semua anak muda Minang mengirim tulisan ke media massa, atau menurunkannya di medsos masing-masing.

Berikutnya, bicara saja di youtube, kupas tuntas ide-ide dan dialektika Minangkabau dan Indonesia. Harus ada wadah apapun itu, untuk menyebarluaskan bagaimana dialektika dibangun di Minangkabau. Dan: Jangan lupa kucikak, sebab itulah melodi Minangkabau.Sekolah-sekolah umum dan agama harus mengambil moment ini dengan mempelajari nilai dan makna kata demi kata dalam setiap pepatah ungkapan dan mamangan Minangkabau, yang ternyata memang kaya itu. Saya sudah membaca himpunan pepatah-petitih yang dibuat oleh alm Idroes Hakimy Dt Rajo Penghulu, luar biasa Minangkabau. Itu baru dari sudut pepatah saja, belum lagi dari sudut sejarah.

Saya tak hendak mengupas betapa dalamnya sejarah Indonesia dimasuki Minang; politik, ekonomi, seni, sastra dan bahasa. Semua orang sudah tahu dan sudah dibahas. Kalau mau, lihat-lihat jugalah youtube saya ada beberaa dikupas di sana, hehehe...Saya kira moment Mbak Puan ini bagus untuk memulai langkah baru. Selesai sudah kejengkelan pada tokoh nasional itu. Moment ini akan lepas dan sia-sia jika dibiarkan dingin. Kita tak perlu kecil hati, jika orang Minang dibilang pelit, sebab yang disebut pelit itu adalah perhitungan matematis perantau yang sedang berdagang. Iyalah, urang manggaleh, kumpul uang susah, lalu dibilang pelit. Yang bilang pelit itu maunya meminta-minta saja. Coba pada yang uangnya banyak-banyak tanggung atau banyak benar, tak ada hitungan matematis dan takkan pelik. Maka lupakan itu.

Kita amat bangga disebut randang nomor satu di dunia. Yang terjadi kemudian? bisnis kuliner randang muncul dan menghasilkan uang. Luar biasa. Desa terindah? karena ada unsur pemerintahnya, pasti lambat bergerak. Dimana-mana pemerintah memang lambat. Desa terindah Pariangan itu sudah diserbu wisatawan, pemerintah agak ke agak saja sejak dulu, belum ada tindakan yang signifikan. Kita akan kita akan saja. Anggaran disusun ke disusun. Disusun lalu disusun lagi. Maka tirulah, pedagang randang, apalagi dunsanak-dunsanak kita yang membuat rumah makan di ranah dan di rantau. Ikon kedamaian Indonesia, salah satunya rumah makan padang itu.Saya juga menemukan betapa banyaknya tokoh perempuan hebat Minangkabau. Bukan hanya Siti Manggopoh, Ruhana Kudus, Rahmay El Yunusiyyah, Rasuna Said, tapi sakambuik buruak. Benar-benar banyak. Saya sebut sekadar yang teringat: Siti Nanisah dari Bulaan Gadang Banuhampu, Djawana Basjir dari Lubuak Aluang, Syamsidar Yahya dari Batagak, Upik Hitam dari Bungo Tanjuang, Pitalah Kanin, Chasjiah Siti Adam Addarkawi, Ratna Sari, Ratna Djuwita, Sa'adah Alim, Djawenar Djamil dan Chailan serta banyak lagi. Belum lagi Polwa pertama Indonesia dari Minang.

Sekarang mana? Bukan itu pertanyaannya, tapi ayo keluar dari kandang, guncang Indonesia. Banyak perempuan kita yang hebat sekarang. Kita tak mungkin menderet-deret nama itu saja tiap sebentar tapi harus berbuat sesuatu untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Bukan dipidatokan namun dilaksanakan. Intinya, keluarkan potensi diri masing-masing, di bidang apapun itu, sebab jika fokus maka akan sukses. Ayo kita unjuk gigi. Keterkenalan hadiahkan pada Minangkabau. Jika terus-menerus "menyuruak-an kuku," maka masa lampau akan semakin jauh ke belakang. (*)

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini