Masalah Puan Tak Perlu Diperpanjang, Selesaikan dengan Karakter Minang Yang Pemaaf

×

Masalah Puan Tak Perlu Diperpanjang, Selesaikan dengan Karakter Minang Yang Pemaaf

Bagikan berita
Masalah Puan Tak Perlu Diperpanjang, Selesaikan dengan Karakter Minang Yang Pemaaf
Masalah Puan Tak Perlu Diperpanjang, Selesaikan dengan Karakter Minang Yang Pemaaf

PADANG - Sejumlah tokoh Sumatera Barat memandang persoalan ucapan Uni Puan Maharani saat menyerahkan surat dukungan PDIP ke pasangan bakal calon gubernur/wagub di daerah itu tidak perlu diperpanjang dan diselesaikan sesuai karakter orang Minangkabau yang pemaaf."Puan Maharani khilaf. Kita berbaik sangka (husnuzzan). Tak ada maksudnya memburukkan kampungnya Sumbar dan sukunya Minangkabau. Apalagi ia bicara dalam internal partainya, konteks membina kader. Mungkin ia tak menyangka dari internal bocor ke publik. Khilaf. Khilaf itu sifat manusia," kata Akademisi UIN Imam Bonjol dan tokoh adat Prof. Yulizal Yunus Dt. Rajo Bagindo di Padang, Senin (14/9), dikutip dari Antara.

Menurut Prof Yulizal, tak patut bila khilaf tidak dimaafkan. Apalagi Puan orang Minangkabau juga. Malunya malu orang Minang juga."Suku tak dapat dialih (ditukar), malu tak dapat diagiahkan (diberikan). Kita bersaudara. Mari , tolong kita bersama memberi maaf atas kekhilafan dunsanak kita Rang Minangkabau, Puan Maharani," katanya.

Apalagi, katanya, memberi maaf adalah tanda suku bangsa Minangkabau yang sandi adatnya adalah syara'.Dekan Fisip Universitas Andalas 2016-2020 Dr. Alfan Miko berpandangan, karakter orang Minangkabau itu pemaaf sesuai dengan ajaran Islam yang menjadi dasar dan falsafah hidupnya.

"Setelah sekian lama peristiwa ini terjadi, seyogyanya masyarakat Minangkabau kembali ke karakter dasar nilai-nilai berperilaku sebagai bangsa pemaaf, yaitu sesuatu yang diajarkan oleh adat dan agama yang berlandaskan Islami dan telah dicontohkan oleh tokoh-tokoh bangsa yang berasal dari Minangkabau seperti Hamka, Hatta, Syahrir dan lainnya," katanya.Ia menambahkan bahwa memaafkan adalah perbuatan mulia. Dengan memaafkan dan melupakan, adalah bukti karakter masyarakat Minangkabau yang sesungguhnya dan tidak ingin terbelenggu dengan masalah ini terus menerus.

"Uni Puan sebetulnya telah terhukum secara sosial psikologis dengan mempertanyakan kualitas dan pemahamannya tentang sejarah bangsa. Mudah-mudahan setelah kejadian ini, Puan semakin lebih dewasa bersikap dan juga mendorong keinginan hatinya untuk mendekatkan dirinya dengan tanah leluhurnya di Ranah Minangkabau ini," ujarnya.Sementara itu, Ketua Bundo Kanduang Sumatera Barat Prof. Raudha Thaib mengatakan adat dan budaya Minangkabau "baalam lapang ba padang leba. Ndak ado kusuik nan indak salasai, karuah nan indak ka janiah." (pemaaf, tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan).

"Soal pernyataan Puan, tak perlu lagi diperpanjang. Persoalan maaf memaafkan itu dalam budaya Minangkabau sudah membudaya. Saya berharap, mari kita lakukan dialog dengan Puan Maharani, namun harus dengan pendekatan kebudayaan, jangan pendekatan politik," katanya.Senada dengan tokoh lainnya, Ketua DPW Muhammdiyah Sumbar Dr. H. Shofwan Karim juga berharap persoalan ini tidak berlarut lagi. Sifat orang Minangkabau yang egaliter, demokratis sudah terbiasa dengan dinamika perbedaan pendapat.

Sependapat dengan itu, Gubernur Sumatera Barat Prof. Irwan Prayitno juga mengajak semua rakyat Sumbar untuk dapat memaafkan Puan dan agar dapat memandangnya dari perspektif positif."Kalaulah ucapan bu Puan dianggap menyinggung perasaan masyarakat Sumbar, saya mengajak masyarakat agar memaafkan beliau dan mari ke depan kita jalin silaturahim untuk kepentingan Sumbar," katanya. (mat/ant)

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini