Menari, Bersilat, Salawat Dulang dan Berdendang

×

Menari, Bersilat, Salawat Dulang dan Berdendang

Bagikan berita
Foto Menari, Bersilat, Salawat Dulang dan Berdendang
Foto Menari, Bersilat, Salawat Dulang dan Berdendang

[caption id="attachment_59606" align="alignnone" width="650"] Suasana latihan terakhir, salawat dulang dan silek di Ladang Tari nan Jombang, Padang. Mereka sekitar 14 orang akan bertolak ke Eropa menghadiri "West Sumatera Evening." (foto nan jombang) Suasana latihan terakhir, salawat dulang dan silek di Ladang Tari nan Jombang, Padang. Mereka sekitar 14 orang akan bertolak ke Eropa menghadiri "West Sumatera Evening." (foto nan jombang)[/caption]PADANG - Pertama dalam sejarah seni Minang empat komponen seni sekaligus berangkat ke Eropa untuk menari, basilek (bersilat), salawat dulang dan berdendang. Seniman ini 9 sampai 12 Desember akan menghadiri acara "West Sumatera Evening," di Bozar Belgia.

Dalam beberapa bulan ini mereka sudah melakukan persiapan di Padang dan di Batusangkar. Kemarin malam mereka berkumpul di Sanggar nan Jombang untuk persiapan tim.Salawat dulang misalnya, diambil dari jantung Luhak Nan Tuo Tanah Datar. Nama grupnya Sinar Barapi dan Panah Arjuna. Ini pertama mereka ke Eropa. Persiapan yang mereka lakukan lebih dari cukup.

"Yang disayangkan, pihak-pihak pemangku kewenangan dan kebijakan di sini tak banyak yang bertanya dan menyapa," kata koordinator mereka, Ery Mefri di Padang, Kamis (26/10)Selain sawalat dulang, sejumlah pesilat dan penipu saluang dari Kuranji, Padang jugaakan menghadirti acara serupa. Anak-anak silek dari sasaran ini semangatnya seperti Achmad Husein muda, komandan Harimau Kuranji tempo doeloe. Bukan karena ingin ke Eropa tapi basilek di Eropa itu yang mereka mau. Apalagi di Eropa silek Minang sudah dikembangkan.

Nan Jombang sebagai koordinator dalam tour Eropalia ke Prancis, Belanda, Begia dan Austria ini tak hanya sekadar mengkkrdinir, tapi membawa karya tari, Rantau Berbisik. Karya ini dibuat 2007 dan premier 2009 untuk selajutnya telah melakukan pementasan di Bribane, Adelaide, Caine da Darwin Australia, Rhode Island, New York, Washington dan LA Amerika, Filipina, South Korea, Singapura, Jepang, Berlin dan di beberapa iven dan kota di Indonesia.Diskriminasi

Ery Mefri sejak pertemuan awal semua tim Eropalia 7 sampai 9 Juni 2017 di Jakarta, sudah tercium hal-hal yang berbau diskriminasi untuk peserta dari daerah."Kami di Nan Jombang sudah sangat merasakan hal itu," katanya.

Diskriminasi itu, mulai dengan tidak digubrisnya masalah jadwal keberangkatan dan kepulangan tim."Ada beberapa catatan saya soal itu," katanya.

Ia mencatat, tidak diberi waktu pada peserta dari daerah untuk penyesuaian pada pentas dan letting yang diperlukan sebelum pertunjukan. Kemudian, nanti selesai pertunjukan malamnya, besok pagi harus kembali ke Tanah Air tanpa punya ada untuk berkemas."Kami tidak bisa pulang sama-sama, tapi berpencarnya. Ini bukan hanya menyulitkan, tapi bisa menibulkan masalah keimigrasian," kata dia. Apalagi, yang ia bawa seniman tradisi belum pernah ke luar negeri.

"Oleh panitia di Jakarta, Kami dikucilkan dari publikasi, seolah kami tidak ada," kata dia pula.Ini terbukti, pada 10 sampai 14 Juli Indonesia kedatangan tim Belgian Press Trip untuk meliput tim Indonesia yang akan berangkat ke Eropalia.

"Jurnalis itu dibawa ke Solo dan Yogya sedang kita tidak diberi tahu," katanya.Dipotong satu jam

Tak hanya dikuculkan dari publikasi, tapi jam mentas anak-anak Padang dipotong dari dua menjadi satu jam."Ini kuratornya dikomandoi Sal Margianto, ini bagaikan diseting agar penampilan dari Sumatera Barat sengaja dibuat tidak lengkap oleh tim Eropalia bersama Kurator-kuratornya, dengan demikian kami ditenggelamkan," kata Ery.

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini