Menyusuri Wamena, Melihat Langsung ke Papua

×

Menyusuri Wamena, Melihat Langsung ke Papua

Bagikan berita
Foto Menyusuri Wamena, Melihat Langsung ke Papua
Foto Menyusuri Wamena, Melihat Langsung ke Papua

Laporan Syofiardi Bachyul Jb dari Wamena, PapuaKondisi di Wamena semakin normal, terutama di tengah kota. Saya bersama Anyong (Islami Adibsubrata), wartawan Jubi di Wamena, berangkat ke Masjid Nurul Hidayah di Jalan Safri Darwin untuk Shalat Jumat.

Saya mengira khatib akan memberikan kutbah tentang isu kerusuhan sepuluh hari lalu. Ternyata tidak. Materi kutbah bersifat umum yang tidak menyinggung isu politik. Saya sangat nyaman mendengarnya.[caption id="attachment_84739" align="alignleft" width="500"] Penulis dengan Pak Sudirman, Ketua Umum IKM (Ikatan Keluarga Minang) Kabupaten Jayawijaya. (*)[/caption]

Saya membayangkan, mungkin di beberapa masjid di luar Papua khatibnya sedang mengangkat isu kerusuhan Wamena. Bisa saja dengan nada membakar emosi jamaah dengan informasi yang ia serap dari pihak ketiga, media pers dan media sosial. Saya berdoa, mudah-mudahan ceramah seperti itu tidak ada.Ya, pemuka agama mesti menjadi penenang umat ketika terjadi kerusuhan, bukan membakar emosi untuk menambah konflik. Saatnya di negeri yang heterogen ceramah agama mengedepankan sisi kemanusiaan dan hidup bersama.

Bagi kami yang berpofesi sebagai jurnalis dengan kerja sehari-hari mencari fakta, saya mengakui tidak mudah menyimpulkan suatu peristiwa. Terlebih konflik seperti Wamena.Sejauh ini saya telah mewawancarai atau sekadar mengajaknya mengobrol sejumlah orang dari berbagai latar, termasuk saksi mata. Saya belum berani menyimpulkan apa penyebab kerusuhan tersebut.

Jadi betapa naifnya jika orang-orang yang tidak pernah menggali informasi langsung ke Wamena berani menyimpulkan apa yang terjadi. Terlebih merespon peristiwa ini dengan isu etnis dan agama. Bukan, sejauh yang saya ketahui ini tidak terkait dengan kedua itu.Jadi, jika Anda bertanya apa penyebabnya, sabarlah menunggu. Mari kita berdoa agar para korban meninggal mendapatkan surga-Nya dan korban luka-luka segera sembuh. Kemudian masyarakat di Wamena kembali menjalani hari-hari damai seperti biasanya. Hari-hari damai yang telah mereka hirup bertahun-tahun. Bukan kita yang jauh nun di sana.

Masjid Nurul Hidayah yang berlantai dua dengan di sampingnya Taman Pendidikan Alquran hanya 350 meteri dari Bandara Wamena.

Di seberang masjid mata saya tertumbuk kepada tulisan di angkot putih A2 yang parkir. Pada bagian atas belakang ada tulisan bahasa Minang Capek Pulang Yo Da (Cepat pulang ya, Uda) dan di kanan Gali-Gali Sanang (Geli-geli senang). Saya ingin bercakap dengan sopirnya, tapi tidak kelihatan.Di depan masjid terdapat Jalan Safri Darwin. Dari depan masjid kita bisa melihat gerbang Markas Polres Jayawijaya yang hanya berjarak 50 meter.

Jalan Safri Darwin ini menarik perhatian saya karena ada seorang pria 70-an tahun dari Engrekang, Sulawesi Selatan yang sudah lama menetap di Wamena menyebutkan Safri Darwin adalah orang Padang.“Safri Darwin itu masih muda meninggal, baru tamat Akpol langsung ditugaskan di sini sebagai Kapolsek dan meninggal waktu kerusuhan Wamena 1977. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Wamena dan namanya dijadikan nama jalan,” kata pria tersebut.

Panjang Jalan Safri Darwin 580 meter, dari Jalan Pramuka di Polres hingga ke Jalan Patimura.

Setelah jumatan saya dan Anyong makan ke rumah makan padang yang kecil, di dalamnya terlihat menikmati makan siang empat orang asli papua dan empat orang perantau sepertinya dari Sulawesi. Selama kami makan, pengunjung datang, baik orang papua asli maupun perantau.Rumah makan tersebut dan deretan rumah lain di jalan kecil tersebut tampak tidak terkena kerusuhan.

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini