Mik Masjidil Haram, Terbaik di Dunia

×

Mik Masjidil Haram, Terbaik di Dunia

Bagikan berita
Foto Mik Masjidil Haram, Terbaik di Dunia
Foto Mik Masjidil Haram, Terbaik di Dunia

  

Laporan Khairul Jasmi dari Tanah Suci[caption id="attachment_70814" align="alignleft" width="500"] Di bagian manapun berada di Masjidil Haram, suara imam terdengar jernih dan sama kuatnya (alamislam.com)[/caption]

Prof. Abdurahman as-Sudais seolah menggenggam Masjidil Haram, setidaknya dua juta jemaah shalat Magrib, terlena. Suaranya, ayat yang ia baca mengayunkan jemaah pada titik kekhusukan. Pada shalat Isya, imam besar lainnya, (mungkin) Syekh Abdullah Juhany, juga melakukan hal yang sama.Demikianlah Kamis (16/8),  suara indah sang imam hebat-hebat itu dipancarkan sound system terbaik di dunia. Suara imam terdengar sama besarnya di bagian manapun di masjid terbesar milik ummat Islam itu. Jernih.

Sound system, atau mik, memang canggih. Tak ada mandanguang, kresek-kresek. Atau hembus-hembus, "test satu dua tiga." Juga tidak mendenging keras ketika shalat sedang berlangsung.Media Arab seperti alrabiya.net menulis, lebih dari 3 ribu pelantang suara dipasang masjid itu. Ada di korididor, di dalam dan luar masjid. Jika ada kutbah maka sebuah studio khusus akan memancarkan dan merekamnya seberapa pun panjang durasinya sebab kemampuannya merekam lebih 100 ribu jam jemaah bisa minta cakramnya. Bawa pulang.

Lalu kenapa suara imam badagok badantang. Di sajadah imam ada mik. Setidaknya ada 10 buah microphone canggih disiapkan keluaran Sennheiser, Jerman. Yang 10 itu posisinya, tiga sejajar dengan mulut imam saat berdiri, tiga menunggu imam duduk dan tiga di dekat kepala saat sujud. Belum cukup, ada satu lagi clip button speaker disematkan di baju imam.Mik itu bisa memantulkan suara sama bagusnya di semua penjuru masjid, karena ada kabel microphone ditanam di lantai Ka'bah. Kabel tadi dihubungkan dengan mik yang terbuat dari serat optik terbaik di dunia. Meski luas masjid 356.800 Km2 suara imam pasti terdengar sama. Canggihkan?

Joko Sarwono staf pengajar di ITB mencacat, suara di Haram terdistribusi merata. Tidak ada pelantang suara utama, seluruh ruangan memakai pelantang kecil. Masjid dibagi atas beberapa sistem, area terbuka, lantai 1 dan 2. Kemudian sistem ketiga untuk tempat sai. Apapun analisanya, suara mik tertangkap telinga dengan empuk. Saya coba tebak, bisa jadi pelantang itu dipasang pada tiang-tiang.Masjid sebagus Haram dengan penataan suara yang bagus, marmer di tempat tawaf terbaik di dunia, didatangkan dari Yunani. Karpet yang nomor satu pula, sungguh membuat nyaman. Apalagi di masjid baru yang besarnya minta ampun. Jika di luar suhu 40 derajat, di dalam 18 derajat. Maka jemaah bagai sarang semut tercangkul. Orang saja sesayup mata memandang.

Penggunaan pelantang suara di Masjidil Haram dimulai pada masa Raja Faisal. Pada mulanya dianggap bid'ah, namun anggapan itu diprotes para ulama dunia. Salah satunya Syaikh Muhammad Mutawalli As Sya'rawy dari Mesir. Situs alamislam.com mencatat: Hujjah yang ia sampaikan adalah dengan bertanya bolehkah menggunakan kacamata dalam membaca Alquran? Ulama Saudi sepakat menjawab boleh. Alasannya adalah karena kacamata sebagai alat pembesar dan penjelas tulisan Alquran sehingga benar dibacanya. Lalu kemudian, Syaikh Sya'rawi bertanya kembali, "Jika demikian apa bedanya dengan pengeras suara? Bukankah ia memperbesar dan memperjelas bacaan Al Quran sehingga bisa terdengar oleh siapa pun di belakang?" Sejak itu dibolehkan tapi tetap pakai mubaligh satu orang, yang kerjanya mengulang perintah-perintah imam.Maka kini, katanya, suara imam Masjidil Haram saat memimpin shalat terdengar dari jarak 9 Km.  Pada Jumat (17/8) pulihan ribu jemaah jumatan di luar masjid, mungkin bisa satu juta orang. Saya tak bisa masuk masjid dan terpaksa shalat di koridor terminal Jarwal, 1 Km dari masjid. Di sini puluhan ribu orang senasib dengan saya menunggu sekitar satu jam. Nah kini terdengar azan dari Haram pertanda waktu sudah masuk. Suara azan terdengar jelas. Azan juga terdengar dari masjid kecil sekitar 500 meter di belakang kami. Beradu azan di Tanah Haram ini. (bersambung)

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini