Minang dan Jawa dalam Kesenian Kuda Lumping

×

Minang dan Jawa dalam Kesenian Kuda Lumping

Bagikan berita
Minang dan Jawa dalam Kesenian Kuda Lumping
Minang dan Jawa dalam Kesenian Kuda Lumping

[caption id="attachment_16113" align="alignnone" width="648"]Pertunjukan kuda lumping di Solok Selatan. (afrizal amir) Pertunjukan kuda lumping di Solok Selatan. (afrizal amir)[/caption]PADANG ARO - Kuda lumping atau jaran kepang (kuda menari) merupakan salah satu kesenian yang tumbuh dan berkembang di Solok Selatan. Permainan kuda lumping ini dari dulu hingga sekarang diyakini banyak orang, para pemainnya adalah warga keturunan Jawa.

Kesenian ini dari dulu hingga sekarang sering dimainkan di beberapa daerah di Solok Selatan, seperti di Pekonina, Sungai Duo, Kecamatan Pauh Duo. Ada juga di beberapa nagari di Kecamatan Sangir, dan di Kecamatan Sangir Balai Janggo. Kehadiran kesenian ini dilaksanakan untuk memeriahkan berbagai peringatan hari-hari besar islam atau hari- hari besar nasional.Seperti yang dilaksanakan oleh kelompok seni Kuda Lumping “ Mekar Sukma Sejati “ di bawah pimpinan Erno. Kelompok kesenian ini dengan dukungan Pawang Erman dan Sinden (penyanyi-red) dari Jorong Sungai Pagi Padang Aro, menggelar kegiatan dilapangan bola kaki puncak Pekonina Kamis (15/10) sore hingga malamnya.

Menurut pimpinan keseninan kudang lumping Mekar Sukma Sejati Erno, kegiatan ini digelar untuk memeriahkan 1 Muharam 1437 H. Pelaksanaan ini selain untuk hiburan juga sekaligus ajang silahtuhrahmi antara pemain kuda lumping dalam suatu pagelaran kesenian.Cerita punya cerita, hebatnya penari dan pamain kudang lumping di Solok Selatan, khususnya yang di bawah pimpinan Erno ternyata tidak saja berasal dari keturunan Jawa, tapi juga dari keturunan Minang. Artinya kesenian kuda lumping ini tidak saja menjadi permaian anak-anak atau warga keturunan Jawa, tapi sudah merambah kesukaan bagi para warga keturunan Minang.

Seperti yang dituturkan Nopen yang merupakan warga asal Pesisir Selatan yang menetap tinggal di Pekonina. Kepada Singgalang dikatakannya, dirinya masuk kelompok pemain kesenian kuda lumping ini sejak 2009 lalu. Berawal dari sering melihat kegiatan kesenian ini, dirinya merasa tertarik untuk ikut bergabung menjadi penari.Masih menurut Nopen, yang bergabung masuk kelompok seni kuda lumping ini tidak dia sendiri saja, tapi kakak dan adiknya juga ikut bergabung dalam kesenian kuda lumping ini.

“Saya merasa senang dan merasa enjoy bergabung dengan kesenian kuda lumping ini. Kesenian ini juga mampu memadukan hubungan silahtuhrahmi antara satu kelompok masyarakat dari beberapa nagari yang ikut,” katanya.Bahkan keseninan ini diyakini mampu juga mengobati berbagai penyakit. Menurut Nopen, kesenian kuda lumping ini ada semacam kepuasan dan kesenangan yang dirasakan saat menari di sela-sela alunan musik perpaduan alat music gendang, gong, bonang (sejenis telempong -red), sarong, demung dan lantunan suara sinden.

Bahkan saat dicambuk atau dipecut kuat oleh pawang dengan tali cambuk, para penari yang sudah kerasukan ini terasa semangat. Mereka penari yang semuanya laki-laki ini, bagai bangkit dari tidur dan bereaksi cepat bangkit dan meliuk-liukan badan serta melentikan jemari tangannya dengan gemulai menghibur  dan memukau penonton yang memadati lapangan bola kaki Penonina itu.Para penontonpun kadang kalanya tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Menurut salah seorang pemain kudang lumping Tori, ada juga penonton kerasukan bersama para penari kuda lumping. Maka tanpa sasar penonton juga turut menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.

Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, hadirlah beberapa warok (pawang-red), yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya biasanya dapat dikenali melalui baju serba hitam bergaris merah. Meski di Pekonina Erman sang pawang tidak memakai pakaian itu, tapi gerak geriknya yang memberikan penawar hingga kesadaran para penari terlihat dominan dalam kesenian tersebut.Di Solok Selatan meski kesenian ini belum mendapat tempat dari pemerintah daerah, terutama untuk mendukung keberlangsungan keberadaannya, kesenian kuda lumping ini masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi.

Hingga saat ini, kita tidak tahu siapa atau kelompok masyarakat mana yang mencetuskan (menciptakan) kuda lumping pertama kali di Solok Selatan. Faktanya, kesenian kuda lumping dijumpai di banyak daerah yagn mayoritas tempat tinggalnya warga keturunan jawa.Dulunya keseninan ini selain penarinya dipecut, penari ini juga beling (pecahan kaca) serta adanya semburan api. Sekarang tidak ada lagi makan beling dan semburan api. Hanya dipecut, makan kelapa, makan pisang, minum air beserta bunganya.

“Menjadi penting untuk syarat menjadi anggota penari kudang lumping, harus melakukan puasa selama tiga hari berturut-turut,” tukuk Tori. (Afrizal Amir)

Editor : Eriandi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini