Model DPjBL pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris

×

Model DPjBL pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris

Bagikan berita
Foto Model DPjBL pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris
Foto Model DPjBL pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris

Oleh Tri Pratiwi/Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana UNP“Pembelajaran berbasis proyek merupakan kegiatan yang mempersiapkan dan melatih kemandirian siswa untuk terjun ke masyarakat”- Alec Patton

Kemampuan berbahasa Inggris di Indonesia secara umum masih rendah. Pada Januari 2020, English First (EF) merilis English Proficiency Index (EPI) dari 100 negara yang menunjukkan tingkat kemampuan Bahasa Inggris di Indonesia berada di posisi ke-74, di bawah Filipina dan Malaysia yang memiliki level kemampuan tinggi (advance). Sedangkan pada tahun 2020, IMF menyatakan ketiga negara ini termasuk ke dalam negara berkembang di benua Asia, namun Indonesia masih cukup jauh tertinggal. Kecakapan Bahasa Inggris (English Proficiency) ini mencakup pada bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan teknologi. Selain itu, untuk tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP), beberapa hasil studi menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa Inggris siswa masih cenderung rendah. Hal ini terjadi karena Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran yang kurang diminati karena pembelajaran yang dilakukan masih bersifat hafalan (grammar dan vocabularies) dan masih didominasi kegiatan berbasis text books seperti LKS. Selain itu, sikap dan motivasi siswa saat belajar Bahasa Inggris juga masih rendah yang berdampak kepada rendahnya hasil belajar siswa.Untuk mengatasi masalah pembelajaran Bahasa Inggris di kelas, salah satu alternatif solusi adalah menerapkan model Directed Project Based Learning (DPjBL), yaitu suatu model pembelajaran berbasis proyek terarah yang dirancang dengan memadukan dua model sekaligus yakni model pengajaran terarah (Directed Teaching) dan model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), pengembangan model ini telah melalui proses metodologi yang sudah teruji kevalidannya, kepraktisnya dan efektifitasnya untuk meningkatkan hasil belajar siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) berdasarkan hasil penelitian Disertasi. Directed-Project Based Learning (DPjBL) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai kegiatan utama dalam proses pembelajaran dan kegiatan ini berada dalam arahan atau dibimbing oleh guru. Model pembelajaran DPjBL menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered). Fungsi guru tidak hanya sebagai fasilitator tetapi juga sebagai mentor yaitu sebagai pemandu yang mengarahkan siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran agar siswa tidak keluar dari tema/topik bahasan sehingga setiap kegiatan terancang dengan baik dan sistematis. Ciri utama model pembelajaran ini ialah memberikan ruang dan kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan proses pembelajaran atau unjuk kerja di dunia nyata dan mempraktikan strategi otentik secara disiplin. Selain itu, siswa mampu bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah dalam menyelesaikan proyek (unjuk kerja) namun semua kegiatan tetap dalam jangkauan dan arahan guru.

Model DPjBL ini dirancang dengan sepuluh langkah pembelajaran yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan berurutan, yakni; pertama adalah warming up yaitu kegiatan pemodelan oleh guru tentang materi atau topik pembelajaran. Guru menjelaskan definisi dan hal-hal yang berkaitan dengan topik pembelajaran, serta memberikan contoh produk yang diharapkan sebagai hasil akhir pembelajaran, kegiatan ini dilakukan agar siswa paham tentang tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kegiatan ini mengasah listening skill siswa, karena siswa diharuskan mencatat apa yang mereka anggap penting dari penjelesan guru. Pada tahap ini dilihat sejauh mana kemampuan understanding (pemahaman) siswa terhadap materi yang dijelaskan oleh guru. Kedua, observing adalah kegiatan siswa dalam mengidentifikasi maupun memahami topik pembelajaran dan contoh produk untuk kegiatan proyek yang akan mereka kerjakan secara mendalam. Kegiatan observasi melatih siswa agar mampu mengkonstruksikan pengetahuan yang telah ada dengan pengetahuan baru sehingga menjadi pengetahuan yang utuh mengenai topik yang dipelajari. Pada tahap ini dilihat kemampuan reading dan speaking siswa, apakah siswa sudah mampu menjelaskan dan mengambarkan produk yang diamatinya secara tepat dan jelas dengan bahasa siswa sendiri.Ketiga adalah getting an idea yang merupakan tahapan dimana siswa masuk ke dalam kelompok yang sudah dibentuk, kemudian memikirkan tentang ide-ide atau disebut juga masalah yang akan menjadi dasar dalam merancang desain untuk proyek kelompok. Setiap siswa mengutarakan ide-ide yang sudah didapatnya melalui tahap observasi, seperti tema apa yang dipilih, bagaimana cara menulis dan merancang produk serta kreasi apa yang cocok dengan temanya. Kegiatan ini mengasah speaking skill siswa karena mereka diwajibkan mengutarakan ide-idenya menggunakan Bahasa Inggris serta mengasah listening skill karena siswa diharuskan mencatat ide-ide yang mereka dengar dari teman sekelompoknya. Keempat, providing various solutions yaitu kegiatan dimana setiap siswa membuat desain sendiri sesuai dengan topik pembelajaran yang artinya ada sekitar 4 atau 5 desain dalam satu kelompok. Hal ini bertujuan agar siswa memiliki banyak pilihan desain untuk membantu siswa dalam kegiatan penyelesaian proyek nantinya. Pada tahap ini, siswa mulai melatih kemampuan writing. Siswa menulis atau merancang desain invitation card dengan kemampuan yang mereka miliki. Merancang invitation card dengan menggunakan struktur bahasa yang tepat, pemilihan kata dan ejaan yang benar, kerapian menulis dan kesesuaianya dengan topik.

Kelima, designing the project adalah pada tahap ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu; siswa memilih desain yang akan dijadikan proyek kelompok, yaitu memilih 1 dari 4 atau 5 desain yang sudah disiapkan oleh kelompok. Designing The Project adalah tahapan dimana siswa fokus dalam mengembangkan desain yang dipilih. Hal ini berkaitan dengan kegiatan merancang desain awal produk. Kegiatan ini melatih kemampuan speaking dan listening siswa karena siswa akan memprestasikan desain mereka masing-masing di dalam kelompok agar dapat dipilih menjadi desain akhir produk. Sehingga siswa dapat melatih pronunciation yang benar, vocabulary yang tepat dan fluency yang baik, sehingga anggota kelompok dapat mengerti apa yang sedang siswa jelaskan dan tersampaikan dengan benar idenya. Keenam, arranging the implementation steps merupakan kegiatan dalam merancang tugas kelompok, jadwal pengerjaan serta rincian yang akan dilakukan pada tahap selanjutnya. Siswa menentukan jadwal penyelesaian pengerjaan proyek, seperti siapa yang menggambar produk, siapa yang menulis kata-kata atau kalimat dalam produk jika produk berbentuk teks sehingga rapi dan terbaca, siapa yang akan menjadi speaker saat presentasi produk, dan juga waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing steps nya agar produk terselesaikan dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan waktu yang diberikan oleh guru.Ketujuh, in-depth discussion yaitu siswa berdiskusi secara mendalam dan intens tentang desain yang dipilih bersama kelompok. Pada tahap ini, siswa membuat revisi akhir sebelum lanjut ke tahap pengerjaan proyek, serta memutuskan secara bersama bahwa desain produk adalah pilihan bersama bukan beberapa anggota kelompok saja. Kegiatan In-Depth Discussion dan Arranging Implementation Steps melatih kemampuan speaking dan listening siswa. Siswa harus mampu melatih pronunciation, pemilihan vocabulary yang tepat, intonation dan fluency yang baik saat berdiskusi sehingga siswa mampu melatih understading (pemahaman) terhadap topik yang dibicarakan dan mencapai kesepakatan akhir terhadap desain yang terpilih. Kedelapan, carrying out the project, siswa mengerjakan proyek bersama dengan kelompok sesuai dengan langkah-langkah yang mereka rancang sebelumnya hingga mendapatkan hasil berupa produk akhir. Hasil akhir yang diperoleh adalah sebuah produk yang sesuai dengan topik, generic structures yang tersistematis, menggunakan struktur bahasa atau grammar yang tepat, pemilihan vocabularies dan ejaan yang sesuai, kerapian tulisan, kreatifitas yang mengambarkan objek dengan jelas dan tepat. Kegiatan ini mengasah dan melatih kemampuan writing siswa. Kegiatan ini juga meningkatkan rasa percaya diri karena berhasil membuat sebuat produk otentik dengan struktur bahasa yang benar serta juga mampu melatih language skills siswa dengan baik.

Kesembilan, exhibiting the project yaitu siswa mempresentasikan atau memamerkan produk hasil proyek kelompok di depan kelas. Kegiatan ini meningkatkan kemampuan speaking dan listening karena pada saat presentasi siswa harus memperhatikan pronunciation yang benar, pemilihan vocabulary yang tepat, intonation dan fluency yang baik. Kesepuluh, assessing the project yaitu guru memberikan apresiasi dan saran dari hasil produk siswa. Kegiatan ini mampu memaksimalkan kerja siswa, karena guru memberikan saran dan masukkan pada produk akhir yang mereka buat. Sudah sejauh mana siswa mampu memahami struktur pembuatan sebuah produk yang baik dan benar sesuai dengan generic structures, maupun struktur bahasanya serta memberikan saran untuk pengerjaan proyek selanjutnya. Tahap ini mampu meningkatkan understanding (pemahaman) siswa terhadap sebuah topik yang diajarkan oleh guru.Untuk memahami model DPjBL dengan lebih jelas, penulis telah menuangkannya dalam tiga buku panduan. Pertama, panduan model DPjBL, yaitu buku model yang menggambarkan dengan runut dan jelas, berkaitan dengan sintaks (langkah-langkah pembelajaran model DPjBL), sistem sosial (pola interaksi antara guru dan siswa), prinsip reaksi (cara guru merespon prilaku siswa), sistem pendukung (sarana dan prasana dalam model DPjBL), serta dampak instruksional dan dampak pengiring dari model DPjBL. Kedua, panduan bahan ajar guru, yaitu buku panduan yang menjabarkan tentang bahan ajar, silabus, RPP dan intrumen penilaian model DPjBL. Dan yang ketiga adalah panduan bahan belajar siswa, yang berisi materi belajar siswa atau lembar kerja siswa yang telah disusun semenarik mungkin agar siswa antusias dalam belajar, sehingga dapat merangsang minat belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Ketiga buku panduan ini memuat aspek yang berkaitan dengan model DPjBL yang dioptimalkan dengan pengembangan semua aspek pembelajaran (kognitif, afektif, psikomotor) secara efektif dan efisien dan juga dapat meningkatkan kreatifitas, sehingga kompetensi berbahasa khususnya Bahasa Inggris siswa dapat terwujud. Model DPjBL ini mampu meningkatkan dan mengasah keempat language skills siswa yaitu listening, speaking, reading dan writing secara terintegrasi melalui kegiatan proyek serta dapat meningkatkan rasa percaya diri, kreatifitas dan kemandirian siswa. Harapannya adalah model DPJBL ini dapat membantu guru mempermudah proses pengajaran Bahasa Inggris di dalam kelas.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka patut diyakini bahwa model pembelajaran DPjBL ini layak digunakan sebagai salah satu solusi alternative dalam menyelesaikan masalah guru dan siswa khususnya pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Model DPjBL ini juga diyakini dapat menciptakan pembelajaran yang inovatif agar seluruh aktivitas belajar siswa menjadi aktif, kreatif dan produktif.Artikel ini ditulis oleh Mahasiswa Program Doktor Pascasarjana UNP, Tri Pratiwi, dengan Promotor 1) Prof. Dr. Sufyarma Marsidin, M. Pd. 2) Dr. Yahya, M. Pd 3) Prof. Dr. Hermawati Syarif, M. Hum.

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini