Model PBM-IM sebagai Sarana Mengasah Kemampuan Penalaran Statistik

×

Model PBM-IM sebagai Sarana Mengasah Kemampuan Penalaran Statistik

Bagikan berita
Foto Model PBM-IM sebagai Sarana Mengasah Kemampuan Penalaran Statistik
Foto Model PBM-IM sebagai Sarana Mengasah Kemampuan Penalaran Statistik

Oleh Nur Rusliah/Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pendidikan, UNPStatistics is The Grammer Of Science

(Karl Pearson- a British mathematician and arguably the father of modern Statistics)Ilmu Statistika bisa dikatakan sebagai “alat” menggali informasi berdasarkan data yang digunakan dan sebagai dasar pengambilan keputusan. Peranan statistika di berbagai bidang ilmu menjadi hal penting karena sifatnya yang universal. Setiap bidang ilmu pasti memiliki data-data yang bisa diolah, dianalisis dan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan. Statistika telah banyak dimanfaatkan dalam pengendalian kualitas dan perbaikan proses produksi. Bahkan statistika sudah dimanfaatkan secara efisien oleh perusahaan-perusahaan besar dunia untuk memperoleh hasil produksi terbaik. Sebagai contoh, keberhasilan Jepang dalam menerapkan ilmu statistika terutama ilmu peluang (probabilitas) sangat terlihat dalam merancang dan mendistribusikan produk-produknya seperti mobil, motor, barang elektronik dan produk lainnya. Menurut Boediono dan Koster, prestasi itu dicapai karena keberhasilan pendidikan di Jepang dalam mata pelajaran statistika yang diberikan secara luas sejak sekolah menengah atas sampai perguruan tinggi.

Salah satu tujuan pembelajaran statistik pendidikan adalah membentuk dan mengembangkan kemampuan penalaran statistik. Menurut Garfield kemampuan penalaran statistik akan memperkenalkan seseorang terhadap konsep serta logika berpikir statistik. Penalaran statistik memberikan pengantar pada tingkat kemampuan praktis untuk memilih, menghasilkan dan menafsirkan metode baik statistik deskriptif maupun statistik inferensia secara tepat. Pengembangan kemampuan penalaran statistik sangat penting dan mendesak untuk terus diupayakan. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan penalaran statistik adalah dengan konsisten mengajak peserta didik menyelesaikan permasalahan sehari-hari dengan mengaplikasikan statistik. Harapannya tentu agar kemampuan penalaran statistik akan terus berkembang dengan baik, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas berpikir serta pengetahuan. Kemampuan penalaran statistik yang baik dicirikan dengan kemampuan-kemampuan meliputi: mengidentifikasi istilah dan simbol statistik, melakukan representasi data, melakukan proses statistik, memberikan alasan terhadap solusi, menarik kesimpulan dan melakukan generalisasi.Saat ini pembelajaran statistik belum menyentuh kemampuan penalaran statistik peserta didik. Peserta didik masih kesulitan dalam mengaplikasikan statistik dalam kehidupan sehari-harinya dan memecahkan masalah-masalah statistik. Pembelajaran masih bersifat hitungan teknis yang kurang bermakna. Kondisi ini senada dengan kondisi pembelajaran statistik secara internasional. Seperti yang tertuang dalam Australian Education Council; National Council of Teachers of Mathematics); School Curriculum and Assessment Authority & Curriculum and Assessment Authority for Wales menyatakan bahwa dibutuhkan adanya reformasi pendidikan statistik secara internasional di semua tingkatan pendidikan. Lebih lanjut Jones et al. menyarankan untuk menggunakan pendekatan yang lebih luas dalam mempelajari statistika, meliputi: mendeskripsikan, mengorganisasikan, merepresentasikan, menganalisis dan menginterpretasikan data. Pembelajaran statistika konvensional biasanya hanya menekankan perhitungan dan mengabaikan pengembangan pandangan terpadu yang lebih luas dari pemecahan masalah statistik. Peserta didik diwajibkan untuk menghafal fakta dan prosedur. Konsep statistik jarang dikaitkan dengan masalah nyata, lingkungan belajar yang tidak memberi keleluasaan berpikir kepada peserta didik, dan secara umum hanya ada satu jawaban yang benar untuk setiap masalah yang diberikan. Akibatnya peserta didik hanya hafal fakta dan prosedur statistik tanpa bisa mengaplikasikannya untuk memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut Ben-Zvi & Friedlander menyatakan bahwa ketika diberikan masalah yang nyata, dalam pembelajaran statistika konvensional kegiatan cenderung menjadi tidak nyata dan relatif dangkal. Selain itu, biasanya peserta didik mendapatkan statistika dari kurikulum berbentuk sekumpulan materi yang terpisah-pisah, teknik pembelajaran tidak bermakna dan tidak relevan, membosankan dan bersifat rutin. Banyak pendidik yang mengabaikan materi unit statistika yang wajib diberikan. Para pendidik berpendapat bahwa tidak ada waktu, atau ada tekanan untuk memasukkan topik statistika yang lebih penting, serta kurangnya minat dan pengetahuan tentang statistika. Pernyataan Ben-Zvi & Friedlander di atas mengindikasikan bahwa pembelajaran statistika konvensional kurang bermakna bagi peserta didik. Dan pada pembelajaran statistika konvensional, pendidik lebih menekankan pada kemampuan literasi statistis bukan kepada kemampuan bernalar statistiknya.

Model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan penalaran statistik adalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah disertai Instruksi Metakognisi (PBM-IM). Model ini menggabungkan aspek pemecahan masalah serta aspek metakognisi dengan tujuan untuk saling melengkapi. Hal ini disebabkan model PBM yang saat ini banyak digunakan oleh pendidik belum memberi perhatian khusus pada aspek metakognisi. Padahal dalam beberapa penelitian ditemukan keselarasan antara aspek pemecahan masalah dengan aspek metakognisi. Seperti yang dinyatakan oleh O’Niel dan Brown bahwa dalam rangka membangun strategi pemecahan masalah, metakognisi memegang peranan penting sebagai proses dimana seseorang berpikir tentang pikirannya dalam rangka membangun strategi tersebut. Metakognisi melibatkan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang aktivitas kognitifnya sendiri atau segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas kognitifnya. Pengetahuan berkaitan dengan pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedangkan aktivitas kognitif berkaitan perencanaan, prediksi, monitoring, dan mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu. Oleh karena itu, metakognisi memiliki peranan penting dalam menyelesaikan masalah, khususnya dalam mengatur dan mengontrol aktivitas kognitif dalam menyelesaikan masalah, sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah menjadi lebih efektif dan efisien. Senada dengan beberapa penelitian, ditemukan keselarasan antara aspek pemecahan masalah dengan aspek metakognisi. Ozsoy & Ataman menyatakan bahwa terdapat hubungan aspek pemecahan masalah dengan ketrampilan metakognisi. Dengan demikian dapat disimpulkan kemampuan metakognisi tidak bisa lepas dalam proses pemecahan masalah. Untuk itulah dirancang model PBM-IM sebagai modifikasi dari model pembelajaran berbasis masalah yang menyertakan strategi metakognisi yang berupa instruksi-instruksi metakognisi. Adapun tahapan model PBM-IM dalam 1) Mereview dan Menyajikan Masalah; 2) Memberi Kesempatan Memahami Masalah: 3) Mendorong dan Memfasilitasi Proses Merancang Rencana Pemecahan Masalah; 4) Mendampingi dan Membimbing Pelaksanakan Rencana Pemecahan Masalah; 5) Memoderatori Pembahasan dan Penyajian Hasil Pemecahan Masalah; 6) Merefleksi dan Memberi Penguatan; 7) Mengevaluasi dan Menyimpulkan Pembelajaran.PBM-IM sebagai pengembangan dari model PBM, memiliki karakteristik berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow dan Min Liu, yaitu 1) Learning is student-centered, ditunjukkan dalam proses pembelajaran lebih menitikberatkan kepada pembelajar. Model PBM-IM didukung oleh teori konstruktivisme dimana peserta didik didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri. 2) Authentic problems form the organizing focus for learning, maksudnya adalah masalah yang disajikan kepada peserta didik adalah masalah yang otentik sehingga peserta didik mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti. 3) New information is acquired through self-directed learning, dalam proses pemecahan masalah mungkin saja peserta didik belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya, sehingga peserta didik berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya. 4) Learning occurs in small groups tujuannya agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaborative, maka model PBM-IM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas. 5) Teachers act as facilitators, pada pelaksanaan model PBM-IM, pendidik hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, walaupun begitu pendidik harus selalu memantau perkembangan aktivitas peserta didik dan mendorongnya agar mencapai target yang hendak dicapai.

Model PBM-IM diujicobakan pada mahasiswa Jurusan Tadris Matematika FTIK IAIN Kerinci. Dari hasil uji coba menunjukkan bahwa terdapat peningkatan rata-rata kemampuan penalaran mahasiswa yang signifikan antara sebelum diterapkan model PBM-IM dengan sesudah diterapkan model PBM-IM. Selain itu juga terdapat perbedaan rata-rata kemampuan penalaran statistik mahasiswa yang signifikan antara kelas yang menerapkan model PBM-IM dengan kelas yang tidak menerapkan model PBM-IM. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model PBM-IM mampu mengasah kemampuan penalaran statistik mahasiswa.Artikel ini ditulis berdasarkan disertasi penulis yang penyelesaian program doktoral (S-3) pada Program Studi Ilmu Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Padang, dengan Tim Promotor Prof. Dr. Ahmad Fauzan, M.Pd., M.Sc., Prof. Dr. I Made Arnawa, M.Si, dan Dr. Daharnis, M.Pd. Kons. Tim penguji Prof. Dr. Azwar Ananda, M.Pd, Prof. Dr. Z. Mawardi Effendi, M.Pd, Dengan penguji luar Prof. Turmudi, M.Ed, M.Sc, Ph.D dari Universitas Pendidikan Indonesia.

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini