JAKARTA - Saat ini tantangan tengah dihadapi industri restoran sushi di Jepang selama pandemi COVID-19. Meskipun sushi merupakan salah satu kuliner Jepang yang paling terkenal dan populer di seluruh dunia, restoran-restoran sushi di Jepang sendiri mengalami kesulitan, dengan peningkatan kebangkrutan yang signifikan.Menurut laporan Tokyo Shoko Research Ltd, beberapa faktor menyebabkan peningkatan kebangkrutan restoran sushi di Jepang. Pertama, kenaikan nilai tukar komponen baku telah meningkatkan biaya operasional restoran. Kedua, kekurangan staf dan pengurangan langkah-langkah dukungan di masa pandemi telah menyulitkan operasional restoran. Lima restoran sushi bangkrut dalam satu bulan pada bulan Januari, jumlah terbanyak sejak Agustus 2020.
Selain itu, restoran-restoran kecil juga mengalami kesulitan dalam menghadapi kenaikan harga makanan dan utilitas, yang menyebabkan peningkatan biaya operasional. Beban tambahan untuk membayar kembali pinjaman yang diperoleh selama pandemi juga meningkatkan tekanan keuangan bagi restoran-restoran tersebut.Di samping itu, Jepang juga mengalami lonjakan inflasi, terutama pada harga makanan. Kenaikan biaya impor dan melemahnya nilai yen telah menyebabkan kenaikan biaya hidup di Jepang, yang tidak biasa bagi masyarakat Jepang yang terbiasa dengan deflasi.
Kebangkrutan restoran tidak hanya terjadi pada industri sushi, tetapi juga pada sektor jasa secara keseluruhan, dengan restoran-restoran ramen juga mengalami peningkatan kebangkrutan. Pada tahun lalu, jumlah restoran ramen yang bangkrut hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya.Secara keseluruhan, kondisi ekonomi yang sulit selama pandemi COVID-19, termasuk kenaikan biaya operasional dan inflasi, telah menyebabkan tantangan besar bagi industri restoran di Jepang, termasuk restoran sushi yang dianggap sebagai salah satu ikon kuliner negara tersebut. Editor : Eriandi
