Normal Lama dan Normal Baru

×

Normal Lama dan Normal Baru

Bagikan berita
Foto Normal Lama dan Normal Baru
Foto Normal Lama dan Normal Baru

Harris Effendi ThaharPemerintah telah merancang skenario bagaimana caranya hidup ‘normal’ di tengah-tengah pandemik Covid-19 yang belum mungkin habis dalam waktu dekat, sebelum vaksinnya ditemukan. Sementara, akibat ketidaknormalan cara hidup kita sekarang (yang dialami oleh manusia hampir di seluruh dunia), telah berdampak buruk terhadap perekonomian yang ujung-ujungnya dapat menghancurkan hidup kita dalam waktu yang tidak begitu lama. Oleh sebab itu, hidup normal seperti sediakala, seperti sebelum wabah korona ini menyerang, tidak mungkin dilakukan.

Tidak zamannya lagi pergi berperang dengan senjata bambu runcing sementara musuh punya senapan serbu kalashnikov dan bazooka. Kalau nekat dilakukan juga dengan alasan perjuangan suci akan dimenangkan Tuhan, itu namanya bunuh diri. Kita tidak ingin diterawakan orang hidup normal seperti sediakala, tapi akan dipuji bisa hidup normal dengan cara baru, yang kini disebut new normal alias normal baru.Mau tidak mau, ekonomi harus berjalan kembali. Warung-warung, pasar, dan mall harus dibuka, akan tetapi dengan kesepakatan aturan baru. Kesepakatan antara penjual dan pembeli. Kesepakatan taat protokol kesehatan. Semua orang harus pakai masker, jaga jarak, dan mencuci tangan setelah melakukan kegiatan jual beli. Jika restoran hanya boleh diisi sepuluh orang, haruslah kita bersedia menunggu atau membeli makanan untuk dibawa pulang saja.

Pabrik-pabrik, kantor-kantor perusahaan dan kantor pemerintah harus dibuka kembali dengan tatacara yang baru, yakni dengan taat protokol kesehatan. Sekolah, perguruan tinggi, serta pesantren, rumah-rumah ibadah seperti masjid, gereja, pura, dan kelenteng juga sudah harus dibuka dengan tatacara yang disesuaikan dengan antisipasi Covid-19.Pendek kata, kita mulai hidup normal kembali, tapi dengan cara yang baru yang lama-lama dharapkan menjadi kebiasaan dan budaya yang baru. Itulah new normal, kenormalan baru, kata Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat.

Pada masa kita hidup di zaman normal lama, murid-murid setiap hari mencium tangan gurunya.Sekarang, para orangtua wanti-wanti melarang anaknya, apalgi yang masih TK bila orang dewasa bertemu teman sejawat yang akrab, sering bersalaman bahkan ditambah pula dengan cipika cipiki. Tapi, sekarang zaman normal baru, tidak boleh lagi salim cium tangan dan bersalaman apalagi cipika cipiki, bisa-bisa tertular virus korona. Siapa tahu bukan?Jadi, yang dikatakan hidup normal sekarang ini adalah dengan tatacara baru yang kita kenal dengan mengindahkan protokol kesehatan. Kalau ada orang yang mondar-mandir di luar rumahnya tanpa mengenakan masker, itu disebut tidak normal alias abnormal. Begitu pula kalau kita melihat ratusan orang berdesak-desak antre mendapatkan bantuan tunai langsung dari Kemensos, itu adalah masyarakat abnormal yang sangat rentan positif terpapar virus korona.

Meski demikian, hingga hari ini masih ada sebagain orang yang tidak peduli dengan wabah korona ini, termasuk seorang perempuan muda yang diwawancarai salah satu canel TV yang mengatakan, tidak takut korona. Oleh sebab itu, dia tidak menggunakan masker dan berdesakan di sebuah mall, berebut beli pakaian lebaran. Mengapa? “Nggak takut aja. Yang bakal kena itu sudah ada orangnya, yang tidak kena itu juga sudah ada orangnya, ngapain takut?” Begitu jawab perempuan muda itu. Perempuan muda itu pasti tidak sendiri, tentu banyak yang sependapat dengannya.Jika rencana ‘new normal’ yang dirancang pemerintah ini jalan, setidaknya pengawasan oleh aparat yang berwenang tetap dilakukan, malah harus lebih disiplin, terutama untuk kelompok-kelompok ‘normal lama’ itu. Dikhawatirkan, kelompok-kelompok ‘normal lama’ itu akan menjadi bom baru untuk meledakkan gelombang kedua serangan Covid-19. Tidak terbayangkan bahayanya.

Selain itu, rasanya kok belum masanya kita memasuki ‘new normal’ itu karena tren keterjangkitan positif korona belum ada tanda-tanda melandai. Justru naik terus. Belum sampai pada puncak kurva. Apakah kita nekat saja menerobos di kala kurva masih menaik? Tidak mungkinkah kita menunggu sebentar lagi, menunggu kurva melandai sembari tetap memperketat pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan oleh para petugas?Kita setuju normal baru, tapi dengan konsisten disiplin, masyarakat maupun petugas. Oleh sebab itu, ikuti anjuran Presiden, sosialisasikan dengan massif. Maju terus!

Editor : Eriandi, S.Sos
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Ganefri
Terkini