Peran Filsafat Ilmu dalam Memajukan Pendidikan Bahasa

Foto Harian Singgalang
×

Peran Filsafat Ilmu dalam Memajukan Pendidikan Bahasa

Bagikan opini

Oleh Dessy Dwisusila, M.PdMahasiswa Program Doktor Ilmu Keguruan Bahasa UNP

Setiap kita dilahirkan hakikatnya diberikan atau memiliki keunggulan atau potensi masing-masing dalam dirinya oleh Tuhan. Dari kecil kita sudah menerima pendidikan dari kedua orang tua yang  berguna untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Bagi kita sebagai anak, orang tua adalah guru pertama dalam kehidupan. Setelah itu dengan berjalannya waktu kita akan masuk ke lingkungan selain lingkungan keluarga, yaitu masyarakat hingga negara. Lingkungan tersebut akan memberikan pengalaman dan ragam tersendiri dalam meniti kehidupan yang berbagai macam warnanya.Pendidikan yang kita peroleh dalam bentuk berbagai macam yang dalam proses penerimaannya masing-masing berbeda dari setiap kita. Misalnya dalam berbahasa. Menurut para ahli atau sebagaimana kita ketahui seseorang telah mendapat pembelajaran mulai dari kita dalam kandungan. Seorang anak mengenal suara ibu dan ayah yang merupakan langkah awal dalam mempelajari tata bahasa yang akan terus berlanjut saat ia terlahir ke dunia. Bahasa awal yang diterima oleh seorang anak disebut sebagai Bahasa pertama atau Bahasa ibu.

Menurut John Dewey pendidikan tidak dapat dipisahkan dari filsafat, karena filsafat adalah pemecah problemkehidupan, sedangkan pendidikan berisi melatih manusia untuk menyelesaikan problem kehidupan. Dalam hal ini filsafat sangat penting dalam perkembangan kehidupan manusia. Seperti yang dikatakan oleh Kneller (1971) bahwa pendidikan membutuhkan filsafat karena banyaknya masalah pendidikan yang tidak dapat dijangkau oleh sains pendidikan.

Peran filsafat ilmu dalam mengembangkan pendidikan bahasa. Setidaknya ada lima periode perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh peran aktif filsafat, Periode pertama adalah Linguistik Yunani Kuno, periode ini dibedakan atas periode Plato, Aristoteles, Stoik, dan Aleksandria. Pada Aleksandria ini yang melanjutkan kaum Stoik dikenal dengan Tata Bahasa Tradisional. Menyusun pola hukum kanon dalam bahasa  sebagai hasil penyelidikan terhadap kereguleran bahasa. Dionysus Thrax (Abad 2 SM) menyusun buku tata bahasa pertama yang komprehensif dan sistematis.Periode kedua Linguistik Romawi, di mana objek penelitian filosof pada bahasa adalah gramatika bahasa Latin dengan tokohnya Varro dan Priscia. Karya ini ‘Varro De Lengua Latina’ merupakan dasar-dasar bidang etimologi, morfologi, dan partes orationis dan oratio/sintaksis. Generasi berikutnya adalah Tata Bahasa Priscia berisi contoh tata bahasa-tata bahasa Eropa yang mencakup morfologi dan sintaksis (Parera, 1991).

Periode ketiga Linguistik Zaman Pertengahan yang merupakan zaman keemasannya filosof (Patristic dan Skolastic) yang cenderung teologia. Tokohnya Thomas Aquinas. Menggunakan metode analitika bahasa ‘summa theologiae’ yaitu analogi dan metafora. Konsep dasar lainnya adalah kaum Modiste yang menekankan ilmu semantik dan konsep bahasa spekulatif. Konsep ini menyatakan bahwa kata pada hakikatnya secara langsung mewakili benda yang ditunjukkannya.Periode keempat zaman abad modern. Zaman ini ditandai dengan Renaissance dan Aufklarung yang menurut Voltaire zaman akal, berkembang ke arah ilmu pengetahuan modern. Tokoh peletak dasarnya Francis Bacon dengan Novum Organum-nya. Filosof bahasa juga mengarah ke linguistik. Bahkan bahasa berkembang sebagai sarana ilmu pengetahuan, metode ilmiah, logika, dan epistemologi. Semua perkembangan ke arah filsafat analitika bahasa. Tokohnya Rene Descartes dengan metode Cogito Ergosum [aku berpikir maka aku ada]. Tokoh lain Thomas Hobbes, John Locke, David Hume dan Immanuel Kant memengaruhi aliran Atomis Logis, kemudian memengaruhi positivisme logis dan filsafat bahasa biasa. (Kaelan, 1998).

Periode kelima zaman Abad XX. Ada ‘revolusi’ filsafat dari pemikir Cambridge, dengan tokoh George Edward Moore, Bertrand Russel, dan Ludwig Wittgenstein. Wittgenstein dengan Tractatus Logico - Philosophicus dianggap filsafat yang sangat baru, kemudian dikenal dengan sebutan Atomisme Logis. Namun jika ditelusuri bersumber pada pemikiran Descartes, Empirisme Inggris/Locke dan Hume, maupun kritisisme Kant. Philosophy Investigations Wittgenstein menjadi pokok masalah semantik. John Langshaw Austin (Oxford) dengan bukunya ‘How to Do Thing With Word’, dasar dari performative utterance dan constative utterance, kemudian menjadi speech acts (Kaelan, 1998).Sisa Perdebatan Fisei dan Nomos abad Modern. Thomas Kuhn memperkenalkan paradigma yaitu prestasi ilmiah yang diakui pada suatu masa sebagai model menyelesaikan masalah, istilah lainnya sebagai norma ilmiah. Pengaruh paradigma Plato [physei mirip realitas, ikonis, non-arbitrer], berbeda dengan paradigma Aristoteles (thesei tidak mirip realita, arbitrer, non ikonis, kecuali onomatope), kedua paradigma ini bertentangan tetapi masih dipakai peneliti untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan hakikat bahasa sebagai tanda. Pengaruh Plato dalam linguistik disebut kaum naturalis. Pengaruh Aristoteles dalam linguistik disebut kaum konvensionalis yang menerima adanya arbitrer bahasa dengan realitas.

Dengan semua uraian di atas, filsafat ilmu sangat berperan aktif dalam perkembangan Bahasa. Periode pertama dihasilkannya buku tata bahasa pertama yang komprehensif dan sistematis, kemudian dilanjutkan periode kedua perkembangan pada tata bahasa-tata bahasa Eropa yang mencakup morfologi dan sintaksis. Pada periode ketiga munculnya ilmu semantik dan konsep bahasa spekulatif. Periode keempat bahasa berkembang sebagai sarana ilmu pengetahuan, metode ilmiah, logika, dan epistemologi. Periode kelima tentang perkembangan masalah semantik. (***)

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini