Tuanku (Santri) Suluah Bendang 

Foto Harian Singgalang
×

Tuanku (Santri) Suluah Bendang 

Bagikan opini

 Oleh: Duski Samad

Guru Besar UIN Imam BonjolTulisan ini dibuat untuk menyambut dan memberi makna Peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2023 mendatang. Santri sejatinya di Minangkabau (baca Sumatera Barat) adalah mereka yang diamanahi tugas sebagai ulama, tokoh agama dan pengerak Islam setelah menamatkan kaji dan berbaiat dalam tarekat diberi gelar Tuanku, sesuai kesepakatan guru dengan ninik mamak di Nagari, ketek banamo, gadang ba gala. misalnya Tuanku Bagindo, dan Tuanku Sutan dan gelar sejenisnya.

Pentingnya peran, tugas dan fungsi Tuanku dan perangkatnya yaitu Pakiah, Anak Siak, Labai, Malin, Pandito, Urang Siak, Pengawai dan sebutan lainya adalah riilnya adanya dan tidak dapat dipandang kecil. Jenazah baru bisa diselenggarakan jika Tuanku sudah datang dan urang siak sudah bekerja. Masjid dan Surau akan mati kegiatan bila Tuanku sudah sibuk di luar misi ketuankuannya, bahkan hampir setiap aktivitas hidup punya hubungkait dengan Tuanku, dan jajarannya.Namun harus diakui, pergeseran budaya dan kemajuan kini peran Tuanku sudah terbatas dalam lingkup urusan agama dalam makna sempit. Keberadaan Tuanku sebagai sosok minta nasehat kesehatan (dokter, tenaga medis), menjadi orang yang memberi ramuan anti hama di pertanian (penyuluh pertanian) dan Tuanku sebagai tempat minta pendapat siapa tokoh yang akan dipilih dalam pemilihan langsung (panutan politik), sudah tidak sehebat dulu lagi, sudah diambil alih oleh tenaga profesional, atau dikalahkan oleh "amplop" pengejar kekuasaan dalam setiap pemilihan langsung.

Sejarah mencatat bahwa aslinya gelar Tuanku disandang oleh ulama dan pengerak Islam dalam nagari Minangkabau, yang awal lahirnya abad ke 17 masehi. Syekh Burhanuddin Ulakan, (Azyumardi Azra menulis masa hidup Syekh Burhanuddin hidup yaitu 1056-1104 H/ 1646-1692) adalah pengembang Islam yang mulai memberikan gelar Tuanku kepada sahabat dan muridnya yang sudah menamatkan pendidikan agama di Surau Tanjung Medan Ulakan Pariaman.Ada informasi lain dari cerita tokoh tua dan beberapa artikel bahwa Tuanku itu aslinya sudah ada sejak pengembang Islam lebih awal di Minangkabau, yang dikatakan gurunya Syekh Burhanuddin, yakni Syekh asal Mekkah, Syekh ‘Abd Allāh ‘Ᾱrif (w. 1039/1619).

Kekhasan gelar Tuanku adalah ia lahir dari proses pendidikan Surau, mangaji duduk (halaqah), dan Pondok Pesanteren yang sudah menamatkan kaji, menimal 7 (tujuh) tahun. Prosesi penobatan dan pemberian gelar Tuanku dilakukan ulama (guru) mereka atas persetujuan ninik mamak di nagari masing-masing, (wujud nyata akulturasi Islam dan adat Minangkabau, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah).Keberadaan sebutan atau gelar Tuanku di Minangkabau adalah bersamaan dengan terjadinya islamisasi Minangkabau dan ada hubungkaitnya dengan gelar Tengku di Aceh. Sebab Syekh Burhanuddin Ulakan adalah murid Syekh Syekh ‘Abd al-Ra’ūf al-Fanshūri (w. 1105/1693).

Peneliti sejarah Islam Indonesia menempatkan Syekh Burhanuddin Ulakan sebagai pengembang atau penyiaran Islam yang belajarnya di Aceh dan banyak terpengaruh dengan tradisi Aceh.Burhanuddin mendirikan pusat pendidikan Islam (surau) di Tanjung Medan, Ulakan (Azra 2000, Daya 1990, Fathurahman 2010).

Pendirian surau merupakan langkah awal dan penting Burhanuddin dalam islamisasi Minangkabau. Perjuangannya dalam menyebarkan Islam melalui Surau Tanjung Medan dibantu oleh empat murid senior yang juga sahabatnya ketika belajar di Aceh (Fathurahman 2010).Tupoksi Tuanku

Tugas pokok dan fungsi Tuanku dalam kearifan adat Minangkabau disebut SULUAH BENDANG DALAM NAGARI, artinya menjadi penerang kehidupan masyarakat dalam artian yang luas. Tuanku sebagai ulama, tokoh agama dan sekaligus bahagian yang melekat dalam kepemimpinan adat Minangkabau, urang ampek jinih dan ampek jinih.Tuanku, disebut dalam beberapa Nagari dengan Malin, dan Pandito adalah unsur pemimpin yang tugas fungsinya bidang agama dan keagamaan. Tuanku bersama Penghulu, Manti, Malin, dan Dubalang disebut kepeminpinan urang ampek jinih (empat jenis). Tuanku juga menduduki posisi khusus yaitu jinih nan ampek (jenis yang empat), Qadhi, Imam, Khatib dan Bilal.

Tugas fungsi dan kedudukan penting dan strategis dalam masyarakat adat Minangkabau maka menjadikan sosok Tuanku itu didiskripsikan dalam kapasitas diri yang mumpuni dan berwibawa.Tuanku alim ulama adalah orang di dalam masyarakat yang mengetahui segala hal tentang ilmu agama. Alim ulama memiliki tugas mengajarkan pendidikan agama serta menyebarkan dakwah sesuai Al Qur'an dan hadist ajaran dari Rasulullah SAW, serta mencontohkan perilaku yang baik menurut ajaran akidah.

Dalam masyarakat adat Minangkabau, Tuanku adalah memiliki tugas fungsi sebagai suluah bendang dalam nagari, dengan karakter dan kepribadian kuat, katonyo kato hakikat, duduk bacamin kitab, tagak rintang ba fatwa, duduk di halaman adat, tagak di pintu syarak.Pesan penting dari tugas fungsi dan kepribadian Tuanku adalah ulama, tokoh agam dan pengerak Islam yang mendapat legitimasi kuat dari kearifan adat dan bahkan figur yang paling bertanggung jawab dalam urusan keimanan dan keislaman.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini