Syafri Jalam (55), menyeka keringat yang mengalir dari wajahnya, setelah mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar. "Berburu" Solar merupakan kegiatan wajib bagi warga Nagari Lawang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatera Barat itu. Penghidupannya bergantung dengan ketersediaannya Solar, agar bisa mengoperasikan mesin diesel untuk menggiling tebu agar bisa memproduksi gula merah.Itu adalah kegelisahan Syafri Jalam, sebelum adanya program Electrifying Agriculture (EA) dari PLN. Melalui program Electrifying Agriculture, PLN berkomitmen meningkatkan performa sektor pertanian melalui transisi energi dari mesin berbahan bakar menjadi energi listrik.
Syafri yang tergabung dalam kelompok tani Inovatif Tebu Serumpun itu kini hemat biaya operasional hingga 60%. Saat ini petani tebu itu tidak perlu lagi mengantri solar dan memikirkan biaya perawatan mesin dieselnya.Sebelum adanya program EA dari PLN, Syafri harus membeli BBM solar rata-rata Rp 350 Ribu setiap produksi 1 ton tebu untuk penggunaan mesin diesel.
"Alhamdulillah, sekarang cukup membeli token listrik saja, sekitar Rp90 ribu setiap produksi 1 Ton tebu," kata dia.Peralihan mesin berbasis diesel menjadi listrik menjadi lebih efektif, efisien dan menguntungkan dan ramah lingkungan bagi petani tebu.
"Program ini sangat membantu kami sebagai petani. Kami jauh lebih hemat secara biaya dan pengoperasian pakai listrik pun juga sangat mudah," kata SyafriMelihat efektivitas peralihan tersebut, PLN gencar melakukan sosialisasi Electrifying Agriculture kepada masyarakat khususnya para pelaku usaha di sektor pertanian.
Manager Komunikasi dan TJSL PLN Unit Induk Distribusi (UID) Sumatera Barat Yenti Elfina menyampaikan program Electrifying Agriculture saat ini menjadi perhatian besar PLN sebagai bentuk komitmen untuk memajukan sektor pertanian sekaligus meningkatkan produktivitas para petani melalui teknologi yang lebih modern.“Electrifying Agriculture merupakan program yang digagas oleh PLN dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan listrik yang lebih mudah dan terjangkau bagi para petani. Salah satu wujud program ini adalah saat PLN UID Sumbar menyerahkan 3 buah mesin elektro motor untuk 3 lokasi penggilingan tebu di kecamatan Matur Nagari Lawang dalam program TJSL di tahun 2022 lalu,” ungkapnya.
Menurutnya, keuntungan transisi ke mesin berbasis listrik tidak hanya dari pemangkasan biaya produksi, namun juga penambahan SDM hingga meminimalisir polusi udara dan suara.[caption id="attachment_176951" align="aligncenter" width="500"] Syafri Jalam menekan tombol di box panel listrik untuk mengoperasikan mesin giling tebu . Dengan beralihnya ke tenaga Listrik , biaya produksi lebih hemat.(givo alputra)[/caption][caption id="attachment_176952" align="aligncenter" width="500"] Aktivitas di kilang tebu milik Syafri.(givo alputra)[/caption][caption id="attachment_176953" align="aligncenter" width="500"] Pemanfaatan tenaga Listrik dalam proses menggiling tebu untuk pembuatan gula merah.(givo alputra)[/caption]
[caption id="attachment_176955" align="aligncenter" width="500"] Kebun tebu di Nagari Lawang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.(givo alputra)[/caption][caption id="attachment_176956" align="aligncenter" width="500"] Potret Syafri Jamal di ruang istirahat sekaligus tempat penyimpanan gula merah hasil kilangan tebu. Gula merah ini nantinya akan dikirim ke kota-kota terdekat dan luar provinsi.(givo alputra)[/caption]