Kota Padang mulai berkembang ketika kedatangan pedagang Belanda yang bernama Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1663. Kota Padang sebagai markas besarnya untuk kawasan pantai barat Sumatera (Sumatra's Westkust) mulai tahun 1666.VOC tertarik untuk membuat pelabuhan di kawasan muara sungai Batang Arau, karena memiliki muara yang luas dan bagus untuk bersandar kapal-kapal dagang. Seiring berjalannya waktu, Kota Padang berkembang menjadi pusat perdagangan terpenting dengan ditujuk sebagai ibu kota pada 1668.
Pada 7 Agustus 1669, hari itu terjadinya pergolakan masyarakat Pauh, Kuranji, dan Koto Tangah untuk melawan monopli VOC dengan membakar loji di kawasan Pelabuhan Muaro. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Padang.Pada tahun 1670 VOC kembali membuat loji dan benteng di kawasan Pelabuhan Muaro. Pada tahun 1781 benteng VOC dibongkar oleh Inggris. VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799 dan diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kota Padang semakin berkembang setelah adanya Pelabuhan Teluk Bayur di Padang, pabrik Semen di Padang, Tambang Batu Bara di Sawahlunto, dan dibangunnya jaringan kereta api hampir di seluruh wilayah Sumbar yang dikenal dengan proyek Tiga Serangkai Belanda untuk industry Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto yang sekarang menjadi warisan dunia.Lalu lintas perdagang semakin ramai dan berkembang pesat sehingga sekitaran wilayah ini tumbuh menjadi pusat pemukiman baru yang homogen dan padat sehingga Kota Padang dijuluki sebagai kota metropolitan di kawasan pesisir pantai barat pulau Sumatera di abad ke-19 hingga awal abad ke-20.Saat ini di sekitar bekas benteng VOC di tepi sungai Batang Arau merupakan pusat kota lama dengan bangunan berarsitektur kolonial. Tercatat ada lebih 20 bangsa asing di dunia pernah datang ke Kota Padang dan hingga saat ini ada 18 bangunan cagar budaya yang ada di sekitar Batang Arau.(yose)