Perilaku Rizal dan kawan-kawan sebayanya serta warga daerah secara keseluruhan saat lebaran sangat beragam. Aksi-aksi itu bisa diwujudkan dalam bentuk ‘kenakalan anak-anak’ hingga kegiatan yang sifatnya ‘badunie’.
Plesir yang dimaksud atau dilakukan Rizal adalah bertamasya. Tamasya dilakukan dengan berjalan-jalan ke Subarang, Cintuk, Tanjung Alai dan Sulit Air. Tamasya dilakukan dengan berjalan kaki, misalnya berjalan dari kampungnya ke Subarang. Dari Subarang ke Cintuk dilakukan dengan bendi. Berbendi-bendi adalah plesiran utama yang dilakukan Rizal dan kawan-kawannya.
Saat itu juga ada tamasya (pesiar) dengan mobil, tapi itu dilakukan anak (orang) kaya.
Rizal berplesiran ada sekitar 20 bendi yang beroperasi antara Subarang dengan Calau. Semua bendi itu milik orang Malalo. Sewa bendi sebesar 5 sen per penumpang. Harga itu dikatakan Rizal murah. Murahnya sewa bendi membuat Rizal dan kawan-kawan bisa berbendi-bendi sebanyak beberapa kali.
Rizal sangat terkesan dengan plesiran babendi-bendi itu. Kusirnya ramah, dia selalu bercerita sepanjang perjalanan. Dia juga menjawab semua pertanyaan yang diajukan Rizal dan kawan-kawannya. Dari sang kusir Rizal tahu bahwa saat itu anak nagari sedang keranjingan memakai kaca mata hitam dan arloji kaleng.
Rizal senang berbendi karena di bendi para penumpang (Rizal dan kawan-kawannya) ‘bisa berbuat apa saja’. Beberapa perbuatan yang mereka lakukan antara lain melemparkan mercon ke penumpang bendi lain atau pada orang yang berjalan kaki. Menghina atau melecehkan anak-anak (orang) yang berjalan kaki.
Bendi yang ditumpangi Rizal dan kawan-kawan sudah tua dan jika berjalan, apalagi melalui jalan berlobang, maka bendi itu bergoncang hebat dan berderak-derak, serasa akan rerak bodinya. Kondisi yang relatif sama juga dimiliki oleh bendi-bendi yang lain.Walau bagaimana pun kondisi bendinya, Rizal mengatakan dia senang berbendi-bendi.
Rizal menyebut bahwa Cintuk adalah objek wisata yang disukai wisatawan. Ada pengunjung mandi-mandi di sana dan ada juga yang hanya melihat keindahan alam saja.
Tamasya lain yang dilakukan Rizal adalah menyaksikan perlombaan sampan atau ‘pacu biduk’ di Batu Beragung. Acara dilaksanakan sore hari dan diikuti oleh 30 perahu. Acara ini sangat menarik dan ada ratusan warga yang menontonnya. Tidak hanya sekedar menyaksikan, Rizal dan kawannya juga ikut berlomba, namun tidak menang.