Aktivitas lain yang dilakukan Riza adalah berwisata kuliner. Makan gado-gado, cendol, dan kue-kue lainnya.
Saat lebaran Rizal dan kawan-kawannya juga diizinkan menghisap cerutu (diizinkan oleh ayah mereka dan hanya diizinkan sewaktu lebaran). Ada arti lain dari menghisap cerutu itu, yakni sebagai pembakar mercon yang akan dilemparkan kepada orang lain.
Di samping dengan kawan, Rizal juga bertamasya dengan ayahnya. Mereka pergi ke Tanjung Alai dan Sulit Air. Mereka naik kereta api hingga Singkarak dan dari Singkarak naik bendi ke Tanjung Alai (Sulit Air).
Di Tanjung Alai, Rizal menyaksikan acara ‘badunie’. Acara yang paling berkesan dimemori Rizal adalah ‘arak-arakan’, yaitu pertandingan peserta pawai dengan penampilkan (kostum) yang unik, menarik dan wah, serta berpesta-pora membakar mercon (berpeti-peti atau beratus-ratus untaian mercon) banyaknya. Ada dua kelompok yang ikut perlombaan itu. Pemenangnya adalah kelompok yang paling unik, menarik dan wah kostumnya, serta yang paling banyak merconnya.
Rizal menulis, kedua kelompok ‘all-out’ menghadapi perlombaan ini. Mereka menampilkan semua potensi yang mereka miliki, termasuk uang yang dicari di rantau. Bahkan disebut Rizal, uang yang dicari selama 11 bulan ‘harus dihabiskan’ untuk merayakan lebaran ini.
Di Tanjung Alai Rizal juga mengunjungi objek wisata alam yang sarat dengan ‘kisah sejarah’. Rizal mengunjungi Ngalau, sebuah goa dalam batu karang yang panjang dan lebar. Bukit batu itu berbentuk kapal yang terdampar di lereng bukit. Anak nagari setempat menyebut (mempercayai) bahwa dahulunya bukit batu itu adalah sebuah kapal dari seorang anak yang durhaka kepada ibunya. Kapal itu menjadi batu karena dikutuk oleh ibu karena sang anak durhaka kepadanya (mirip cerita batu Malin Kundang di Padang). Rizal menyebut ada banyak relief, guratan dan onggokan batu di sana yang mirip peralatan atau barang-barang yang ada di kapal. Rizal mencatat ada relief, guratan dan onggokan batu yang berbentuk lipatan kain, peti-peti, orang (kelasi) kapal yang sedang bermenung, serta juga berbentuk bilik-bilik kapal.Objek wisata lainnya yang dikunjungi Rizal adalah puncak bukit Tanjung Alai,. Dari sini nampak Danau Singkarak, hamparan sawah yang luas dari Singkarak hingga Solok, dan kereta api yang menjalar bagaikan ular di pinggir danau dan melintasi persawahan menuju Solok.
Tamasya lain yang dilakukan Riza adalah mengunjungi Nagari Sulit Air. Rizal terpesona dengan ramainya nagari itu. Ada banyak rumah di nagari tersebut dan ada rumah yang besar (panjang) sekali, yang panjangnya sekitar 100 meter. Sebagai anak kecil Rizal menyebut bahwa di ruang depan rumah itu orang bisa bermain bola, dan penghuninya beratus orang banyaknya. Rizal menyebut bahwa saat dia berkunjung ke sana rumah itu sudah dipotong dua.
Orang Sulit Air juga merayakan lebaran dengan acara yang sifatnya ‘badunie’. Hal ini terlihat dari ‘tidak terkira banyaknya mercon yang dibakar’, berbagai macam serta model pakaian yang dikenakan, serta banyak permainan yang ditampilkan. Rizal menyebut kemewahan dan kehebatan Sulit Air dalam merayakan lebaran lima kali lebih banyak dan hebat dibandingkan dengan Tanjung Alai.
Dari tulisannya terkesan bahwa, bagi Rizal, berlebaran identik dengan berpesiar dan bertamasya dan ‘badunie’.