Namun, ada sesuatu yang menarik dari keberadaan pasanggaran di Sumatera Barat. Buku itu menginformasikan, bahwa di samping milik pemerintah, di Sumatera Barat juga ada sejumlah pasanggarahan milik nagari atau milik pasar.
Seiring dengan semakin bergairahnya dunia pariwisata Sumatera Barat dan semakin banyaknya wisatawan yang datang, maka kebutuhan akan tempat menginap juga semakin tinggi. Sehubungan dengan itu sejumlah pasanggrahan baru dibangun. Pasanggrahan dibangun di banyak tempat dan hampir merata di seluruh Residentie van Sumatera’s Westkust (yang wilayahnya pada tahun juga mencakup Kabupaten Kampar dan Kerinci dewasa ini).
Gairah pembangunan pasanggarahan tersebut menyebabkan terjadinya lonjakan yang cukup tajam dalam jumlahnya di Sumatera Barat. Menurut buku Handboek voor Toerisme in Nederlandsch-Indie(1938) jumlahnya sebanyak 79 buah.
Berikut ini adalah lokasi di mana pasanggarahan itu pernah ada (disajikans ecara alfabetis): Abai, Air Bangis, Air Busuak, Alahan Panjang, Aur Duri, AsamKumbang, BalaiSelasa, Bangkinang, Baso, Barauh Gunuang, Batu Bersurat, Batu Mengaum, Bukit Sileh, Buo, Bonjol, Fortvan Capellen, Indrapoera, Kayu Tanam, KubangNanDua, Koto Alam, KotoBaru, Koto Tinggi, Kiawai, Lol, Lubuak Alai, Lubuk Basung, Lubuk Selasih, Lubuk Sikaping, Malalak, Manindjau, Matur, Malampah, MuaraKiaruk, MuaraLabuh, Muara Soko,Ujung Gading, Ulu Aia, Painan, Panti, Paringin, Pariaman, Pasar Kuok, PasarTikoe, PasirGanting, Palembayan, PulauPunjung, Pulau Balai, Pulau Gadang, Rangkmaing, Sulus, Rao, Sasak, Sialang, Sijunjung, Sarilamak, Silaut, Simiso, Simpang Tonang, Singkarak, Surantih, Sitiung, Sukamenanti, SungaiDareh, SungaiLangsat, SungaiPenuh, Sungai Sangkai, Surian, Solok, Tabek Patah, Talu, Tanjung, Tandjong Balik, Tanjung Bonai Balik, Tanjung Gading, Tanjung Pauh, Tanjung Balik, Tapan, Tarantang, dan Tarusan.
Secara umum para wisatawan membooking kamar pasanggrahan terlebih dahulu. Pemesanan lazimnya dikirim melalui pos. Namun, sering juga wisatawan datang langsung tanpa mengajukan pemesanan terlebih dahulu.
Setiap tamu yang menginap dikenai biaya. Ada dua pola pembayaran yang lazim diperkenalkan. Pola pertama, tamu dikenai empat jenis pembayaran, yaitu sewa kamar, sarapan pagi, makan siang dan makan malam. Pola pembayaran pertama ini umumnya diperkenalkan oleh pasanggrahan yang telah dikelola secara relatif profesional, tinggi tingkat huniannya, dan memiliki bangunan (fasilitas) yang cukup bagus. Rata-rata sewa kamar adalah sebesar f.2,50, sarapan pagi f.1,-, makan siang f.2,50, dan makan malam f.2,50. Namun bila membayar secara keseluruhan (sewa kamar, sarapan, makan siang dan makan malam) hanya dikenakan biaya sebesar f.6,00.Pola pembayaran kedua adalah pembayaran per-hari, yang mencakup sewa kamar, sarapan, makan siang dan makan malam. Pola pembayaran ini umumnya diperkanalkan oleh pasanggrahan yang lebih kecil, tingkat hunian yang rendah, serta bangunannya (fasilitas) yang kurang bagus. Besaran biaya yang dikenakan dengan pola ‘pembayaran tunggal’ ini bervariasi antara f.2,00 hingga f.4,00 per hari.
Pada awalnya, sebagian besar wisatawan yang menginap di pasanggrahan adalah wisatawan asing. Walaupun demikian, seiring dengan semakin banyaknya Urang Awak yang berwisata, maka banyak pula Urang Awak yang menjadi tamu pasanggrahan. Keberadaan pasanggrahan milik nagari atau milik pasar adalah ‘fasilitas akomodasi’ pariwisata yang ikut mengangkat pamor wisatawan Urang Awak tempo doeloe. (***)