Pada POJK No. 15/POJK.03/2017,POJK lama yang tidak berlaku lagi, Bank dalam pengawasan intensif dengan memenuhi kriteria: rasio kredit bermasalah secara neto (NPL Net) atau rasio pembiayaan bermasalah secara neto (NPL Net) dan tingkat kesehatan bank.
Cukup menarik dan yang sebenarnya urgen tetapi belum ada dalam POJK lama, adalah masalah koordinasi antar lembaga. Sejatinya salah satu tujuan dibentuk OJK tentu agar terdapat mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, OJK perlu melakukan koordinasi dengan beberapa lembaga, seperti Bank Indonesia, LPS serta Menteri Keuangan, bahkan juga dengan Presiden, tujuannya agar kebijakan-kebijakan yang nantinya dikeluarkan oleh OJK dapat efektif dan efisien dalam memecahkan permasalahan di sektor keuangan. (Adrian Sutedi, 2014).
Masalah koordinasi antar lembaga kembali ditemukan aturannya pada bagian tentang Bank Perantara. Bank Perantara diartikan sebagai Bank Umum yang didirikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk digunakan sebagai sarana resolusi dengan menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank yang ditangani oleh LPS, menjalankan kegiatan usaha perbankan, dan akan dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain.
Pelaksanaan kewenangan OJK terhadap Bank Perantara dilakukan dengan berkoordinasi dengan LPS.Selanjutnya aturan tentang Recovery Plan (Rencana Aksi) merupakan rencana untuk mengatasi permasalahan keuangan yang mungkin terjadi di Bank, berdasarkan POJK yang baru ini rencana aksi dilakukan bagi semua bank. Artinya rencana aksi wajib dibuat oleh Bank Sistemik maupun bagi Bank Non Sistemik.
Muatan pada rencana aksi paling sedikit terdiri atas ringkasan eksekutif, gambaran uum bank, opsi pemulihan dan pengungkapan rencana aksi pemulihan.
Pada akhirnya , POJK ini yang merupakan pengharmonisasian dan update dengan UU No 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (omnibus law sektor keuangan ), hendaknya mendukung perekonomian nasional, dan yang amat penting adalah menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan karena kepercayaan adalah “jantung” nya perbankan. (*)