Merancang Resep Latihan sebagai Pondasi Prestasi Atlet

Foto Oleh : Romi Mardela
×

Merancang Resep Latihan sebagai Pondasi Prestasi Atlet

Bagikan opini

Akan tetapi, Jika atlet dapat mengikuti standar waktu latihan 10.000 jam tersebut maka ini setidaknya sudah dapat dijadikan jaminan, dan kondisi atlet tersebut berada di level world class athlete (atlet level internasional). Karena ini sudah dibuktikan oleh para atlet dunia yang menjadi peserta dan meraih medali serta pemegang rekor dunia di ajang Olimpiade.

Selanjutnya, bagaimana agar atlet tersebut dapat berlatih dan bisa memanfaatkan secara maksimal waktu latihan empat jam dalam sehari tersebut? Inilah peran penting para pelatih dalam mendesain porsi latihan yang dapat saling melengkapi dan bisa dijalankan oleh para atlet untuk mencapai prestasi maksimal. Berbagai strategi dapat dijalankan untuk membuat sesi latihan sesuai porsi yang tepat, seperti dengan membagi jumlah sesi latihan ke dalam beberapa bagian: dua, tiga atau empat sesi. Di mana pada akhirnya sesi latihan, durasi waktu yang dijalani para atlet tetap berjumlah empat jam. Kemudian, setiap sesi latihan tetap mempertimbangkan training load dengan menjaga volume dan intensitas latihan yang tidak saling tumpang tindih atau berbenturan tapi bisa saling melengkapi dan saling men-support.

Terkait dengan variasi latihan, dapat dilakukan dengan cara mengatur sesi latihan melalui pembagian fungsional tubuh kepada dua bagian upper dan lower body. Sehingga, jika di awal latihan fokus untuk tubuh bagian bawah (lower body) seperti latihan kekuatan otot kaki. Setelahnya dapat dilanjutkan dengan tubuh bagian atas (upper body) seperti latihan untuk otot lengan, dan seterusnya bergantian lagi latihan kaki dan dilanjutkan dengan tangan, begitu seterusnya untuk membuat variasi latihan. Selain itu, variasi latihan juga dapat dilakukan berselang-seling antara latihan fisik, teknik, dan taktik pada setiap sesi latihan.

Menciptakan Ketangguhan Mental Atlet

Poin terakhir dalam penyusunan resep latihan untuk meraih prestasi maksimal bagi seorang atlet adalah faktor mental atau disebut juga dengan mental toughness (ketangguhan mental). Walaupun faktor ini selalu menjadi bagian pembahasan terakhir, tapi Ini merupakan faktor terpenting dalam penentuan prestasi atlet. Para pakar sepakat bahwa penentu keberhasilan prestasi seorang atlet 50 persennya ditentukan oleh mentalitas. Akan tetapi ia tidak bisa dipisahkan dari faktor lainnya dari ketiga indikator yang diuraikan sebelumnya: kondisi fisik, taktik, dan strategi.

Guszkowska M, Wojcik K (2021) dalam sebuah artikel jurnal menyatakan hal yang lebih spesifik lagi terkait mental toughness (ketangguhan). Merujuk kepada tulisannya yang merupakan hasil analisis review dari banyak artikel yang telah dipublish dari tahun 2000 hingga 2020 dari berbagai jenis jurnal tentang faktor mental bagi prestasi atlet. Ia berkesimpulan bahwa, semakin baik ketangguhan mental seorang atlet, maka akan berpengaruh baik dan signifikan terhadap hasil pertandingan yang dihadapinya.

Berbagai bentuk latihan mental bisa diterapkan oleh para atlet, di antaranya secara internal dan eksternal. Secara internal seperti: penguatan kepercayaan diri dan menjaga kecemasan atau kewaspadaan agar tetap seimbang. Kepecayaan diri atlet tidak boleh terlalu tinggi (berlebihan) yang membuat atlet sering menganggap remeh lawan bertanding dan mengakibatkan tidak waspada dan lengah. Begitu pula sebaliknya tidak boleh kurang percaya diri, sehingga takut atau khawatir yang berlebihan menghadapi lawan saat pertandingan.

Salah satu faktor mental toughness yang sering dialami para atlet yang berada di level nasional adalah sering tidak fokus atau lengah pada saat pertandingan. Hal ini disebabkan banyak hal, diantaranya bisa karena kelelahan atau teralihkan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, atlet harus mengetahui dan memberikan informasi secara pasti apakah ia sering mengalami hal tersebut? Kapan waktu yang sering mengalami hal tersebut atau kondisi seperti apa biasanya terjadi? Dengan bisa mengidentifikasi keadaan atlet tersebut, maka akan lebih mudah untuk mencarikan solusinya. Salah satu solusinya adalah membuat sebuah pengingat atau petunjuk yang bisa dilihat secara terus menerus pada saat atlet kehilangan fokus atau turunnya konsentrasi. Misalnya, dengan menulis tulisan ?saya ingin juara? di sarung tangan, raket, baju, gelang atau telapak tangan. Atau mungkin bisa juga menulis nama anggota keluarga yang bisa memberikan motivasi tambahan ketika mengingatnya.

Latihan mental toughness ini di beberapa negara disebutkan dengan istilah lain, seperti di Australia mereka menyebutnya above the shoulder (di atas bahu) untuk menyebut kepala atau mental. Karena biasanya, latihan mental digunakan bagi orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Sehingga untuk membedakan perlakuan ataupun untuk menjelaskan bahwa ini merupakan latihan spesifik bagi penguatan mental atlet maka mereka menyebut dengan istilah lain. Sebenarnya, hampir sama juga di Indonesia, terkadang masyarakat agak cenderung risih dan tidak nyaman jika disebutkan kesehatan mental. Oleh karena itu, istilah ini hanya bisa dipopulerkan untuk kalangan olahragawan saja.

Mengingat pentingnya peran mental toughness ini dalam prestasi atlet, maka sudah semestinya para pelatih selalu memberikan program latihan mental pada setiap sesi latihan sepanjang periode hingga saat kompetisi berlangsung. Meskipun tidak diberikan porsi secara khusus, namun prinsipnya latihan mental tersebut selalu menjadi bagian dalam setiap sesi latihan, walaupun dengan berbagai format yang berbeda pelatih perlu terus menanamkan nilai-nilai olahraga kepada atlet. Salah satu bentuk sederhananya, para pelatih biasanya akan selalu menuntut agar atlet selalu menjaga disiplin kemudian juga terkadang membentuk karakter atlet seperti kepemimpinan, kejujuran, daya juang, sportifitas dan lainnya, melalui teguran ataupun penguatan pada setiap pelaksanaan latihan. Ini merupakan bentuk latihan untuk ketangguhan mental atlet.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini