DUNIA WISATA SUMATERA BARAT TEMPO DOELOE: Pesona dan Bencana Lembah Anai dalam Tour Guides dan Travelogues

Foto Gusti Asnan
×

DUNIA WISATA SUMATERA BARAT TEMPO DOELOE: Pesona dan Bencana Lembah Anai dalam Tour Guides dan Travelogues

Bagikan opini
Ilustrasi DUNIA WISATA SUMATERA BARAT TEMPO DOELOE: Pesona dan Bencana Lembah Anai dalam Tour Guides dan Travelogues

Majalah Tourism in the Netherlands Indie edisi Central Sumatra tahun 1940 menamai Lembah Anai sebagai ‘Lembah dengan 100 Air Terjun’. Kereta api yang datang dari arah Padang menuju Padangpanjang dan melalui lembah ini ditunda oleh lokomotif yang ditempatkan di bagian belakang. Ada gerbong depan yang dilengkapi dengan disain jendela terbuka yang luas, di mana para wisatawan dapat menikmati sepenuhnya pemandangan alam di lembah yang sangat indah.

Narasi lain tentang ganasnya aliran sungai Lembah Anai juga disajikan Henri Zondervan dalam tulisannya yang berjudul ‘Anai Kloof’. Dia menyebut bahwa banjir bandang malam 24 Desember 1892 itu diakibatkan oleh hujan lebat selama delapan jam tanpa henti, dengan curah hujan sebesar 230 mm (sedangkan rata-rata curah hujan di Indonesia adalah 717 mm pertahun). Curah hujan yang sangat lebat dan banyak inilah yang menimbulkan banjir dengan ketinggian beberapa meter yang merusak dan meruntuhkan sejumlah jembatan kereta api, jalan raya dan juga sejumlah rumah.

Di samping menggambarkan dahsyatnya banjir tahun 1892, Zondervan juga tidak lupa menyajikan keindahan alam Lembah Anai, yang dikatakannya sebagai objek yang harus dinikmati wisatawan yang berkunjung ke Sumatera Barat.

Alfred Maas dalam Traveloguenya Quer Duerch Sumatra lebih tertarik untuk menggambarkan keindahan Lembah Anai. Dia mengatakan Lembah Anai sebagai ngarai yang sangat romantis, yang dikelilingi oleh dua gunung api, dan memiliki jalan yang menanjak menuju Padangpanjang. Dia mengatakan pemandangan Lembah Anai sebagai bagian dari alam tropis yang mempesona. Mengenai air terjun dia lukiskan, ‘..dari dalam kereta, di sebuah tikungan, para penumpang mendengar suara gemuruh yang berasal dari air terjun mengalir dari bibir tebing dan terjal dari ketinggian 75 meter. Tebing tanpa tumbuhan berwarna kekuningan saat disinari cahaya matahari. Air terjun itu jatuh ke sebuah kolam penampungan terbuat dari batu yang teratomisasi dengan baik, air yang menyembur dalam semua warna pelangi, semburan warna pelangi yang berpendar di sekitar tumbuhan yang paling indah’.

Awerumeus Buning dalam bukunya Met de Rotterdamsche Lloyd naar Egypte, Ceylon, Sumatra en Java juga menyamakan keindahan Lembah Anai dengan Gothard-Strasze Swiss (Lembah antara Göschenen dengan Andermatt). Dia juga menyamakan aliran Sungai Reuss di sana dengan Batang Anai yang bisa mengamuk saat banjir. Suatu yang membedakan sajian Buning dengan karya-karya sebelumnya adalah ditampilkannya deskripsi mengenai ‘Jembatan Tinggi’, yang tingginya 101 meter di atas sungai yang mengalir di bawahnya atau 773 meter di atas permukaan laut. Diakhir sajiannya, Buning mengatakan luar biasa sejuk dan indahnya alam di Lembah Anai dan Anda pasti juga akan mengatakan ‘alamnya sangat indah dan itu sangat bernilai’.

Informasi lain yang disajikan dalam buku-buku panduan wisata dan travelogues adalah bahwa hingga pertengahan dekade ke-2 abad ke-20, wisatawan yang ingin mengunjungi Lembah Anai secara langsung, biasanya menggunakan bendi dari Padangpanjang. Namun sejak beroperasinya mobil maka banyak pula wisatawan yang menikmati keindahan alam Lembah Anai dengan mobil

Suatu lagi informasi yang menarik adalah dijadikannya Lembah Anai sebagai salah satu Natuur Monument, sebagai sebuah kawasan yang dilindungi. Ini tentu bagian dari upaya pemerintah Hindia Belanda untuk menjaga keutuhan alam Lembah Anai yang mempesona itu.

Promosi pariwisata melalui tour guides dan travelogues serta kesungguh-sungguhan pemerintah menjaganya, membuat Lembah Anai menjadi salah satu objek wisata peringkat atas Sumatera Barat dan tetap terpelihara dengan baik di masa lampau.

Tag:
Bagikan

Opini lainnya
Terkini