Kajian Tentang Gunung Marapi dalam Sumber Masa Kolonial

Foto Novelia Musda
×

Kajian Tentang Gunung Marapi dalam Sumber Masa Kolonial

Bagikan opini
Ilustrasi Kajian Tentang Gunung Marapi dalam Sumber Masa Kolonial

Rogier Diederik Marius (RDM) Verbeek (1845-1926) merupakan geolog dan naturalis Belanda yang terkenal di dunia karena kajiannya tentang Gunung Krakatau. Verbeek-lah yang mendorong vulkanologi menjadi disiplin ilmu yang khusus. Karir awal penelitiannya dilakukan di Sumatera Barat, mengkaji potensi mineral berharga seperti emas dan batubara di sana serta memetakan topografi wilayah ini secara rinci. RDM Verbeek sendiri meneliti puncak Marapi secara langsung pada Desember 1979. Anehnya, Verbeek tidak menyadari kajian Müller dan Korthals sebelumnya tentang Marapi karena tiada rujukan pada keduanya dalam tulisannya.

Awal Marapi Dikaji Belanda

Dalam karya awal Portugis tentang Sumatera baik Suma Oriental-nya Tome Pires maupun Decadas de Asia-nya João de Barros, meski cukup banyak membahas Minangkabau, Gunung Marapi tampaknya tidak muncul. Tome Pires hanya menyebut ada gunung api Soenggirik di pedalaman Minangkabau, tapi dari gambaran lokasi kemungkinan Soenggirik ini bukan Marapi. Penulis Belanda abad 18, François Valentyn, dengan karya fenomenalnya tentang Nusantara, Oud en Nieuw Oost Indien (1724), juga tidak menyadari eksistensi gunung tersebut. Barulah William Marsden dengan History of Sumatra (1811) mulai menyinggung adanya satu gunung api besar dekat negeri Priangan dan menjadi pusat Kerajaan Minangkabau. Informasi tak lengkap dari Marsden ini akhirnya dikonfirmasi oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada 1818, kemungkinan orang Eropa pertama yang melihat Gunung Marapi dengan mata kepala sendiri, awalnya sekilas dari Gantung Ciri, lalu dari arah Singkarak sampai akhirnya cukup dekat dari Pagaruyung.

Jalur Pendakian

Jalur yang diambil Müller dan Korthals dari Tanah Datar, yakni dari Batusangkar ke Lima Kaum hingga dua kilometer sebelum Simabur, terus ke Pieramban [mungkin maksudnya Pariangan], Sungai Jambu menuju kampung terakhir sebelum puncak Limboewatan [Labuatan], kemudian terus mengikuti lereng sampai ke puncak. Korthals mengatakan ada satu jalur lain dari Songi-Poea [Sungai Puar] sampai ke puncak, tapi dipandang jauh lebih curam dan sulit dibanding dari Tanah Datar. Menurut Verbeek sekitar 40 tahun kemudian, jalur yang lebih lazim digunakan justru dari Sungai Puar ini, menuju arah puncak Parapati. Kata Verbeek, jalur lain dari Pariangan juga masih digunakan di mana ada tempat peristirahatan dekat sebuah kali kecil di ketinggian 2.581 mdpl.

Tinggi Marapi

Menurut perkiraan kasar Raffles, Gunung Marapi yang disebutnya Berapi memiliki ketinggian sepuluh ribu kaki dari permukaan Danau Singkarak. Pengukuran secara saintifik ketinggian gunung dilakukan oleh Müller dan Korthals 16 tahun kemudian. Dari hasil perhitungan geometris mereka serta menggunakan formula Biot, dibantu barometer Fortin serta thermometer, titik tertinggi gunung Marapi yang merupakan permukaan puncak dinding bukit pasir yang mengelilingi kawah dalam bentuk setengah lingkaran adalah 2.898,2 dpl.Verbeek lebih merinci lagi dengan menunjukkan ada dua titik tertinggi di bagian puncaknya. Titik tertinggi sebelah barat daya disebut Parapatti, 2776 dpl; puncak tertinggi di arah timur laut baru disebut Marapi, 2.892 dpl. Jarak antara kedua titik ini sekitar 2,5 km. Titik Parapatti terlihat dari arah Padang Panjang di mana gunung tampak dalam bentuk utuh sampai ke puncak, sementara puncak Marapi terlihat jelas dari arah Tabek Patah. Sementara itu, jika dari Fort de Kock (Bukittinggi) dan Fort van der Capellen (Batusangkar) kedua puncak sama-sama terlihat dengan dataran penghubung di antara keduanya sehingga bagian puncak gunung itu tampak memiliki bentuk terpenggal. Bagian puncak yang terlihat terpenggal ini membuat Müller dan Korthals berpandangan bahwa Gunung Marapi telah kehilangan setidaknya 600 meter dari ketinggian asali akibat suatu kejadian erupsi luar biasa di masa lampau.

Flora Disana

Mulai ketinggian 7000 kaki, Salomon Müller merinci nama spesies tumbuhan yang ditemui dalam pendakian. Dia mencatat semak-semak Rhododendron, Leucocarpa, Gaulteria dan Gnaphalium. Lebih dekat ke puncak yang menggersang, dia melihat aneka tanaman Thibautia, berdaun dongker dan diberati buah. Dalam tulisan terpisah, Korthals mengatakan bahwa setelah meninggalkan kampung Limboeatam [Labuatan] di ketinggian 3.200 kaki, mereka mulai memasuki hutan diisi pohon Meliaceae, pinus (eiken) dan sebagainya. Pada ketinggian 6.000 kaki tidak ada lagi pohon-pohon, berganti aneka tanaman semak dan pakis. Pada 8.000 kaki ada dataran tertutup pasir lava hitam yang dipenuhi tumbuhan Gaultheria dan Eurija.

Fauna yang Ditemui

Bagikan

Opini lainnya
Terkini