Kajian Tentang Gunung Marapi dalam Sumber Masa Kolonial

Foto Novelia Musda
×

Kajian Tentang Gunung Marapi dalam Sumber Masa Kolonial

Bagikan opini
Ilustrasi Kajian Tentang Gunung Marapi dalam Sumber Masa Kolonial

Dari Müller dan Korthals kita memperoleh informasi valid bahwa orang-orang Minangkabau sudah biasa mendaki hingga ke puncak kawah Marapi. Jalur pendakian yang sang ilmuwan dan rekan ikuti sudah merupakan jalur setapak yang mudah dilacak. Bahkan, ketika awal Perang Paderi masih belum diintervensi Belanda, penduduk lereng gunung dari kawasan Agam dan Tanah Datar rutin mengadakan pasar sekali sepekan dekat kawah-kawahnya. Memang hanya sana mereka akan aman bertransaksi ketika jalur di bawah rawan perampokan dan perampasan. Di lembah-lembah gunung masih terdapat sejumlah rumah tempat tinggal mereka yang ingin lari dari Perang Paderi. Diceritakan Müller, pernah sembilan penduduk Sungai Jambu ketika mendaki dengan barang-barang dagangan tiba-tiba diserang kabut, hawa dingin dan angin mengerikan dekat puncak sehingga semuanya membeku dan jatuh terkapar tak bernyawa. Oleh karenanya, ada ritual khusus sebelum kedua naturalis ini diizinkan mendaki bersama para pemandu, dengan membantai satu ekor kerbau dan membakar kemenyan, diiringi doa-doa keselamatan.

Dari ketiga sumber masa kolonial di atas dapat dilihat seriusnya mereka mengkaji Gunung Marapi. Upaya ilmiah ini jelas tak berkaitan langsung dengan kegiatan eksploitasi ekonomi Belanda di Minangkabau, tapi lebih kepada kontribusi murni untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ke-gunung-api-an. Tentu, kajian seperti ini perlu terus diperkaya atau direvisi dengan sains terkini, menggunakan alat-alat paling modern. Semakin Marapi dikenal dari aspek saintifik dan sejarah akan semakin baik.

Tulisan ini hanya menyarikan sebagian hal penting dari seluruh tema yang mereka garap tentang alam Sumatera Barat. Verbeek sendiri misalnya hanya mencurahkan belasan halaman dari enam ratusan halaman tulisan deskripsi topografisnya untuk Marapi. Ibaratnya, artikel ini hanya memberi sekelumit alur cerita; untuk menikmati dan mendalami isi seluruh cerita–yang tidak melulu berbahasa ilmiah kaku tapi juga diselingi anekdot-anekdot segar dan menarik--tentu sangat dianjurkan dapat membaca ketiga karya di atas langsung dari sumber bahasa aslinya, atau setidaknya dalam publikasi terjemahan ini nantinya ke dalam bahasa Indonesia.(***)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini