Ekonomi Keadilan sebagai tafsir sila ke-5, adalah ekonomi yang dilaksanakan dengan prinsip keadilan, seperti keadilan antara individu dan masyarakat. Tidak ada konsentrasi kekayaan yang sangat dahsyat di segelintir orang, sebagaimana firman Allah dalam Qs al Hasyr, 59 ayat 7 yang artinya: “….Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang orang kaya saja diantara kamu…”. Inilah urgensi zakat, infaq, sedekah dan wakaf (ZISWAF). Zakat merupakan instrument wajib untuk melakukan redistribusi kekayaan dari mereka yang berpunya (the have) kepada mereka yang tidak punya (the have not). Infaq, sedekah dan wakaf merupakan instrument sunnah yang pahalanya luar biasa. Wakaf misalnya, yang disebut sedekah jariyah adalah sedekah yang pahalanya terus mengalir sepanjang waktu. Bahkan, wakaflah instrument genuine ekonomi syariah yang dikembangkan barat dengan nama Endowment Fund. Sila kelima ini diambil dari intisari Qs An Nahl, 16 ayat 90 yang sering dibacakan khotib jum’at di akhir khutbahnya yang artinya: ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pengajaran”.
Melihat dari 5 tafsir ekonomi syariah diatas, maka Mohammad Hatta, Proklamator Republik Indonesia dan sekaligus pencetus ekonomi bangsa, mengatakan dalam pidatonya tentang arah ekonomi Indonesia. Di depan Konferensi Ekonomi di Yogyakarta pada tanggal 3 Pebruari 1946, Wakil Presiden mengatakan :
Menurut arahnya, dasar perekonomian di masa datang akan semakin jauh dari pada dasar individualisme, dan semakin dekat kepada kolektivisme, yaitu sama sejahtera. Memang kolectivismelah yang sesuai dengan cita-cita hidup Indonesia. Sudah dari dulu kala masyarakat Indonesia-seperti juga dengan masyarakat Asia lainnya- berdasar kepada colectivisme itu, terkenal sebagai dasar tolong-menolong (gotong royong).
Dari pidato Bung Karno dan Bung Hatta diatas, dapatlah disimpulkan bahwa Ekonomi Pancasila adalah Ekonomi syariah tafsiran Indonesia. Oleh karena itu, jangan pertentangkan antara Syariah dan Pancasila. Wallahu’ala Bishshawab. (*)