NASIB PARA PENENTANG PAJAK/BELASTING 1908 (Mengenang 116 Tahun Perang Kamang 1908)

Foto Irwan Setiawan
×

NASIB PARA PENENTANG PAJAK/BELASTING 1908 (Mengenang 116 Tahun Perang Kamang 1908)

Bagikan opini

Diantara tokoh dari berbagai nagari yang diberhentikan adalah : Suhud Datuak Sati, penghulu kepala daerah Pauah-Laras Kamang. Nanti Dunih Datuak Marajo, penghulu kepala daerah Padang Tarok-Laras Baso. Balok Datuak Makhudum, penghulu kepala daerah Taluak-Laras Banuhampu. Gunuang Rajo Pangulu, penghulu kepala Kampuang Pisang-Laras IV Koto. Buyuang Datuak Majo Lelo, penghulu kepala Biaro-Laras IV Angkek. Datuak Siri Marajo, penghulu kepala Tangah-Laras Kamang. Abdul Wahid Rajo Bandaro, mantri kelas 1 di Baso. Daud Datuak Pangulu Labiah, penghulu kepala Aur Birugo-Laras Banuhampu. Datuk Siri Marajo, pakus kopi di Simpang-Oud Agam. Jalaluddin Bagindo Bungsu, pakus kopi di Bukittinggi. Aminuddin Datuak Putiah, penghulu kepala Limo Surau-Laras Tilatang. Demikianlah jejaring kuat yang telah dijalin semasa Perang Kamang. Kelompok ulama, para datuk dan angku laras, bahkan pemuda dan pejuang wanita bahu membahu dalam perlawanan pajak itu. Tak terbayang kalau peristiwa perang menyeruak serentak ke semua daerah Agam Tuo dimasa itu. Pasti perang besar yang menggetarkan akan membuat gempar para kompeni se Hindia Belanda.

Selain yang berujung dengan kesedihan, penjara dan pembuangan, namun di sisi lain pejabat yang naik pangkat dan mendapat bintang penghormatan pasca Perang Kamang, karena dinilai berjasa pada Belanda. Kepemimpinan di Laras Kamang sendiri pasca Perang Kamang 1908 mengalami perubahan dengan ditunjuknya angku lareh baru bernama Jaar Datuak Batuah yang juga menjabat laras Tilatang.

Intimidasi oleh pasukan Belanda untuk wilayah Kamang masih berlanjut. Tanggal 29 Juni 1908 jam 21.00 wib sebuah granat tangan meledak di belakang rumah H. Abdul Manan. Rumah Buya mengalami kerusakan pada dinding dan atapnya. Untungnya peristiwa itu tidak menimbulkan korban jiwa.

Sjech Muhammad Djamil Djambek ulama terkenal dari Bukittinggi pun selama bertahun-tahun datang secara rutin ke Kamang untuk membangkitkan semangat, motivasi dan memberi bimbingan keagamaan bagi masyarakat yang menanggung beban penderitaan dan trauma hebat akibat perang tersebut.

Demikianlah Perang Kamang 1908 yang menyisakan kisah pilu. Luka yang tentu membekas lama bagi mereka yang merasakan akibatnya. Tentunya hal ini harus menjadi pelajaran bagi kita dimasa ini. Bagaimana kesatuan antar lapisan masyarakat yang seharusnya selalu terjalin dan terjaga demi menjaga negara tercinta. Tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan harus bersatu padu untuk memajukan nagari diikat dengan semangat keagamaan. Hal ini tentu harapan kita bersama yang harus selalu terpatri dihati setiap anak bangsa. (*)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini