Kosakata Kuliner pada Ungkapan Minangkabau dalam Kamus Van Der Toorn

Foto Novelia Musda
×

Kosakata Kuliner pada Ungkapan Minangkabau dalam Kamus Van Der Toorn

Bagikan opini

Kata kedua adalah nasi. Ungkapan rago/ taro badiang nasi masak untuk menunjukkan dua keuntungan diperoleh dalam satu pekerjaan masih sangat populer sekarang. Banasi dibaliak karak diartikan seperti ada udang di balik batu (er schuilt wat achter).

Kemudian, ada kata bareh (beras). Taserak bareh kau adalah istilah yang disampaikan kepada wanita yang bagian aurat tubuhnya tersingkap. Ungkapan basisiah atah jo bareh untuk menggambarkan orang-orang yang berkelas sosial tinggi duduk sesamanya, yang berkelas rendah duduk sesamanya pula. Ada pula istilah utang bareh, yakni utang yang sangat dituntut untuk dibayar tepat waktu.

Kosakata kuliner Minangkabau lainnya yang menarik dalam kamus di atas adalah dagieng/ dagiang (daging). Manyamba tulang dalam dagiang adalah istilah jika ada yang membuat orang lain merasakan penderitaan batin yang amat dalam. Begitupun manyisiak dagiang, membuat hidup orang lain tak nyaman. Tadagiang artinya perasaan sangat dilukai oleh kata-kata. Sementara, tadagiang hambo balanjo maksudnya terlalu banyak pengeluaran ketika belanja.

Kemudian, ada kata randang dan turunannya. Ciik barandang adalah nama obyek guna-guna dengan tujuan pakasieh. Bak dirandang paratian dikatakan kepada orang yang merasakan kerinduan, hasrat atau sedih hati begitu dalam. Bak bunyi marandang kacang adalah ungkapan untuk ocehan-ocehan yang tidak berguna.

Gulai pun dimasukkan dalam ungkapan Minang. Kapopoh gulai labu diibaratkan untuk orang yang sebentar saja terkenal atau kaya, lalu akhirnya jatuh miskin atau dilupakan lagi. Jika ada yang menipu orang lain disebut: manggulai urang. Kok pandai manggulai, bada jadi tanggiri artinya kalau pandai-pandai atau cerdas memanfaatkan situasi, hal yang biasa saja bisa jadi istimewa. Untuk orang yang tak bertenaga disebut: batang taleh digulai.

Kata selanjutnya adalah lauak (lauk). Kata ini tak semesti ikan, bisa diartikan hidangan peneman nasi khususnya masakan olahan daging. Buliah lauaknyo nak kuahnyo diungkapkan bagi orang yang telah mendapat sesuatu yang berharga, tapi masih ingin tambahan yang lebih padahal kurang bernilai. Apabila ada orang yang suka daging disebut: palauak. Ada pula ungkapan untuk seorang yang telah terbiasa melakukan sesuatu dengan cara tertentu, sehingga tidak bisa dengan cara lain: kok tak di kasua indak tidua, kok tak jo lauak indak makan.

Dari khasanah buah-buahan dan sayur-sayuran ada istilah bak pisang masak saparak, sebagai gambaran orang yang terlalu banyak memakai hiasan emas dan perak. Istilah awak mamaram pisang, urang mamaram batu digunakan untuk seorang yang tidak dapat lebih lama lagi menahan emosi atau derita. Bak cando labu dipakai untuk menggambarkan seorang yang gemuk. Lalu, ada istilah balimau ciik anjiang atau balimau palimbahan, ini menggambarkan keadaan malu atau terhina yang amat sangat. Gaek taruang asam, kian tuo kian tajam merupakan ungkapan untuk orang yang makin tua makin menjadi nafsunya. Kasiak balado (pasir dicampur cabe) adalah benda yang dulu sering digunakan untuk pencuri atau perampok untuk membuat perih mata orang lain. Ketek-ketek lado padi diibaratkan kepada orang bertubuh kecil tapi sangat berani. Untuk orang yang diberi peringatan akan akibat perbuatannya disampaikan ungkapan: nak padeh makan lado, nak masin makan garam.

Selain kata-kata di atas, lamang juga masuk dalam ungkapan Minangkabau. Manyandang lamang angek urang, artinya memikul kesusahan akibat pekerjaan yang dilakukan orang lain. Tinju balamang diibaratkan untuk pukulan yang benar-benar kuat. Mambali nak pelo mamakan nak lamang adalah ungkapan untuk orang yang punya sedikit kemampuan atau modal tapi ingin mendapatkan sesuatu yang besar.

Juga ada bumbu dan bahan masakan dalam ungkapan Minang. Sayang di garam sacacah, dibusuakkan kabau nan sikua, diibaratkan bagi orang yang terlalu pelit menyumbang sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu mahal tapi vital, sehingga banyak kerugian lebih besar ditimbulkan. Indak mamasinkan garam menggambarkan hal yang sangat sedikit gunanya. Manyaromankan tapuang jo kapua dikatakan untuk mereka yang menyamakan hal yang tampak serupa tapi sebenarnya jauh berbeda. Inai tatapuang, kuku tangga adalah istilah untuk mendeskripsikan persiapan yang telah matang, tapi tujuan diadakan persiapan itu justru tak ada lagi. Misalnya, persiapan untuk baralek sudah lengkap, marapulai malah kabur di hari H.

Dari contoh-contoh di atas, yang hanya sebagian dari kosakata kuliner Minangkabau yang dicatat van der Toorn, terlihat bahwa orang-orang Minangkabau memiliki kekayaan imajinasi yang sangat tinggi, bisa mendeskripsikan dunia batin dan kehidupan sosial dengan kata-kata lain bermakna asal yang jauh berbeda. Kemampuan ini sayangnya semakin lama kian berkurang, dan mungkin akan hilang jika tak ada upaya pelestarian.(***)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini