Festival Surau di Masjid Baiturrahmah

Foto Duski Samad
×

Festival Surau di Masjid Baiturrahmah

Bagikan opini

Membaca undangan Festival Surau yang diselenggarakan oleh PC PERTI Kota Padang 5-7 Juli 2024 bertempat di Masjid Baiturrahma Jalan By Pas Padang menjadi kebanggaan tersendiri bagi Dewan Masjid Indonesia dan sangat patut diapresiasi oleh semua pihak yang cinta surau dan tentu di dalamnya termasuk Masjid dan Mushalla. Bersamaan itu ingatan penulis tersambung dengan buku AA Navis Robohnya Surau Kami yang ditulis dalam bentuk novel, pada era tahun 1970 lalu.

Alhamdulillah setelah setengah abad Robohnya Surau Kami dan beragam diskusi dan wacana tentang melemahnya fungsi surau di Sumatera Barat, kini coba diungkit oleh PC PERTI Kota Padang dengan dukungan ketua pembinanya H. Fadli Amran, pemimpin muda Sumatera Barat yang diharapkan mampu membaca kebutuhan masyarakat, lebih khusus lagi mengaffirmasi aktivitas Masjid, Surau dan Mushalla di Kota Padang, yang memang sejak era kepemimpinan Walikota Padang Fauzi Bahar mengeliat kencang melalui program Pesanteren Ramadhan, Didikan Subuh, Wirid Remaja, pembelajaran ABSSBK melalui sekolah dan kegiatan lain yang berbasis masjid, mushalla dan surau.

MENGUNGKIT MARWAH SURAU

Firman suci tentang kewajiban mengimarahkan (meramaikan) masjid, mushalla dan surau jelas disebut dalam surat al-Taubah (9):18 dan peran penting aktivis surau dapat dimaknai dari surat Tawbah/9:122. Pengurus dann aktivis surau adalah mereka yang terus menyiapkan diri untuk bertafaqquhfiddin (belajar mengajar tiada henti) dan sekaligus bergerak kuat menjadi pelopor dakwah, pendidikan, kebudayaan dan kegiatan yang dapat mempercepat peningkatan kualitas umat.

Penulis dalam kegiatan bedah buku 6 mei 2024 yang berjudul Dari Surau Untuk Indonesia ditulis oleh 56 orang akademisi UIN Mahmud Yunus Batusangkar yang dalam masa studinya tinggal di Masjid, Mushalla dan Surau di bawah judul ,Surau Ada dan Nyata menulis yang intinya adalah menegaskan keberadaan surau dalam kehidupan umat Islam di era digital ini. Buku ini setidaknya menjawab atau memberikan alternatif bacaan pembanding tentang masih adanya surau yang sudah terlanjur dipandang tidak ada lagi, tidak nyata, dan tidak produktif, setidaknya dalam memory masyarakat tertentu.

Di era digital ini, Surau juga dituntut untuk menyediakan tempat dan ruang bagi semua entitas dengan segala jenis komunikasi mereka, disamping misi utamanya untuk ibadah, pendidikan Islam dan pengembangan umat. Surau adalah juga tempat terbaik untuk berlangsungnya transformasi kebudayaan dan peradaban untuk tujuan yang diingin kan, tak terkecuali pergerakan politik praktis untuk memastikan peran masjid, dan surau dan sekaligus tentu diharapkan ada simpati dan suara rakyat dalam kontestasi politik elektoral. Dapat juga dikatakan bahwa masjid, mushalla dan surau ternyata efektif untuk menyatukan umat dan membangun jejaring batin antara pemimpin, calon pemimpin dengan rakyat dan umat yang akan dipimpinnya.

Adalah fakta sosiologis bahwa Surau dalam tradisi di Nusantara dipahami melebihi dari masjid dan mushalla. Surau memiliki jejak sejarah penyiaran Islam dan pembentukan peradaban Islam di Indonesia dan dunia Melayu. Bila berjalan ke Malaysia, Brunai, Singapore dan dunia Melayu lainnya terma surau mudah sekali menemukannya. Bahkan surau menjadi fasilitas yang harus tersedia di ruang layanan public.

Sejarah telah mencatat bahwa kontribusi surau dalam melahirkan pemimpin umat dan bangsa yang hebat dan punya legacy disadari oleh pemimpin Sumatera Barat yang dibuktikan adanya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kembali ke Surau, gerakannya di Kabupaten Kota ada yang menyebut Kembali ba surau dan beragam jenis program yang didanai dengan APBD yang focusnya memperkuat gerakan surau, ulama dan mubaligh surau serta mengunjungi dan memberikan bantuan ke masjid, mushalla dan surau setiap bulan Ramadhan.

Festival Surau yang mengangkat lomba group Qasidah Rebana, Shalawat Kreasi, Cerdas Cermat dan Dai Cilik tentu diharapkan dapat menjadi pemicu kesadaran kolektif masyarakat, lebih khusus lagi pegiat umat, ulama, muballigh, aktivis Masjid, Mushalla dan Surau untuk menyiapkan generasi muda yang mau melibatkan diri membangkit khazanah keislaman local yang dulu menjadi modal penguatan jiwa, rasa dan kepribadian.

PERTI sebagai ormas keislaman yang lahir dari rahim bundo kandung, 05 Mei 1928 di Nagari Candung Bukittinggi, dari Nagari Menegara, jelas bertanggung jawab dan tentu terus berikhitiar menggerakkan khazanah budaya Islam Minangkabau masa lalu, sebagai jawaban, setidaknya menjadi pilihan dalam menghadapi arus budaya global yang cendrung mengerus budaya keislaman dan keminangkabauan. Perhatian dan dukungan Pembina PERTI Kota Padang H.Fadli Amran dengan kerja keras kaum muda PERTI diharapkan Festival Surau yang pertama di gelar ini akan berlanjut dan mampu mendorong terus menguatnya peran surau.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini