Fenomena Judi yang Kian Menjadi

Foto Novelia Musda
×

Fenomena Judi yang Kian Menjadi

Bagikan opini
Ilustrasi Fenomena Judi yang Kian Menjadi

Akhir-akhir ini masyarakat kian sadar bahwa judi telah menemukan cara terbaru dengan nama yang canggih. Bahasa Indonesianya: judi online, Inggrisnya online gambling atau iGambling, Belanda online gokken dan Mandarin: Wngluò d.

Sejatinya sudah dimulai dengan adanya online casino pada awal 1990-an, kemudian pada 1996 sudah ada 15 situs judi online dan meningkat jadi 200 pada 1997.

Kian tahun jumlahnya kian mengerikan, sehingga untuk satu negara saja, Indonesia, sudah diblokir 989.180 situs dalam kurun 5 tahun (2018-2023).

Meski baru hitungan tahunan, judi-judi cara lama seperti togel, sabung ayam, judi kartu dan domino sudah sangat jauh dikalahkan dari segi jumlah pelaku dan perputaran uang.

Dampak destruktif judi online ini di Indonesia malah disebut sudah taraf gawat darurat. Kebrangkutan, perceraian, tindak kriminal, penipuan sebagai dampaknya sudah sulit untuk dihitung.

Laporan PPATK bahwa lebih seribu anggota legislatif dan pegawainya serta juga dugaan ada kepala daerah turut ketagihan main judi online menambah kusut masalah-masalah negara yang sudah awut.

Judi jelas dilarang oleh agama-agama besar dunia. Agama Buddha mengistilahkan judi dengan jutakila. Dalam kitab suci Tipitaka dikatakan bahwa judi itu aktivitas serba rugi.

Kalau menang, akan lahir ketamakan dan ketagihan serta jadi sasaran kebencian; kalau kalah, harta binasa; kesaksian penjudi juga tak dapat diterima di pengadilan, bahkan dia dijauhi dari pergaulan dan akan dihindari sebagai calon pasangan.

Agama Hindu jelas melarang judi, dan ini pesan eksplisit dalam epos Mahabharata, di mana Pandawa kehilangan segalanya akibat Yudistira kalah bertaruh main dadu.

Kitab Manu Smriti memandang judi sebagai dosa, dianggap sama dengan mencuri secara terang-terangan. Dalam kitab Baudhayana Dharmasutras, dosa judi disejajarkan dengan sihir.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini