“Awas Pak, tasnya gugur,” kata seseorang pada saya di Banjarmasin. Maksudnya, “awas tasnya jatuh.”
Di pesawat arloji saya menunjukkan pukul 09.30 dan di HP 10.30. Saya lirik jam tangan pria di sebelah, sama dengan saya. Artinya dia dari WIB, ada keperluan ke WITA. Sama dengan saya, meski sama, sebagaimana tabiat di kapal terbang, satu sama lain, diam. Sok diam. Saya juga.
Dan setelah menikmati hidangan hangat, dari awak kabin, yang lidah saya menyapa sebagai pramugari, tak tentu lagi yang akan dikerjakan. Terbacalah, “ turunkan sandran kepala saat taxi, takeoff & landing. Stow headrest for taxi, takeoff & landing.” Ini, perintah, tapi tak saya hiraukan, direbahkan, nanti kecil pula hati penumpang di belakang. Jadi, sudahlah.
Saya talikan lagi HP ke telinga, tapi takut nanti saya pekak dibuatnya. Maka inilah yang terjadi, menulis.Dan: kapal terbang, pesawat terbang, kapal udara, pesawat udara, mau memakai yang manapun, ongkosnya tetap mahal. (Kj)