Negeri ini, sungguh, benar benar indah. Bila pelancong Arab datang, pastilah akan bilang; jannah, jannah. Dalam bayangannya, inilah replika surga di kitab suci. Si Arab tidaklah salah. Ranah ini konon terbentuk dari pecahan tepian surga yang jatuh karena terinjak kaki Nabi Adam yang dikejar kejar Bunda Hawa.
Ummat yang hidup di ranah ini adalah bangsa terpilih. Secara genetik, dikisahkan di Tambo, bangsa ini keturunan Iskandar Zulkarnain Yang Agung, Raja Persia Kuna. Versi lain menyebut, keturunan salah satu istri Nabi Nuh, sebelum menikah dengan nabi yang arsitek ini.
Sebagiannya mungkin turunan ummat Nabi Luth, sepupu Nabi Ibrahim. Ada juga pendapat, ummat negeri ini keturunan ummat Nabi Shaleh. Makanya, wajarlah penduduk ranah ini amat cenderung pada kesolehan. Namun, melalui riset akademik, yang masuk akal, bangsa ini adalah anak cucu Siti Qantura/ Ketura, istri ketiga Nabi Ibrahim yang dinikahi setelah wafatnya Sayyidah Hajar. Siti Ketura adalah putri dari Kerajaan Campa. Menhir menhir di Mahat (Maek) diduga kuat terkait dengan Bani Ketura.
Makanya, tak heran, dari ranah ini lahir banyak tokoh hebat, para maestro, pemuncak beragam bidang. Ada Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabauwi, imam Masjidil Haram yang juga guru dari banyak ulama besar di bumi Nusantara.
Ada Ibrahim Tan Malaka yang pikiran besarnya melalui Naar Republik adalah ide pertama tentang Republik Indonesia. Dan master piece Tan adalah Madilog; Materialisme, Dialektika dan Logika. Madilog adalah magnum opus yang setara dengan Das Kapital-nya Karl Marx. Ada Bung Hatta, wakil presiden pertama yang menikahi Rahmi dengan mahar naskah bukunya Alam Pikiran Yunani.
Ada Sjahrir, perdana mentri, Si Kancil nyentrik heroik yang suka jengkel pada Bung Karno. Juga Natsir, perdana mentri peletak dasar ide negara kesatuan yang pernah menjadi Ketua Dewan Masjid Dunia. Pikiran pikirannya terkumpul dalam Capita Selecta. Ada Hamka, ulama kharismatik sastrawan dengan 130-an karya sepanjang hidupnya. Jangan lupa dengan M Yamin dan Grand OldmanHaji Agus Salim. Banyak lagi sastrawan, seniman, wartawan kenamaan yang tertulis huruf tebal dalam kitab kitab sejarah bangsa.
Bernenek moyang orang hebat, merupakan kesemestian sejarah, sampai periode kini, negeri ini tetap hebat, maju, berbudaya dan berperadaban tinggi. Mewarisi genetika orang orang shaleh dan cerdas, masyaratnya pun gandrung pada kecerdasan dan kesolehan. Apalagi para pemimpinnya, lebih cerdas, lebih soleh. Apa pun peristiwa, tindak tanduk, dan perkataan semuanya adalah ekspresi kesolehan.Semuanya, baik warga, pemimpin, elite dari beragam strata kehidupan, selalu bergerak, bertindak, berjuang dalam dan menuju kesolehan. Berlaku di politik kekuasaan, pemerintahan, ekonomi bisnis, kebudayaan, keagamaan dan keseharian. Jika ada yang terlihat sebaliknya, tetaplah itu bentuk kesolehan. Hanya semacam model ujian. Dalam keyakinan agama, tidaklah akan naik derajat seseorang kecuali hanya melalui ujian.
Seorang soleh diuji oleh yang soleh juga. Para pemimpin soleh, diuji oleh rakyat yang tak kalah solehnya. Semuanya interaksi kesolehan. Seumpama berlawanan dari kesolehan, itulah ujian. Seperti perilaku sebagian sufi zaman dulu, terlihat buruk, jahil, bahlul, seolah tidak taat. Mereka meyakini, cukup Tuhan saja yang tahu kebaikannya. Tak ingin terlihat mulia di mata manusia.
Ke depan, negeri orang orang soleh ini akan makin soleh. Makin maju karena ketinggian ilmu, kebudayaan dan adab penuh pesona. Apalagi tahun ini, ummat di negeri soleh ini akan memilih pemimpin yang derajat kesolehannya paripurna. Fastabiqulsoleh. Wow, indahnya negeri ini makin menyala.