Pagi di Morning Bakery Batam, Mendengung Bagai Lebah

Foto Khairul Jasmi
×

Pagi di Morning Bakery Batam, Mendengung Bagai Lebah

Bagikan opini
Ilustrasi Pagi di Morning Bakery Batam, Mendengung Bagai Lebah

Inilah Batam yang akan memilih walikota baru. Mungkin satu pasangan calon lawan kotak kosong. Kota dan pulau yang sudah ramai kembali pascacovid. Tetamu dari Temasek alias Singapura sudah pada datang.

Turis dari Jawa juga banyak, ada penerbangan langsung. Mereka hendak ke Singapura tinggal menyeberang. Kalau dari Padang jangan disebut, mereka ramai di sini. Bahkan ada acara “manigo ari” segala jika ada yang meninggal.

Sampah politik, di sini, seperti di Padang banyak. Gaya saja semua baliho itu. Foto pria atau wanita, talen-talen, tapi entah akan terpilih nanti entah tidak, saya tak pusing. Sampah itu mengotori pemandangan. Tapi, Batam memamg woke jalan-jalannya, tak bisa ditiru oleh kota manapun di Indonesia, entah kalau oleh IKN. Bahkan median, trotoar dan bahu jalan selebar jalan itu pula.

Inilah karya Habibie, Bapaknya Batam. Namanya tertancap sebagai nama masjid di kawasan Badan Pengelola (BP) Batam. Masjid itu ramai lima waktu.

Kafe tempat saya ngopi terdapat

Harbour Bay, strategis. Dan sudah jam 9, meja kosong hanya terjadi beberapa menit, terisi lagi. Pelayan berbaju kaos coklat dan celana hitam dengan tutup kepala warna coklat pula, mendekat. Mencatat pesanan. Pakaiannya senada dengan warna meja dengan kaki-kaki besi.

Kafe yang hadir sejak 1987 ini dan yang selalu dua lantai ini diminati karena “angin berhembus” dan kopinya nikmat. Kasir di bawah, ramai antreannya. Sudahlah, suka hatilah yang jelas kopi saya hampir habis. Saya ada urusan lain, membelah kota Batam yang penduduknya 1,2 juta jiwa sedang Kepri hanya 2,3 juta. Dan jika Anda wisatawan sekalipun, jika beli oleh-oleh dan dikirim pakai jasa pengiriman, maka kena pajak 19 persen dari total harga. Ini Batam tak boleh barang keluar kecuali yang Anda teteng sendiri.

Pada 1975 Presiden Soeharto memerintahkan BJ Habibie membangun Batam. Kemudian tokoh ini menjadi “legenda” di pulau itu. Tentu saja Habibie tak tahu Monbak, tempat ngumpul orang-orang berbisnis tanggung ini. Ke atas tergaying ke bawah tergerujai. Sementara itu bisnjs kelas kakap dilaksanakan orang- orang sibuk yang nyaris tak disentuh sinar matahari. Yang disiram panas, pengamen. Tapi, mengapa jauh-jauh ke Batam jika jadi pengamen, pabrik banyak, tinggal melamar saja.

Dan orang- orang pabrik itu menyemut di jalan kala pagi dan pulang kerja. Inilah Batam yang tak bisa-bisa manyaingi Singapura itu.(**)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini