Baru dua pekan lalu anak-anak Indonesia merayakan 'harinya' mereka. Perayaan Hari Anak Nasional (HAN) yang mengusung tema 'Anak Terlindungi, Indonesia Maju'. Tema yang memiliki tujuan sama dari tahun ke tahun. Namun, pada realitanya, anak-anak yang pada mereka terletak harapan masa depan bangsa, mengalami banyak kerentanan.
Masih hangat berita anak-anak usia pelajar, bahkan masih di bangku Sekolah Dasar, yang menjalani cuci darah akibat gagal ginjal, datang lagi kehebohan kasus pencabulan di pesantren di Agam. Tempat yang seharusnya merupakan ruang aman bagi anak, tempat mereka membangun pondasi masa depan, nyatanya menjadi ruang yang membahayakan bagi mereka.
Di tempat lain, bayi berusia 9 bulan dan balita berusia dua tahun di sebuah daycare di Depok dianiaya oleh orang yang seharusnya mengasuh anak-anak itu. Orang yang sengaja dibayar orang tua bayi dan balita itu untuk mengasuh mereka. Kasus-kasus tersebut menunjukkan masih minimnya perlindungan anak Indonesia. Masih banyak di luar kasus-kasus di atas yang menunjukkan anak masih rentan berbagai tindak kekerasan maupun rentan terhadap perlindungan keamanan pangan.
Kerentanan anak bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, lingkungan pendidikan yang tidak aman, dan kurangnya pengawasan dari orang dewasa. Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya menyebabkan trauma fisik, tetapi juga psikologis yang bisa berdampak jangka panjang pada perkembangan anak. Lingkungan pendidikan yang tidak aman, seperti kasus pencabulan di pesantren, menunjukkan bahwa institusi yang seharusnya menjadi tempat perlindungan dan pembelajaran justru menjadi tempat yang berbahaya.Untuk mengatasi berbagai masalah itu, diperlukan upaya holistik dari berbagai pihak. Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan kebijakan yang melindungi anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan, eksploitasi maupun keamanan pangan. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak juga sangat penting. Kampanye melalui media massa dan media sosial dapat membantu meningkatkan kesadaran dan mengubah persepsi masyarakat tentang kekerasan terhadap anak.
Lembaga pendidikan harus menjadi tempat yang aman dan ramah anak. Program-program pencegahan kekerasan harus diintegrasikan ke dalam kurikulum, dan guru serta staf sekolah harus dilatih untuk mengenali dan menangani kasus kekerasan dengan cara yang sensitif dan efektif. Selain itu, peran komunitas juga sangat penting. Komunitas dapat berperan dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak. Program-program komunitas yang melibatkan anak-anak dalam kegiatan positif dapat membantu mengurangi kerentanan mereka terhadap kekerasan dan eksploitasi.
Pada intinya, perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama yang harus diprioritaskan oleh semua pihak. Kasus-kasus kekerasan terhadap anak menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk melindungi anak-anak kita. Dengan upaya yang holistik dan kolaboratif, kita dapat menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta menjadi generasi penerus yang kuat dan sehat. (***)