Masyarakat dihebohkan dengan dugaan anggota putri Paskibraka 2024 yang beragama Islam melepaskan jilbab. Hal itu diketahui dari sejumlah foto yang beredar di media sosial yang menunjukkan tidak ada Paskibraka perempuan 2024 yang berhijab.
Jika benar hal itu terjadi, ini adalah sesuatu yang aneh dan belum pernah terjadi sebelumnya. Selama ini tidak pernah ada pelarangan penggunaan jilbab saat menjadi petugas upacara pengibaran bendera pusaka.
Bagi umat Islam, khususnya perempuan, menggunakan jilbab diyakini sebagai perintah dari Allah untuk menutupi aurat. Karena merupakan bagian dari ajaran agama, menutup aurat adalah bagian dari keyakinan individu kepada Tuhannya. Jika ada pelarangan penggunaan jilbab dalam suatu kegiatan, hal itu patut dipertanyakan, mengapa ada larangan.
Sejak berdirinya, Indonesia telah menempatkan wilayah agama sebagai bagian penting dalam bermasyarakat. Ini tercermin dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini diperkuat dengan Pasal 28E UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak menjalankan ibadah dan kepercayaannya.
BPIP mengaku tidak memaksa Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) putri untuk melepas jilbab saat bertugas sebagai Paskibraka dalam acara pengukuhan dan pengibaran bendera 17 Agustus 2024.
Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, menyebut bahwa berkembangnya wacana di publik terkait tuduhan kepada BPIP melakukan pemaksaan lepas jilbab, dan BPIP memahami aspirasi masyarakat. BPIP menegaskan tidak melakukan pemaksaan lepas jilbab.
Pakaian, atribut, dan sikap Paskibraka, sebagaimana terlihat pada saat pelaksanaan tugas kenegaraan yaitu pengukuhan Paskibraka, adalah kesukarelaan para Paskibraka dalam rangka mematuhi peraturan yang ada dan hanya dilakukan pada saat pengukuhan Paskibraka dan pengibaran Sang Merah Putih pada upacara kenegaraan saja.Namun, aturan yang dibuat BPIP dianggap tidak masuk akal. Jelas bahwa pelajar tersebut ‘terpaksa’ mematuhi aturan yang sudah dibuat. Karena menjadi Paskibraka merupakan kesempatan sekali dalam seumur hidup, mereka merasa terpaksa. Jika ditanya dari hati kecil mereka, tentu takut melepas jilbabnya. Sebab, ada sanksi yang mungkin mereka dapatkan.
Ini bukan soal sukarela atau tidak, tetapi aturan yang mengada-ada. Menjadi sumber permasalahan adalah aturan yang dibuat BPIP. Untuk apa aturan tersebut dibuat? Sepertinya BPIP tidak mengerti dengan Pancasila itu sendiri.
MUI pun sudah bersuara dengan dugaan pelarangan penggunaan jilbab tersebut. Bahkan, MUI meminta mereka untuk pulang saja daripada melepas jilbab untuk menjadi Paskibraka.