Pengelolaan Air Berdasar Ekonomi Konstitusi Adalah Keharusan!

Foto Defiyan Cori
×

Pengelolaan Air Berdasar Ekonomi Konstitusi Adalah Keharusan!

Bagikan opini
Ilustrasi Pengelolaan Air Berdasar Ekonomi Konstitusi Adalah Keharusan!

Selain itu, air bersih juga dipergunakan bagi kebutuhan pelayanan publik pemerintahan, seperti perkantoran, Rumah Sakit, pemadam kebakaran, irigasi dan kegiatan bisnis atau komersial lainnya. Kapasitas kebutuhan konsumsi air bersih harian harian menurut data BUMD PAM Palyja adalah 100 liter per detik atau 360.000 liter/jam. Artinya, kebutuhan air minum dan air bersih sekaligus di DKI Jakarta bisa mencapai lebih dari 46,224 milyar liter/hari. Disamping itu, cakupan air bersih di Jakarta hingga tahun 2023 baru mencapai 67 persen ke Rumah Tangga (RT) penduduk. Artinya, masih terdapat 33 persen RT penduduk yang tidak bisa mengakses air bersih sebagai kebutuhan dasar.

Tantangan pengelolaan air bersih dan air minum di wilayah DKI Jakarta tidaklah ringan, apalagi sebagai kota metropolitan sekaligus ibukota negara komoditas air telah menjadi produk komersial. Dengan tingkat mobilitas dan migrasi penduduk yang tinggi, pengelolaan air oleh BUMD Pamjaya harus dipastikan mendapat perhatian dan dukungan penuh dari pemerintah Provinsi DKI. Pelibatan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam merumuskan berbagai peraturan terkait pengelolaan air bersih dan minum perlu diupayakan agar partisipasi publik diakomodasikan. Akomodasi ini penting untuk membentuk sebuah kebijakan yang lebih efektif dan efisien dijalankan Pemprov DKI untuk mencapai sasaran (target) secara terarah dan berdaya guna.

Kebijakan Dan Dana Abadi Air

Sebagai salah satu cabang produksi penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak merujuk pada perintah konstitusi (Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 dan 3), maka pemerintah Indonesia harus mengatur pengelolaan sumberdaya alam (SDA) air sebagai penguasaan negara. Penguasaan negara atas air ini ditetapkan melalui kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang No. 17/2019 tentang SDA. UU ini juga didukung oleh empat peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan turunannya yaitu PP Irigasi, PP Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), PP Sumber Air, PP Pengelolaan Sumber Daya Air maksimal dua tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang SDA tersebut. Namun, berbeda dengan minyak dan gas bumi (migas) serta ketenagalistrikan, pengelolaan entitas ekonomi dan bisnis komoditas air ini justru tidak dimandatkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pengelolaan air bersih, khususnya air minum selama ini diserahkan pengelolaannya kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang masing-masing berada di daerah otonom. Perlu kiranya, pemerintah mempertimbangkan mandat konstitusi terkait pengelolaan air dengan membentuk sebuah BUMN sektor air ini tanpa mengabaikan otonomi BUMD atau Perusahaan Air Minum (PAM) diberbagai daerah yang berjumlah 393 perusahaan. Kehadiran BUMN ini tidak saja difungsikan menjalankan penugasan pemerintah (public service obligation/PSO) yang membantu masyarakat konsumen kurang mampu, juga bermanfaat dalam melakukan penetapan kebijakan harga (setting price policy) untuk kepentingan produk air bersih dalam bentuk kemasan secara komersial. Yangmana hal ini telah diberlakukan terhadap industri migas dan ketenagalistrikan sehingga terbentuk kebijakan SATU HARGA.

Perhatian dunia atas sektor air juga telah dilakukan melalui berbagai pertemuan tingkat menteri dan tingkat tinggi melalui World Water Forum/WWF (Forum Air Dunia). Dan, Indonesia menjadi tuan rumah pada tanggal 18-25 Mei 2024 bagi penyelenggaraan WWF ke-10 di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-kura Bali, Denpasar dengan mengusung tema "Water for Shared Prosperity". WWF ke-10 ini menghasilkan sejumlah hal, salah satunya melalui Deklarasi Menteri di antaranya memuat usulan pembentukan Center of Excellence (CoE) on Water and Climate Resilience atau Pusat Keunggulan Ketahanan Air dan Iklim atau di kawasan Asia Pasifik. Forum juga mengusulkan peringatan Hari Danau Sedunia atau World Lake Day serta mengangkat dan mendorong isu pengelolaan sumber daya air secara terpadu pada pulau-pulau kecil.

Gelaran ini juga mengusulkan adanya Global Water Fund atau platform pembiayaan air dunia. Platform ini nantinya akan menjadi wadah multi-pihak untuk membantu masalah pendanaan air yang efektif dan berkelanjutan. Bahkan, forum ini juga menghasilkan 113 proyek senilai US9,4 miliar atau sekitar Rp151 triliun, yang mencakup proyek percepatan penyediaan air minum bagi 3 juta rumah tangga hingga proyek pengelolaan air limbah domestik bagi 300 ribu rumah tangga di seluruh dunia. Penting juga kiranya, apabila pemerintah melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Ditjen CK Kemen PUPR) mulai memikirkan perlunya dana abadi air dalam menyelesaikan permasalahan investasi dan tantangan pengelolaan air secara strategis di masa depan. Tindaklanjut komitmen hasil kesepakatan WWF atas permasalahan air dunia ini tentu dinantikan negara-negara berkembang. (*)

Bagikan

Opini lainnya
Terkini